Saturday, September 21, 2013

Arti Istilah Price-to-Earnings Ratio

Saat anda mulai belajar analisa fundamental saham, istilah pertama yang sering anda jumpai adalah Price-to-Earnings Ratio (yang biasanya disingkat PE Ratio atau PER). Di pos ini saya mencoba menjelaskan apa makna Price-to-Earnings Ratio, bagaimana cara menghitung, dan mengapa perlu tahu PE Ratio ini.

Siap?

Ayo kita mulai.


Arti Price-to-Earnings Ratio

Apa arti Price-to-Earnings Ratio?

Price = harga.

Earning = laba

Ratio = perbandingan

Kalau kita terjemahkan Price-to-Earnings Ratio artinya adalah perbandingan harga terhadap laba. Kalau kita tulis dalam rumus matematika:


Price-to-Earnings Ratio (PER) = Price/Earning

Pertanyaan berikutnya: Harga apa dan laba apa?

Jawaban: Harga saham dan Laba per saham.

Jadi, Price-to-Earnings Ratio atau PE Ratio atau PER adalah perbandingan harga saham terhadap laba per saham.

Price-to-Earnings Ratio (PER) = Harga Saham/Laba Per Saham

(Kalau anda belum tahu detil arti  Laba Per Saham/Earning Per Share, silahkan baca pos "Arti Istilah Earning Per Share" dan pos "Mengapa Perlu Tahu Earning Per Share?")



Cara Menghitung Price-to-Earnings Ratio

Ada baiknya kita pakai contoh.

Misalkan:
Harga saham ANTM = Rp 1000.
Laba Per Saham ANTM = Rp 50.

PE Ratio ANTM = Harga saham / Laba per saham
                                = Rp 1000 / Rp 50
                                = 20

Jadi, pada contoh ini PER ANTM  adalah 20.



Mengapa Perlu Tahu PE Ratio

Setelah tahu cara menghitung PE Ratio suatu saham, pertanyaan penting berikutnya adalah: kenapa perlu menghabiskan waktu untuk mencari tahu PER saham?

Apakah ada tujuan dan gunanya? Jangan-jangan PER ini hanya jargon pemain saham untuk membingungkan orang awam?

Tidak begitu. PER adalah salah satu konsep dasar main saham yang harus anda pahami.

Mari kita lihat Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Harga Saham dan Laba Per Saham

Mengacu pada data-data di Tabel 1, harga saham perusahaan mana yang paling murah menurut anda kalau kita membandingkan laba perusahaan-perusahaan tersebut?

Membandingkan saham A dan saham B tidak sulit karena harga kedua saham tersebut sama. Anda mungkin masih ingat dari pos "Mengapa Perlu Tahu Earning Per Share (Bagian II)" bahwa kalau harga saham sama, saham yang lebih murah (berdasarkan laba) adalah saham yang Laba Per Sahamnya lebih tinggi.

Nah, karena Laba Per Saham B (Rp 80) lebih tinggi dari Laba Per Saham A (Rp 50) ini berarti saham B lebih murah dari saham A. 

Tapi bagaimana cara membandingkan saham A dan B dengan saham C yang harganya berbeda? Kalau anda membandingkan langsung Laba Per Saham dari saham-saham yang harganya berbeda, anda ibaratnya membandingkan apel dengan jeruk, suatu perbandingan yang tidak benar.

So, bagaimana cara yang benar?

Cara membandingkan yang benar adalah dengan membandingkan apel dengan apel dengan apel. Artinya, si jeruk (saham C) harus anda sulap dulu menjadi apel. 

Lho, gimana maksudnya?

Maksudnya, anda harus mengumpamakan saham C harganya sama dengan saham A dan B (Rp 1000) dan mencari tahu berapa Laba Per Saham C pada harga yang sama tersebut.

Bingung?

Mari kita telusuri perlahan-lahan.

Data di Tabel 1 menyatakan bahwa harga saham C Rp 6000 dan Laba Per Saham C Rp 400. Karena harga saham A dan B adalah Rp 1000, anda harus menyulap harga saham C menjadi Rp 1000 juga.

Tapi harus anda ingat bahwa dengan merubah harga saham C menjadi Rp 1000 anda harus juga menyesuaikan Laba Per Saham C dengan perubahan harga sahamnya.

Nah, kalau anda mengumpamakan harga saham C Rp 1000, berapakah Laba Per Sahamnya?

Merubah saham C yang harganya 6000 menjadi 1000 berarti 6000 harus dibagi 6.

6000/6 = 1000

Ini berarti, kalau saham C adalah Rp 1000, Laba Per Saham C harus juga anda sesuaikan dengan dibagi 6.

400/6 = 66.67

Ini berarti kalau saham C harganya Rp 1000, Laba Per Sahamnya adalah Rp. 66.67.

Silahkan lihat Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Harga Saham Disamakan, Laba Per Saham, PE Ratio

Karena harga saham di Tabel 2 ini semuanya sama, anda bisa membandingkan ketiga saham tersebut karena anda membandingkan apel dengan apel dengan apel.

Oce, oce, saya mulai mengerti, kata anda. Tapi sulit juga ya kalau harus menyamakan harga semua saham-saham yang hendak kita bandingkan?

Nah di sinilah Price-to-Earnings Ratio akan beraksi.

Coba anda lihat Tabel 3 di bawah ini yang adalah Tabel 1 dengan tambahan baris PE Ratio.

Tabel 3. Harga Saham, Laba Per Saham, PE Ratio

Anda bisa lihat di Tabel 3 bahwa PE Ratio A adalah 20, PE Ratio B 12.5, PE Ratio C 15.

Coba anda bandingkan angka-angka PE Ratio di Tabel 2 dengan PE Ratio di Tabel 3.

Di Tabel 2 PE Ratio A adalah 20, PE Ratio B 12.5, PE Ratio C 15.

Baik di Tabel 2 maupun di Tabel 3 angka-angka PE Ratio sama persis.

Apa artinya?

Artinya, dengan menghitung Price-to-Earnings Ratio anda tidak perlu lagi menyamakan harga saham-saham yang anda bandingkan untuk membandingkan Laba Per Saham dari saham-saham tersebut. (Perhitungan PE Ratio ini secara tidak langsung sudah menyulap harga saham menjadi sama.)

Dengan kata lain, anda bisa langsung membandingkan saja PE Ratio dari saham-saham yang hendak anda bandingkan Laba Per Sahamnya karena perbandingan PE Ratio adalah cermin dari perbandingan Laba Per Saham secara apel dengan apel.

Jadi, kata anda, saya harus menghitung PE Ratio untuk semua saham yang mau saya bandingkan?

Tidak perlu.

Data PE Ratio biasanya sudah dikalkulasikan untuk anda dan bisa anda cari di informasi fundamental perusahaan.

Sekarang anda sudah tahu kegunaan PE Ratio. Tapi masih ada hal penting yang perlu anda ketahui tentang PE Ratio saham. Mau tahu? Silahkan lanjut baca ke pos "Price-to-Earnings Ratio: Trailing & Forward."








Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2013 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

    Saturday, September 14, 2013

    Cara Menjual Saham Agar Profit Maksimal (Bagian IV - Tamat)

    Pos ini adalah lanjutan dari "Cara Menjual Saham Agar Profit Maksimal (Bagian III)."

    Untuk membaca seri ini dari awal, silahkan klik di sini "Cara Menjual Saham Agar Profit Maksimal (Bagian I)."


    Di pos sebelumnya saya menulis bahwa target harga di Trading Plan terakhir bukan target harga untuk menjual saham. Fungsi target harga tersebut adalah untuk menentukan apakah anda harus menaikkan titik cut-loss sebelumnya ke titik cut-loss yang lebih tinggi lagi.

    Apa artinya?

    Artinya, karena WSKT naik sampai ke harga target ke-2 di 970, berarti anda harus MENAIKKAN lagi titik cut-loss. 

    Berapa besar kenaikan ini? Karena anda dari awal menentukan cut-loss sebesar 10%, berarti anda harus menaikkan titik cut-loss sebesar 10%.

    Nah, bukan cuma titik cut-loss yang harus anda naikkan. Target harga juga harus anda naikkan. Besar kenaikannya? Lagi-lagi 10% karena kenaikan target harga yang saya anjurkan adalah sama dengan besaran cut-loss yang anda pilih.

    Satu hal lagi: karena titik cut-loss adalah titik baru, jangan lupa juga untuk menentukan batas waktu 20 hari yang baru.


    Trading Plan dengan target harga ke-3:

    Harga modal WSKT: 800.
    Harga WSKT sekarang: 970.
    Jumlah sisa saham: 50 lot.
    Cut-loss kalau WSKT turun ke {800 + (10% x 800)} = 880.

    Target harga ke-3: 970 + (10% x 970) = 1070 (kita bulatkan ke fraksi harga terdekat).
    Batas waktu: 20 hari.
    Realized Profit: Rp 2 juta.



    Dengan Trading Plan ini, lagi-lagi ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi dalam 20 hari ke depan:
    1. Saham turun sampai harga cut-loss ke-3 di 880.
    2. Saham turun tidak sampai 880 tapi juga naik tidak sampai target harga ke-3 di 1070
    3. Saham naik sampai target harga ke-3 di 970. 

    Pilihan langkah berikut yang harus anda lakukan adalah sama dengan pilihan langkah di Trading Plan dengan target harga ke-2:
    1. Kalau dalam kurun waktu 20 hari saham WSKT turun sampai ke titik cut-loss, anda jual.
    2. Kalau WSKT turun tidak sampai titik cut-loss tapi juga naik tidak sampai ke target harga ke-3, anda jual di hari ke 20.
    3. Kalau harga WSKT menyentuh target harga ke-3, anda harus menaikkan lagi titik cut-loss, menaikkan lagi target harga, dan menentukan batas waktu 20 hari yang baru.

    Misalkan saja WSKT menyentuh target harga ke-3. Anda harus memperbaharui trading plan dengan menaikkan titik cut-loss, menaikkan target harga, menetapkan batas waktu baru. Hasilnya adalah sebagai berikut:


    Trading Plan dengan target harga ke-4

    Harga modal WSKT: 800.
    Harga WSKT sekarang: 1070.
    Jumlah sisa saham: 50 lot.
    Cut-loss kalau WSKT turun ke {880 + (10% x 880)} = 970.

    Target harga ke-4: 1070 + (10% x 1070) = 1180 (kita bulatkan ke fraksi harga terdekat).
    Batas waktu: 20 hari.
    Realized Profit: Rp 2 juta.



    Misalkan dalam kurun waktu 20 hari WSKT menyentuh lagi target harga ke-4,  anda harus menyesuaikan lagi trading plan.


    Trading Plan dengan target harga ke-5
     
    Harga modal WSKT: 800.
    Harga WSKT sekarang: 1180.
    Jumlah sisa saham: 50 lot.
    Cut-loss kalau WSKT turun ke {970 + (10% x 970)} = 1070.

    Target harga ke-5: 1180 + (10% x 1180) = 1300 (kita bulatkan ke fraksi harga terdekat).
    Batas waktu: 20 hari.
    Realized Profit: Rp 2 juta.



    Misalkan WSKT dalam kurun waktu 20 hari lagi-lagi menyentuh target harga ke-5, anda harus menyesuaikan lagi trading plan.


    Trading Plan dengan target harga ke-6

    Harga modal WSKT: 800.
    Harga WSKT sekarang: 1300.
    Jumlah sisa saham: 50 lot.
    Cut-loss kalau WSKT turun ke {1070 + (10% x 1070)} = 1180.

    Target harga ke-5: 1300 + (10% x 1300) = 1430 (kita bulatkan ke fraksi harga terdekat).
    Batas waktu: 20 hari.
    Realized Profit: Rp 2 juta.



    Trading plan di atas akan lebih jelas kalau kita lihat dalam tampilan tabel berikut:

    Tabel 1. Contoh Trading Plan WSKT Memakai Trailing Stop




    Saya yakin anda sudah paham bahwa selama WSKT menyentuh target harga terkini dalam kurun waktu 20 hari, anda terus menaikkan titik cut-loss ke harga yang lebih tinggi.

    Apa artinya?

    Artinya, selama WSKT masih naik, anda tidak akan menjual saham tersebut. Anda akan menjual saham tersebut HANYA kalau saham turun ke titik cut-loss (kemungkinan nomor 1) atau kalau saham turun tidak sampai titik cut-loss tapi juga naik tidak sampai target harga selama batas waktu yang anda tentukan (kondisi nomor 2).

    Dengan melakukan cara di atas, anda akan meMAKSIMALkan keuntungan dari saham yang sedang naik. Itulah inti dari menggunakan TRAILING STOP.

    Jadi, cara menggunakan TRAILING STOP yang benar adalah dengan menaikkan titik cut-loss karena sebab yang jelas (saham mencapai target harga dalam waktu yang ditentukan), bukan karena sebab-sebab yang tidak bisa anda jelaskan dengan angka. Dengan kata lain, jangan menaikkan titik cut-loss seenaknya, semau anda.

    Wow, luar biasa, kata anda.

    Tapi, lanjut anda, kalau seandainya saya tidak menjual SETENGAH saham ketika saham menyentuh target harga PERTAMA, bukankah saya akan untung lebih banyak?

    Nah, ini dia. Belum apa-apa sudah mau merubah Trading Plan.

    Anda harus ingat bahwa Trading Plan di atas adalah contoh. Perumpamaan. Anda tentu sadar bahwa dunia nyata tidak seindah perumpamaan.

    Memang benar kalau saham naik terus, akan lebih menguntungkan kalau saham tidak anda jual pada target harga pertama. Tapi, jangan hanya memikirkan kondisi yang menguntungkan. Bagaimana kalau saham tidak naik terus seperti perumpamaan di atas? Bagaimana kalau pada kondisi Trading Plan dengan target harga ke-2 saham WSKT turun ke titik cut-loss?


    Mari melihat kembali Trading Plan dengan target harga ke-2 dan melakukan hitung-hitungan.

    Trading Plan dengan target harga ke-2:

    Harga modal WSKT: 800
    Harga WSKT sekarang: 880.
    Jumlah sisa saham: 100 lot.
    Cut-loss kalau WSKT turun ke 800.

    Target harga ke-2: 880 + (10% x 880) = 970 (pembulatan ke fraksi harga terdekat).
    Batas waktu: 20 hari.
    Realized Profit: Nol (karena anda tidak menjual 50 lot pada harga 880).


    Kalau yang terjadi adalah WSKT turun ke titik cut-loss di 800, anda harus menjual semua saham. Karena anda menjual di harga modal, berarti anda tidak mendapat untung (malah masih rugi "fee" broker).

    Coba bandingkan kalau anda sudah menjual SETENGAH di target harga pertama di 880. Walaupun saham turun lagi ke 800 anda sudah mengantongi untung Rp 2 juta.

    Inilah alasan utama mengapa anda harus menjual SEBAGIAN saham kalau harga saham naik.

    Tidak cuma itu saja.

    Alasan lain mengapa anda harus menjual SEBAGIAN saham kalau harga saham naik adalah: dari semua saham yang anda beli, TIDAK BANYAK saham yang naik terus-menerus seperti perumpamaan di atas. Jauh lebih banyak saham yang, kalaupun naik, naiknya cuma sedikit lalu bergerak turun.

    Kesimpulannya: Kalau anda menjual SETENGAH saham pada target harga pertama dan setelah itu menggunakan konsep TRAILING STOP seperti di atas, anda tidak hanya mencegah posisi untung berbalik menjadi buntung, tapi juga memberikan anda kesempatan untuk untung MAKSIMAL dari saham yang sedang naik kencang.

    Masih ada hal-hal lain yang perlu anda ketahui tentang TRAILING STOP ini. Silahkan lanjut baca ke pos "Kelemahan Dari Trailing Stop." [belum terbit. mohon berkunjung kembali.]






    Pos-pos yang berhubungan:
    [Pos ini ©2013 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]  

      Sunday, September 8, 2013

      Cara Menjual Saham Agar Profit Maksimal (Bagian III)

      Pos ini adalah lanjutan dari "Cara Menjual Saham Agar Profit Maksimal (Bagian II)."

      Untuk membaca seri ini dari awal, silahkan klik di sini "Cara Menjual Saham Agar Profit Maksimal (Bagian I)."


      Trading Plan terakhir adalah sebagai berikut:

      Harga modal WSKT: 800
      Harga WSKT sekarang: 880.
      Jumlah sisa saham: 50 lot.
      Cut-loss kalau WSKT turun ke 800.
      Batas waktu: 20 hari.
      Realized Profit: Rp 2 juta.


      Menurut anda masih ada yang kurang dari Trading Plan ini.

      Apa ya yang kurang?


      Setelah berpikir cukup lama akhirnya saya sadar: Maksud anda mungkin target harga?

      Betul sekali bung Iyan, kata anda. Target harga jual masih belum ada.

      Ah, sang murid sudah mulai pintar nih.

      Betul sekali. Trading Plan di atas masih perlu data target harga. 

      Oke, bagaimana cara menentukan target harga ini?

      Sederhana saja. Anda masih ingat bahwa karena anda menentukan cut-loss 10%, target jual pertama adalah ketika saham naik 10%. Nah, target harga ke-2 adalah ketika saham naik 10% dari target harga pertama.


      Trading Plan terkini lengkap dengan target harga ke-2:

      Harga modal WSKT: 800
      Harga WSKT sekarang: 880.
      Jumlah sisa saham: 50 lot.
      Cut-loss kalau WSKT turun ke 800.

      Target harga ke-2: 880 + (10% x 880) = 970 (pembulatan ke fraksi harga terdekat).
      Batas waktu: 20 hari.
      Realized Profit: Rp 2 juta.



      Melihat Trading Plan ini, ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi dalam 20 hari ke depan:
      1. Saham turun sampai harga cut-loss di 800.
      2. Saham turun tidak sampai 800 tapi juga naik tidak sampai target harga ke-2 di 970.
      3. Saham naik sampai target harga ke-2 di 970.
      Apa langkah yang harus anda lakukan dari masing-masing kemungkinan ini? Mari kita telaah satu-per-satu.


      1. Saham turun sampai harga cut-loss

      Kalau dalam 20 hari ke depan harga saham WSKT  sempat turun sampai harga cut-loss di 800, langkah anda sangat jelas: anda harus langsung cut-loss.

      Cut-loss di harga 800 yang merupakan harga modal berarti anda impas.

      Karena sebelumnya anda sudah menjual SETENGAH saham dengan keuntungan Rp 2 juta, total keuntungan anda adalah:

      Rp 2 juta + 0 = Rp 2 juta.


      2. Saham turun tidak sampai harga cut-loss tapi juga naik tidak sampai target harga jual

      Kalau kondisi ini yang terjadi, anda harus jual saham WSKT di hari ke-20. Jadi di sini anda menjual bukan berdasarkan target harga tetapi berdasarkan target waktu (deadline). Jadi, berapapun harga WSKT di hari ke-20, anda jual.

      Misalkan pada hari ke-20 anda menjual WSKT di harga Rp 900.

      Keuntungan yang anda dapat:

      50 lot x 500 lembar/lot x (Rp 900 - Rp 800) = Rp 2,5 juta.

      Karena sebelumnya anda sudah menjual SETENGAH saham dengan keuntungan Rp 2 juta, total keuntungan anda adalah:

      Rp 2 juta + Rp 2,5 juta = Rp 4,5 juta.


      3. Saham naik sampai target harga ke-2

      Kalau dalam kurun waktu sebelum 20 hari trading saham WSKT menyentuh harga target ke-2 di 970, apa yang harus anda lakukan?

      Mudah toh bung Iyan, kata anda. Karena mencapai target harga jual, berarti kita jual di 970.

      Bagaimana kalau setelah anda jual, saham WSKT masih naik? Kalau ini terjadi, artinya anda tidak menjual WSKT dengan profit maksimal.

      Oh iya ya, kata anda sambil menggaruk kepala anda yang tidak gatal. Terus harusnya gimana?

      Nah, di sini anda harus kembali melaksanakan konsep dasar TRAILING STOP.

      Anda masih ingat definisi TRAILING STOP di pos sebelumnya? Saya ulangi lagi di sini:
      Trailing Stop pada posisi long (membeli) adalah titik cut-loss yang dinaikkan dari titik cut-loss sebelumnya.

      Jadi, target harga di Trading Plan terakhir bukan target harga untuk menjual saham. Fungsi target harga tersebut adalah untuk menentukan apakah anda harus menaikkan titik cut-loss sebelumnya ke titik cut-loss yang lebih tinggi lagi.

      (Kalau anda membaca dengan seksama, di atas saya selalu menulis target harga bukan target harga jual.)

      Apa artinya?

      Mau tahu? Silahkan lanjut baca ke pos "Cara Menjual Saham Agar Profit Maksimal (Bagian IV)."







       

      Pos-pos yang berhubungan:
      [Pos ini ©2013 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]