Saturday, December 26, 2020

Kombinasi Indikator MACD dan Stochastics

Di pos "Cara Menarik Garis Trend/Trendline" Mas Herlambang meminta tanggapan saya tentang cara ia mengkombinasikan beberapa indikator dan anggapan bahwa indikator satu dan yang lainnya saling mendukung. Begini yang ditulis Mas Herlambang:

". . . pada platform trading yang saya pakai ada 3 kolom grafik, teratas candlestick, tengah stochastic, bawah MACD.

Selama ini dalam menggunakan stochastic saya gabung dengan MACD. Sebelum memutuskan entry, saya lihat dahulu MACD. Berdasarkan pengamatan dari grafik beberapa saham dan dengan data time-frame yang berbeda-beda, kalau MACD line berada di bawah, dan kemudian memotong trigger dan menuju ke atas, berarti saatnya entry (menurut saya). Kemudian baru saya lihat stochastic posisinya bagaimana, kalau %K dan %D berpotongan dan menuju ke atas, memang layak untuk entry.

Begitu juga sebaliknya, langkah yang saya ambil untuk exit posisi.

Bagaimana menurut mas Iyan? Mohon pencerahannya."

Setelah membaca ulang jawaban yang saya tulis di pos tersebut, saya merasa jawaban tersebut melenceng dari pertanyaan yang diajukan Mas Herlambang.

[Silahkan baca juga pos "Pakai Berapa Macam Indikator Analisa Teknikal?"]

Jawaban yang lebih tepat adalah sebagai berikut:

 


Menurut saya, pengamatan Mas Herlambang sudah tepat.

Kondisi MACD (Moving Average Convergence Divergence) line berada di bawah dan menuju ke atas adalah sinyal uptrend.

Kondisi Stochastics %K menembus ke atas %D adalah tanda saham berbalik arah dari kondisi oversold (jenuh jual). Hal ini adalah sinyal beli yang diberikan Stochastics.

Jadi kalau Mas Herlambang memutuskan entry (beli saham) kalau kedua kondisi (bullish) di atas terpenuhi, hal tersebut adalah Trading Plan yang bagus.

Tapi yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah KOMBINASI kedua kondisi indikator analisa teknikal tersebut?

Kombinasi gimana maksudnya, mas Iyan, tanya anda dalam hati.

Oke, saya jelaskan yaa.

Di pos "Prinsip Mendasar Analisa Teknikal (Technical Analysis)" saya tulis bahwa Analisa Teknikal terbagi atas dua metode utama: Trend-following dan Oscillator.

Indikator trend-following berfungsi memprediksi apakah saham yang sedang bergerak naik (uptrend) atau turun (downtrend) cenderung akan melanjutkan aksinya atau cenderung berbalik arah. Sedangkan indikator oscillator berfungsi memprediksi suatu saham yang bergerak dalam kisaran apakah sudah jenuh jual atau jenuh beli.

Dengan menggunakan indikator analisa teknikal MACD dan Stochastics berarti Mas Herlambang menggunakan satu indikator Trend-following dan satu indikator Oscillator.

Hal ini, menurut saya, adalah cara yang tepat mengkombinasikan indikator Analisa Teknikal. Kalau anda ingin memakai lebih dari satu indikator Analisa Teknikal, sebaiknya anda mulai dengan satu indikator Trend-following ditambah satu indikator Oscillator.

Mengapa?

Karena dengan menggunakan satu indikator Trend-following dan satu indikator Oscillator, anda kemungkinan akan mendapat kombinasi yang lebih baik daripada kalau anda menggunakan dua indikator dari jenis yang sama.

Kok bisa?

Saya jelaskan lebih lanjut yaa.

Di pos "Beli Saham Apa?" saya menganjurkan anda untuk membeli saham yang sedang uptrend. Pertanyaannya: Bagaimana cara tahu suatu saham sedang uptrend atau tidak?

Nah, untuk mencari tahu apakah suatu saham sedang uptrend, anda bisa menggunakan indikator Trend-following seperti MACD.

Masalahnya, setelah indikator Trend-following memberi sinyal bahwa suatu saham sedang uptrend, kapan sebaiknya anda membeli saham tersebut?

Apakah langsung beli saat itu juga?

Atau tunggu dulu?

Kalau tunggu, apakah tunggu turun atau tunggu tambah naik lagi?

Untuk menjawab pertanyaan ini, anda bisa menggunakan indikator Oscillator seperti Stochastics: beli ketika saham sedang naik dari posisi Oversold (jenuh jual).

 

---###$$$###---

 

Nah, hal yang saya jabarkan di atas adalah teori-nya. Praktek-nya tidak semudah teori.

Yang penting: kalau anda sudah tahu mengapa sebaiknya mengkombinasikan indikator analisa teknikal Trend-following dan Oscillator, pengetahuan analisa teknikal anda sudah jauuuh di atas rata-rata.


 

 

Pos-pos yang berhubungan:

[Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Sunday, November 15, 2020

Pilih Mana: Main Saham Untung atau Rugi Sedikit?

I believe in being a B++. I believe that the happiest and best position to occupy in life is somewhere comfortably above average, but not too exceptional. This means that you can be quite successful, if you want to be, without being too neurotic about it. The top is too exposed, too vulnerable.

Lucy Kellaway, Financial Times, Monday, 03 January 2005, page 4.

 

Terjemahannnya kira-kira begini:

Saya percaya (kelebihan) menjadi seorang B++. Saya percaya bahwa posisi paling baik dan bahagia dalam kehidupan adalah jauh di atas rata-rata, tapi tidak terlalu luar biasa. Ini berarti anda bisa cukup sukses, kalau anda mau, tapi tidak perlu terlalu berharap. Posisi paling atas terlalu terekspos, terlalu berbahaya.

 

---###$$$###--- 


Bagaimana dengan anda?

Apakah anda selalu bercita-cita, berambisi, menjadi yang terbaik, yang teratas, yang terhebat? Menjadi manusia A?

Atau anda puas kalau sudah berkecukupan? Cukup naik kelas, cukup naik jabatan, cukup makan? Menjadi manusia B++?

Nah, mayoritas pemain saham berambisi meraih nilai A.

Masa sih? tanya dalam hati hati.

Setiap pemain saham, termasuk pemula, berambisi untuk meraih untung (nilai A). (Hampir) Tidak ada yang berambisi untuk RUGI sedikit (nilai B).

Tapi faktanya berlawanan dengan ambisi: mayoritas pemain saham (pemula) rugi. Ada yang rugi kecil (nilai C), ada yang rugi besar (nilai D), ada yang rugi sangat besar (nilai F).

Kalau faktanya seperti itu, tidakkah sebaiknya ambisi untung itu direvisi turun menjadi tidak rugi?

Nah, seperti yang saya tulis di pos Target Laba Main Saham, target seorang pemula adalah untuk RUGI TIDAK TERLALU BANYAK. Untuk seorang pemula, rugi tidak terlalu banyak ini adalah nilai B++.

Kalau begitu anda pilih yang mana: berambisi untung tapi nyatanya rugi banyak, atau berambisi rugi sedikit dan nyatanya rugi sedikit?

 

 

Pos-pos yang berhubungan:

[Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Tuesday, October 20, 2020

Cara IPO Dutch-auction di Bursa Saham

Proses penjatahan dan penentuan harga IPO (Initial Public Offering = Penawaran Saham Perdana) biasanya dilakukan dengan cara book-building.

Tapi selain book-building, ada cara lain: Dutch-auction IPO.

Source: Wall Street Journal 07 July 2005 Page M1

 

Prosesnya—mengacu pada artikel Wall Street Journal di atas—adalah sebagai berikut:

 

1. Perusahaan yang ingin melakukan IPO menentukan jumlah saham yang ingin dijual (pada contoh di atas: 5 juta saham) dan mengumumkan rentang harga (misalkan: $21 - $25).

 

2. Investor memasukan minat beli secara elektronis dengan menyebutkan jumlah saham yang dipesan dan harga pesanan.

 

3. Penjamin emisi dan direksi perusahaan mengumpulkan semua data minat beli, diurutkan dari harga pesanan tertinggi ke bawah sampai pesanan mencapai 5 juta lembar saham.

Contoh di atas: 

  • 1.8 juta saham dipesan di harga $25.
  • 2.6 juta saham dipesan di harga $24.
  • 3.6 juta saham dipesan di harga $23 (total pesanan sampai harga ini adalah 8 juta saham sudah melebihi 5 juta saham yang ditawarkan).
  • 2.4 juta saham dipesan di harga $22 ke bawah. (Pesanan tidak dipenuhi sama sekali).

 

4. Pesanan di harga $23 ke atas mendapat jatah 5/8 dari jumlah yang dipesan dengan harga $23. 


Mengapa jatah 5/8 dari jumlah pesanan?

Karena jumlah saham yang ditawarkan 5 juta sedangkan jumlah minat beli sampai harga $23 adalah 8 juta. Semua investor yang memesan pada harga $23 ke atas mendapat jatah proporsional 5/8 dari jumlah yang mereka pesan.



Pos-pos yang berhubungan:

[Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Monday, October 5, 2020

Pakai Berapa Macam Indikator Analisa Teknikal?

Misalkan anda baru mulai belajar Analisa Teknikal dan ingin mencoba indikator-indikator analisa teknikal yang ada. Berapa banyak (jenis) indikator Analisa Teknikal yang sebaiknya anda pakai?

Di pos "Cara Menarik Garis Trend/Trendline" saya diminta Mas Herlambang menanggapi cara ia mengkombinasikan beberapa indikator dan anggapan bahwa indikator satu dan yang lainnya saling mendukung.

Setelah membaca ulang jawaban yang saya tulis, saya merasa jawaban tersebut melenceng dari pertanyaan yang diajukan Mas Herlambang.

[Kalau Mas Herlambang membaca pos ini, saya minta maaf bahwa jawaban saya ngelantur. Secepatnya akan saya tulis pos tersendiri untuk menjawab pertanyaan anda tersebut dengan lebih baik.]

Jawaban tersebut lebih cocok sebagai jawaban pertanyaan di judul pos ini: Sebaiknya Pakai Berapa Macam Indikator Analisa Teknikal?

 

 

Beginilah jawaban yang saya tulis saat itu:

"Pada jawaban di atas saya sudah menyarankan agar anda belajar indikator SATU-PER-SATU.

Berusaha mempelajari BEBERAPA indikator pada waktu yang bersamaan berarti menambah banyak VARIABEL interpretasi.

Menginterpretasi satu indikator saja suda sulit, apalagi kalau pada saat bersamaan memakai lebih dari satu (indikator)?

Belajar apapun HARUS SABAR, harus SATU-PER-SATU. Setelah nyaman dan mengerti SATU indikator, barulah saatnya menambah indikator lain.

INGAT: Kalau satu indikator saja masih belum mengerti dengan mendalam, sebaiknya TIDAK menambah indikator lain.

Indikator APAPUN seharusnya BISA mendatangkan untung KALAU anda tahu cara tepat menginterpretasi hasil perhitungan indikator tersebut."


Lalu saya lanjutkan:

"Indikator memang bisa mendukung satu dengan yang lain.

TAPI . . .

Sebelum menguasai satu indikator (setidak-tidaknya tahu dasar-dasarnya), JANGAN menghabiskan waktu mencoba mendalami yang lain.

Saya berikan ilustrasi ya, supaya jelas.

Misalkan anda adalah seorang tentara yang maju ke medan tempur. Anda dipersenjatai PISTOL, SENAPAN, PISAU.

Apakah pistol, senapan, pisau ini saling mendukung? Tentu saja. Tapi hanya KALAU anda tahu cara menggunakan pistol, senapan, dan pisau dengan tepat.

Maksudnya?

Kalau anda berusaha memakai pisau untuk melumpuhkan musuh anda yang berdiri 50 meter di depan anda (padahal anda punya senapan), saya rasa pisau tersebut bukannya membantu tapi malahan membuat anda rentan dilumpuhkan musuh anda.

Kembali ke indikator.

Anda perlu tahu Indikator yang anda pakai apakah adalah PISTOL, SENAPAN, PISAU.

Jangan memakai pisau kalau lebih tepat memakai pistol.

Jangan memakai pistol kalau lebih tepat memakai senapan.

Jangan memakai senapan kalau lebih tepat memakai pisau.

Kesimpulannya:

Kalau anda tahu cara tepat memakai pistol, senapan, pisau, anda sangat mungkin akan makin sering menang di medan tempur.

Tapi karena anda adalah tentara baru yang belum tahu teknik menggunakan pistol, senapan, pisau, cobalah anda pelajari dulu tekniknya satu-per-satu. (Dan pelajari lebih dalam dari kulitnya; jangan hanya kulitnya saja.)

Jangan sekali-kali berpikir bahwa hanya karena ada dipersenjatai pistol, senapan, pisau berarti anda pasti menang di medan tempur. Yang tidak kalah pentingnya (bahkan bisa jadi lebih penting) adalah KEAHLIAN dalam memakai senjata-senjata tersebut."



Pos-pos yang berhubungan:

[Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Saturday, September 26, 2020

Jumlah Ideal Jenis Saham di Portofolio Iyan

Di pos "Beli 20 Jenis Saham atau 2 Saja?" saya mengaku bahwa saya sering punya saham sampai belasan di portofolio. Dan kalau itu terjadi, biasanya saya rugi.

Mungkin ada yang bertanya-tanya: Berapa jumlah ideal jenis saham di portofolio?

Untuk saya, jumlah ideal jenis saham di portofolio adalah 4 atau 5 saham.

Mengapa 4 atau 5 saham?

Ada beberapa alasan.

 

 

Alasan pertama: saya adalah pemain saham jangka pendek yang selalu memonitor pergerakan saham secara real-time. Berdasarkan pengalaman, saya simpulkan bahwa saya tidak bisa seksama memperhatikan lebih dari 5 jenis saham.

 

Alasan kedua: saat pasar naik—biasanya—hanya beberapa saham di portofolio yang naik.

Artinya, kalau punya 5 jenis saham, hanya 1-2 saham yang naik; kalau punya 20 jenis saham, juga hanya 1-2 saham yang naik.

Kalau sama saja begitu, bukankah sebaiknya pegang 5 jenis saham saja daripada 20?

 

Alasan ketiga: saat pasar anjlok, kemungkinan besar semua—SEMUA— saham di portofolio turun. 

Artinya, kalau punya 5 jenis saham, yang turun ya kelima-limanya. Kalau punya 20 jenis saham, yang turun ya keduapuluh-duapuluhnya. Dengan kata lain, punya 20 jenis saham tidak membuat portofolio lebih aman menghadapi koreksi dibandingkan dengan punya hanya 5 jenis saham.


Alasan keempat: saat pasar anjlok dan harga saham berguguran mencapai harga cut-loss, jauh lebih mudah (dan lebih cepat) men-cut-loss 5 saham daripada 20 saham.

 

Perlu saya tekankan ulang di sini bahwa 4-5 saham adalah angka ideal untuk saya. Kalau anda seorang pemula, saran saya masih sama: mulailah dengan 1 jenis saham saja. Kalau belum bisa untung dengan 1 saham, jangan menambah jenis saham.

 

Nah, menurut anda berapa jumlah ideal jenis saham di portofolio anda?

 


Pos-pos yang berhubungan:

[Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Saturday, August 29, 2020

Beli 20 Jenis Saham atau 2 Saja?

 Pilih mana:

1. Beli 20 jenis saham masing-masing senilai Rp 1 juta. Total Rp 20 juta.

2. Beli 2 jenis saham masing-masing senilai Rp 10 juta. Total Rp 20 juta.

Silahkan anda pikirkan dahulu.

Sudah?

 


Menurut Gerald Loeb:

. . . large commitments, meaning thereby a few relatively large blocks of shares, are preferable to a great many small positions.

. . . beberapa jenis saham dengan nilai relatif besar adalah lebih baik daripada banyak jenis saham dengan nilai kecil.

 

 Mengapa lebih baik beberapa saham dengan nilai besar?

Confining oneself to situations convincing enough to be entered on a relatively large scale is a great help to safety and profit. One must know far more about it to enter the position in the first place, and one will retreat from a mistake much quicker if failure to retreat means an important loss.

Membatasi diri pada situasi yang meyakinkan untuk masuk dalam nilai besar sangat membantu untuk meraih untung dan mencegah rugi besar. Seseorang akan mencari tahu banyak sebelum membeli saham tersebut dan akan mundur cepat dari kesalahan apabila tidak mundur berarti rugi besar. 

 

Mengapa menghindari banyak jenis saham dengan nilai kecil?

A large number of small holdings will be purchased with less care and ordinarily allowed to run into a variety of small losses without full realization of the eventual total sum lost. Thus overdiversification acts as a poor protection against lack of knowledge.

Banyak jenis saham dalam nilai kecil biasanya dibeli dengan kepedulian rendah dan biasanya dibiarkan rugi tanpa menyadari rugi kecil di sana-sini kalau dijumlah bisa-bisa jadi rugi besar. Jadi, diversifikasi yang berlebihan adalah tameng bahwa anda tidak tahu apa yang anda lakukan.

 

---###$$$###---


Saya mau mengaku.

Saya selalu berusaha untuk melaksanakan petuah Gerald Loeb di atas. Tapi cukup sering saya melanggarnya.

Apalagi saat market sedang bullish dan banyak saham yang naik (saya senangnya membeli saham yang naik).

Saham INII naik. Saya beli.

Saham ITUU naik. Beli juga.

Saham GOYA naik. Beli.

Saham SANA naik. Gak dibeli gak tahan. Beli dikit aja.

Saham SINI naik juga. Kok menarik ya. Beli lah.

Tidak terasa, eeh sudah punya 15 saham di portofolio. Kecil-kecil nilainya. Tapi efek pusingnya sama dengan saham yang bernilai besar.

Dan faktanya: kalau jenis saham terlalu banyak di portofolio, biasanya saya rugi.

Saya harap anda lebih baik daripada saya dalam melaksanakan nasehat Gerald Loeb di atas.



Pos-pos yang berhubungan:

 [Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Sunday, July 26, 2020

Mengapa Sebaiknya Modal Awal Main Saham Kecil Saja?

Di pos "Modal Awal Main Saham" saya tulis bahwa Gerald Loeb menyarankan pemula untuk mulai main saham dengan modal relatif kecil dari total modal yang dimiliki.

Mengapa?



Kata Gerald Loeb:

A backlog of cash is a great help in meeting emergencies and in freeing one's judgment so that commitmentss are opened and closed for financial cause and not affected by need, fear, greed, or other human failings which are fatal to profitable security investment.

Persedian uang tunai yang banyak akan membantu anda berpikir dengan jernih sehingga aksi anda membeli atau menjual saham adalah berdasarkan keputusan tanpa dipengaruhi perasaan takut, serakah, ataupun sifat-sifat manusia lainnya yang bisa berakibat fatal saat berinvestasi saham.

Jadi, dengan memakai modal relatif kecil dari total modal anda tidak akan stress kalau harga saham turun banyak dan anda berpotensi rugi. (Okelah, kalaupun stress, stressnya seharusnya tidak berat-berat banget sampai terpikir mau bunuh diri.)

Mengapa?

Karena kerugian ini relatif kecil dengan total modal yang anda miliki.

Dengan modal relatif kecil, anda pun bisa lebih santai saat harga saham naik dan tidak terburu-buru menjual karena takut keuntungan akan hilang kalau saham tiba-tiba turun.

Mengapa?

Karena keuntungan ini relatif kecil dibanding total modal yang anda miliki.

Dengan kata lain, kalau anda tidak dibayangi rasa takut, rasa serakah, lebih besar kemungkinan anda melaksanakan jual-beli saham sesuai dengan Rencana Trading (Trading Plan) yang sudah anda tentukan sejak awal.



Pos-pos yang berhubungan:
 [Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Sunday, June 28, 2020

Modal Awal Main Saham

Gerald Loeb menyarankan pemula agar memulai main saham dengan modal kecil relatif terhadap total modal yang dimiliki.



Tulis Gerald Loeb:

I suggest that at the start the size of commitments in one sense be kept small—that is, the relationship of funds employed to total capital.

Artinya, kalau anda punya total uang investasi Rp 100 juta, jangan langsung cemplungkan Rp 100 juta untuk main saham.

Mulailah dulu dengan Rp 10 juta, atau Rp 5 juta, atau bahkan Rp 1 juta.

Dan yang paling penting, JANGAN belajar main saham dengan duit pinjaman.

Jangan. Jangan. JANGAN.

Artinya juga, JANGAN pakai fasilitas margin (pinjam uang) dari broker anda.

Belajar main saham boleh dilakukan hanya kalau anda punya uang "lebih." Kalau belum punya uang "lebih," jangan mulai main saham.

Setelah berpengalaman main saham 1-2 tahun dan sudah konsisten tidak rugi banyak, silahkan tambahkan modal anda secara bertahap.



Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Wednesday, May 27, 2020

Tentukan Risk-Reward Ratio Sebelum Membeli Saham

Kata Gerald M. Loeb:

In considering a commitment a clear idea should be had of the levels at which one expects to close it out either at a profit or at a loss. Obviously, if one anticipates making only a very small amount, one's chances of being successful are rather small.

Saat anda mempertimbangkan untuk membeli saham, anda harus tahu jelas di harga berapa anda akan menjual untung/rugi saham tersebut. Kalau anda mengharapkan untung kecil, kecil kemungkinan anda untuk sukses.


Menurut saya yang dimaksud Gerald Loeb adalah sebagai berikut:

Misalkan anda berniat membeli saham EXCL seharga Rp 1.000.

Nah, sebelum membeli saham tersebut anda wajib menentukan harga jual kalau rugi (cut-loss) dan harga jual kalau untung.

Katakanlah anda hanya bersedia rugi Rp 50. Artinya, anda akan cut-loss EXCL kalau turun ke harga 950. Katakanlah juga anda berharap EXCL bisa naik ke harga 1.200 dan anda akan jual di harga tersebut.

Jadi dengan kata lain, anda bersedia untuk ambil resiko rugi 5% untuk mencoba meraih kemungkinan untung 20%.

Nah, yang ditekankan Gerald Loeb adalah anda berharap bisa untung 20%.

Bukan 1%. Bukan  2%. Bukan 5%.

Intinya, anda harus berusaha mencari POTENSI UNTUNG yang (relatif) besar dibandingkan resiko yang siap anda tanggung.

Harus saya ingatkan bahwa yang namanya "potensi untung" itu belum tentu jadi kenyataan.

Tapi kalau anda selalu membeli saham dengan potensi untung lebih kecil dari resiko, kecil kemungkinan anda akan meraih untung bermain saham.





Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Friday, April 24, 2020

Sebelum Membeli Saham: Jawab Pertanyaan Ini

Misalkan anda tertarik membeli suatu saham. Apa yang harus anda persiapkan?

Membuka rekening di perusahaan broker saham?

Betul.

Menyiapkan uang?

Tentu saja.

Belajar analisa fundamental?

Silahkan.

Belajar analisa teknikal?

Monggo.

Tapi kalau tujuan anda adalah ingin untung main saham, hal-hal di atas tidaklah cukup.

Lalu apa lagi dong?


Mengutip Gerald Loeb di buku The Battle for Investment Survival:


In actually entering the security market it seems fundamental that one should know why a commitment was opened, what one expected to make, how long it was expected to take, and what one was willing to risk. Personally, I cannot see how one can expect to figure the proper size of a position or the time to close it out unless it was first opened with a full understanding of these points.

In my opinion, commitments should not be closed haphazardly or, even worse, allowed to remain open without justification.


Jadi, sebelum anda membeli saham, hal yang paling penting yang harus anda lakukan adalah bertanya pada diri anda sendiri:
  1. Mengapa anda tertarik membeli saham tersebut.
  2. Berapa besar untung yang anda harapkan.
  3. Berapa lama anda bersedia menunggu.
  4. Berapa (persen atau Rupiah) anda bersedia rugi.

Kalau anda bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, silahkan beli. Kalau belum bisa menjawab, tunda dulu niat anda untuk cepat kaya dari bermain saham.

[Perlu saya garis bawahi bahwa bisa menjawab pertanyaan di atas tidak berarti anda pasti akan untung. Tapi kalau anda tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, anda beresiko rugi besar.]



Pos-pos yang berhubungan:

[Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Sunday, March 29, 2020

Saham Dibeli Langsung Turun. Sebaiknya Bagaimana?

Pernahkah anda membeli saham, lalu tidak lama kemudian saham tersebut turun? Turun dan terus turun?

Kalau anda sudah main saham cukup lama, kemungkinan anda menjawab: "Bukan cuma pernah. Tapi sering."

Apalagi kalau kondisi pasar sedang panik seperti saat wabah virus Corona melanda di bulan Maret 2020. Harga saham bisa turun dan turun dan turun lebih dalam lagi.

Apa yang sebaiknya dilakukan?




Kalau anda pembaca setia blog ini, anda tahu bahwa saya menyarankan untuk menjual (cut-loss) kalau saham anda turun sampai titik cut-loss yang sudah anda tentukan.

Tapi bagaimana kalau anda sebenarnya YAKIN akan fundamental saham yang anda beli? Tidakkah sebaiknya saham tersebut tetap dipegang saja? Lagipula banyak orang berusaha meyakinkan anda (dan diri mereka sendiri) bahwa saham yang berfundamental bagus akan naik lagi setelah badai berlalu.

Saya setuju bahwa saham berfundamental bagus akan naik lagi kalau BENAR fundamental-nya tetap bagus setelah badai berlalu. Tapi tidak ada yang tahu dengan pasti bahwa fundamental saham akan tetap bagus setelah ada masalah serius (seperti wabah virus Corona) meluluhlantakkan roda perekonomian.

Jadi, apa yang sebaiknya dilakukan?

Saran saya (terutama kepada pemain saham jangka panjang): Jual/cut-loss dulu. Kalau nanti kondisi sudah lebih jelas, silahkan beli lagi.

(Kalau anda trader jangka pendek, anda seharusnya sudah menyiapkan trading plan jangka pendek.)


---###$$$###---


Gerald M. Loeb juga membahas topik ini di buku The Battle for Investment Survival:

The short-term method requires the closing of a trade for a reason, and if later the situation changes, then one can re-establish the position. It sometimes can be done at a profit, and sometimes only at a loss in which case one has in effect paid for insurance.

Metode jangka pendek mengharuskan anda punya alasan untuk menjual saham (menutup posisi), dan kalau setelah itu situasi berubah, anda bisa membeli kembali saham tersebut (membuka posisi baru). Terkadang hal itu bisa memberi untung, dan terkadang mendatangkan rugi. Kerugian ini harus anda anggap sebagai premi asuransi.



Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Tuesday, February 18, 2020

Investasi Saham Jangka Panjang atau Trading Saham Cepat?

Investasi saham jangka panjang. Atau trading saham jangka pendek?

Gerald Loeb membahas juga topik ini di buku The Battle for the Investment Survival.



. . . are we learning to trade for the quick turn or to invest for the long pull?

. . . apakah kita belajar trading saham cepat atau investasi untuk jangka panjang?


Ini yang ditulis Gerald Loeb:


1. We are investing for appreciation, and the length of time one holds a position has nothing to do with it.

Kita berinvestasi untuk mendapat untung, dan hal ini tidak ada hubungannya dengan jangka waktu seseorang memegang saham.

Dengan kata lain, Gerald Loeb menyatakan bahwa tidak masalah trading saham jangka pendek ataupun investasi saham jangka panjang. Yang penting untung.



2. I lean towards rather short turns for many reasons. . . To begin with, experience is gained much more rapidly that way.

Saya (Gerald Loeb) cenderung memilih trading jangka pendek karena banyak alasan. . . Alasan pertama, pengalaman akan lebih cepat didapat dari trading jangka pendek.

Kok bisa?

Dengan trading saham jangka pendek, misalkan bingkai waktu 1 minggu, seseorang akan membeli dan menjual saham sebanyak 52 kali dalam setahun (dengan asumsi 1 tahun = 52 minggu).

Dengan investasi saham jangka panjang, misalkan bingkai waktu 1 tahun, seseorang akan membeli dan menjual saham sebanyak 1 kali dalam setahun.

Melakukan jual-beli saham 52 kali memberikan 52 pengalaman. Melakukan jual-beli saham 1 kali memberikan hanya 1 pengalaman.



3. Short-term investing once mastered has very much more the elements of dependable business than the windfalls or calamities of the long pull. One simply can't continue to buy and sell successfully without being "good."

Investasi saham jangka pendek, setelah anda tahu caranya, akan memberikan penghasilan yang lebih konsisten daripada investasi jangka panjang yang kadang untung kadang buntung. Seseorang tidak bisa konsisten untung jual-beli saham kalau ia tidak "jago."
 


4. There is a much more peace of mind in frequent turns . . . Long worrying declines, without apparent reason until the near bottom, are avoided.

Pikiran akan lebih tenang dengan trading cepat . . . karena kita terhindar dari saham yang turun terus-menerus dalam periode yang lama.



5. One can take a fresh view often.

Dengan trading saham cepat, seseorang bisa selalu melihat dari perspektif baru.




Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

Friday, January 24, 2020

Mengapa Satu Saham Saja di Portofolio?

Di pos "Cara Belajar Main Saham: 1 Saham Saja di Portofolio" saya tulis bahwa Gerald M. Loeb menyarankan pemula untuk hanya punya 1 (satu) saham (emiten) saja di portofolio.

Mengapa?



Gerald M. Loeb memberikan beberapa alasan: 


1. Ordinarily, new investors buy one stock after another, and should the market go down, the lose on the whole position before they realize their inexperience.

Biasanya, investor pemula membeli lebih dari satu saham dan seandainya pasar sedang turun, mereka merugi dari semua saham tersebut sebelum menyadari ke-tidakberpengalaman mereka.



2. A purchaser of a single stock under this plan is forced to a decision whether to keep it, take a loss or a profit, or exchange it for another.

Orang yang membeli hanya satu (jenis) saham dengan nilai kecil diharuskan memutuskan untuk tetap memegang saham tersebut, jual rugi/untung, atau mengganti saham tersebut dengan saham lain. Dengan kata lain, kalau sampai rugi, ruginya (seharusnya) tidak besar.



3. It is quite different, and many times more valuable in teaching market technique, than the imaginary "paper transactions" in which many tyros indulge. The latter are completely lacking in testing investors' psychological reactions stemming from such important factors as fear of loss, or greed for more gain.

Membeli dan memegang satu (jenis) saham adalah proses belajar yang jauh lebih baik daripada "transaksi simulasi" (transaksi tanpa mempertaruhkan uang sesungguhnya alias transaksi pura-pura) yang sering digeluti pemula. "Transaksi simulasi" tidak memberi pelajaran berharga reaksi psikologis seperti takut rugi atau nafsu untuk untung lebih banyak.



4. This method also teaches that if there is no one outstanding purchase or sale at the moment, one should strive to be out of the picture entirely.

Metode "Satu Saham Saham di Portofolio" juga mengajarkan bahwa kalau tidak ada saham yang layak dibeli, lebih baik tidak punya saham sama sekali.




Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2020 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]