Monday, August 29, 2011

Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku "One Up on Wall Street" (Bagian VI)

 
Hendak membaca pos ini dari awal? Silahkan klik di sini "Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch 'One Up on Wall Street' (Bagian I)."


VI. Angka-angka Lain Yang Perlu Diperhatikan Investor Saham 


Percent of Sales (Persentase dari Penjualan) 

Kalau anda tertarik pada suatu perusahaan karena produk yang dihasilkannya, langkah yang harus anda lakukan adalah meneliti seberapa besar kontribusi penjualan produk tersebut pada total penjualan. 

Misalkan anda mencicip biscuit Roma Slai O’lai. “Enaaak banget,” pikir anda dan anda yakin produk itu akan laku keras. Anda menyelidiki dan tahu bahwa Slai O’Lai adalah produk dari Mayora Tbk. Langkah berikutnya adalah menyelidiki atau mengira-ngira seberapa besar kontribusi Slai O’Lai pada total penjualan Mayora. 

Menginvestigasi lebih lanjut, anda tahu bahwa Mayora memproduksi puluhan produk seperti permen Kopiko dan Kis, biskuit Better dan Danisa, wafer Beng-beng dan Astor, juga Energen dan kopi Tora Bika. Karena begitu beragamnya produk Mayora, bisa anda perkirakan bahwa kalaupun Slai O’Lai laku keras, dampaknya tidak signifikan pada penjualan total Mayora dan tidak berpengaruh besar pada harga saham Mayora. Kebalikannya, kalaupun Slai O’Lai tidak laku, dampak negatifnya juga relatif kecil. 

Lain kalau perusahaan hanya memproduksi satu atau dua produk. Kalau salah satu produk perusahaan tersebut laku keras, kontribusinya pada pendapatan perusahaan sangatlah besar yang pada akhirnya mendongkrak harga saham perusahaan tersebut. Kebalikannya, kalau produk tersebut tidak laku, perusahaan bisa bangkrut. 




Price/Earnings Ratio (PER) 

PER sudah saya bahas pada pos “Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku ‘One Up on Wall Street’ (Bagian V).” Tapi Peter Lynch menambahkan satu hal lagi yang perlu anda ketahui tentang PER: saham yang harganya wajar, PER nya seharusnya sama dengan persentase laju pertumbuhan laba perusahaan.  

Artinya, perusahaan dengan PER 15, laju pertumbuhan labanya seharusnya sekitar 15% per tahun. Kalau anda menemukan saham dengan PER 15 sedangkan laju pertumbuhannya labanya 30%, saham tersebut adalah prospek yang menarik. Kebalikannya, kalau PER saham adalah 15 sedangkan laju pertumbuhan hanya 5%, saham tersebut adalah prospek yang jelek. 

Cara sederhana menghitung laju pertumbuhan laba adalah dengan membandingkan laba tahun ini dengan laba tahun lalu. Bila laba tahun ini adalah Rp 120milyar sedangkan laba tahun lalu adalah Rp 100milyar, laju pertumbuhan laba = (laba tahun ini – laba tahun lalu) / laba tahun lalu x 100%

= (120milyar – 100milyar) / 100 milyar x 100% = 20%



The Cash Position (Posisi Kas) 

Cash Position yang dimaksud Peter Lynch adalah Kas & Setara Kas dikurangi Hutang Jangka Panjang. Bagilah angka ini dengan jumlah saham beredar dan anda akan mendapat Cash Position Per Share (Posisi Kas Per Saham).

Carilah saham yang Posisi Kas per Saham nya relatif tinggi dibanding harga saham. Misalkan harga saham Duitnumpuk Tbk. Rp 500 sedangkan Posisi Kas Per Saham nya Rp 400. Ini bisa anda artikan bahwa anda hanya membayar Rp 100 (500 – 400) untuk asset-aset lain perusahaan tersebut.



The Debt Factor (Faktor Hutang) 

Debt Factor yang biasanya dimaksud adalah Debt-to-Equity Ratio (DER). Anda dapat menghitung ini dengan melihat bagian kanan Neraca perusahaan, di mana tercantum Hutang/Kewajiban (debt) dan Modal (equity).

Debt-to-Equity Ratio = Jumlah Hutang/Jumlah Modal

Menurut Peter Lynch, perusahaan dengan neraca wajar mempunyai komposisi hutang sekitar 25% dan ekuitas 75% (DER = 25/75 = 0.33). Semakin kecil DER semakin kuat neraca perusahaan.



Dividen 

Dividen adalah bagian dari laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Ulasan tentang dividen bisa anda baca di pos "Arti Istilah 'Dividen' Saham."



Cash Flow (Aliran Kas) 

Cash Flow adalah uang yang diterima perusahaan karena aktivitas usahanya. Semua perusahaan menerima uang dari hasil usaha tapi ada perusahaan yang harus mengeluarkan modal lebih besar untuk mendapatkan hasil yang sama. 

Contoh yang dikemukakan Peter Lynch adalah pabrik rokok dengan pabrik besi. Pabrik rokok tidak harus mengeluarkan banyak modal untuk meningkatkan produksi. Beli satu mesin baru atau cari ratusan buruh baru, alhasil produksi meningkat. Lain dengan pabrik besi yang kalau hendak menaikkan produksi harus menanamkan modal puluhan bahkan ratusan milyar rupiah. Pengeluaran untuk belanja modal yang besar akan mengurangi Aliran Kas perusahaan dan berdampak negatif terhadap posisi keuangan perusahaan.



Inventories 

Penjelasan tentang inventories biasanya dapat dilihat di bagian “diskusi manajemen mengenai laba” di laporan tahunan. Peter Lynch selalu memeriksa apakah inventories menumpuk. Tanda-tanda buruk adalah bila inventories menumpuk atau bila inventories bertambah lebih cepat daripada penjualan.



Growth Rate (Laju Pertumbuhan) 

Laju pertumbuhan yang dimaksud di sini adalah laju pertumbuhan laba. Di atas, anda sudah melihat bagaimana membandingkan PER dengan Growth Rate ini. Tapi ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan: perusahaan yang tumbuh 20% dengan PER 20 adalah prospek yang lebih baik daripada perusahaan yang tumbuh 10% dengan PER 10. 

Kok begitu?

Coba anda perhatikan tabel pertumbuhan laba di bawah ini.


Company A
Company B

(20% earning growth)
(10% earning growth)
Base Year
$1.00 a share
$1.00 a share
Year 1
$1.20
$1.10
Year 2
$1.44
$1.21
Year 3
$1.73
$1.33
Year 4
$2.07
$1.46
Year 5
$2.49
$1.61
Year 7
$3.58
$1.95
Year 10
$6.19
$2.59


Pada awalnya Perusahaan A mendapat laba $1.00. Kalau PER nya 20 berarti harga sahamnya $20. Pada tahun ke 10, harga sahamnya menjadi
20 (PER) x $ 6.19 (laba per saham tahun ke 10) = $123.80 

Demikian juga pada awalnya perusahaan B mendapat laba $1. Dengan PER 10 berarti harga sahamnya $10. Pada tahun ke 10 harga sahamnya menjadi

10 (PER) x $2.59 (laba per saham tahun ke 10) = $25.90 

Anda bisa lihat sendiri bahwa PER tinggi bukanlah alasan untuk tidak membeli saham tersebut. Selama laju pertumbuhannya juga tinggi, saham dengan PER tinggi akan naik lebih cepat dibanding saham dengan PER rendah yang laju pertumbuhan labanya juga rendah.



The Bottom Line (Garis Terbawah) 

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan “bottom line”? “Bottom line” ini adalah garis terbawah pada Income Statement (Laporan Laba/Rugi) yaitu Laba Setelah Pajak. Tapi angka yang dipakai Peter Lynch untuk menganalisa perusahaan adalah Laba Sebelum Pajak. Laba Sebelum Pajak yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan akan dapat bertahan lama kalau-kalau kondisi ekonomi memburuk. 

Yang harus anda perhatikan adalah ketika ekonomi berangsur membaik (dari kondisi buruk), perusahaan dengan margin laba rendah adalah yang paling menonjol pertumbuhannya. Coba anda lihat perbandingan di bawah ini.


Company A

Status Quo

Business Improves
$100 in sales

S110 in sales (prices up 10%)
$88 in cost

$92.40 in cost (up 5%)
$12 pretax profit

$17.60 pretax profit

Company B

$100 in sales

$110 in sales (up 10%)
$98 in cost

$102.90 in costs (up 5%)
$2 pretax profit

$7.10 pretax profit


Ketika ekonomi membaik dan perusahaan dapat menaikkan harga jual, laba Perusahaan A naik hampir 50% sedangkan laba Perusahaan B naik lebih dari 300%. Ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan margin laba kecil bisa menghasilkan lonjakan laba sangat tinggi ketika ekonomi membaik. 

Apa yang anda inginkan adalah saham dengan margin laba yang tinggi untuk anda pegang jangka panjang (buy-and-hold) dalam keadaan baik maupun buruk, dan saham dengan margin rendah jika saham tersebut adalah kategori Turnaround.

Mau lanjut baca? Silahkan klik di sini "Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku 'One Up on Wall Street' (Bagian VII)." 






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
 

Saturday, August 20, 2011

Pengaruh Gejolak Dow Jones Pada IHSG Bursa Indonesia

Sebelum membaca pos ini sebaiknya anda membaca dulu pos “Makna‘Dow Jones’ Bagi Pemain Saham Indonesia.”

Tanggal 4 Agustus 2011 (waktu New York) indeks saham Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup anjlok 512.76 points atau 4.31%. Hari-hari berikutnya DJIA terus bergejolak. DJIA naik-turun lebih dari 400 points setiap hari dari tanggal 8 sampai dengan 11 Agustus dan mengukir rekor baru sebagai empat hari paling bergejolak dalam sejarah DJIA. 

Gejolak DJIA terjadi karena banyak hal: debt ceiling (pagu hutang) Amerika Serikat, downgrade S&P terhadap hutang Amerika, debt crisis (krisis hutang) Eropa. Tapi pada pos ini saya tidak membahas sebab-sebab anjloknya DJIA melainkan membahas bagaiman pengaruh naik-turun DJIA terhadap Strait Times Index (STI) Singapura dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI).

Untuk mempermudah perbandingan, marilah kita lihat tabel-tabel di bawah ini.

Date
Open
High
Low
Close
Change
% Change
4-Aug-11
11893.79
11893.79
11365.74
11383.68
-512.76
-4.31%
5-Aug-11
11384.29
11634.04
11126.32
11444.61
60.93
0.54%
8-Aug-11
11433.93
11433.93
10779.05
10809.85
-634.76
-5.55%
9-Aug-11
10810.91
11251.08
10588.55
11239.77
429.92
3.98%
10-Aug-11
11227.92
11227.92
10662.04
10719.94
-519.83
-4.62%
11-Aug-11
10729.85
11286.39
10729.85
11143.31
423.37
3.95%
Tabel 1. Dow Jones Industrial Average


Date
Open
High
Low
Close
Change
% Change
5-Aug-11
3107.01
3107.01
2973.92
2994.78
-112.23
-3.61%
8-Aug-11
2994.78
2994.78
2847
2884
-110.78
-3.70%
9-Aug-11
2884
2884
2884
2884
0
0.00%
10-Aug-11
2884
2913.13
2821.09
2821.09
-62.91
-2.18%
11-Aug-11
2821.09
2824.39
2720.21
2796.22
-24.87
-0.88%
12-Aug-11
2796.22
2850.59
2796.22
2850.59
54.37
1.94%
Tabel 2. Strait Times Index Singapura 


Date
Open
High
Low
Close
Change
% Change
5-Aug-11
4119.88
4119.88
3866.71
3921.64
-200.45
-4.86%
8-Aug-11
3920.82
3920.82
3714.92
3850.27
-71.37
-1.82%
9-Aug-11
3846.23
3873.54
3590.94
3735.12
-115.15
-2.99%
10-Aug-11
3736.04
3883.55
3736.04
3863.58
128.46
3.44%
11-Aug-11
3863.39
3871.28
3803.25
3869.36
5.78
0.15%
12-Aug-11
3868.63
3926.55
3864.42
3890.53
21.17
0.55
Tabel 3. Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia


Perlu anda ketahui bahwa waktu New York lebih lambat 11 jam dari Waktu Indonesia Barat (WIB). Jadi ketika bursa New York tutup pada tanggal 4 Agustus jam 16:00 waktu setempat, jam di Jakarta menunjukkan pukul 03:00 WIB tanggal 5 Agustus. Sedangkan Bursa Singapura buka pada jam 08:00 WIB pada hari yang sama dengan Indonesia.

Karena perbedaan waktu tersebut di atas, yang akan kita bandingkan adalah pengaruh DJIA Kamis, 4 Agustus pada STI dan IHSG Jumat, 5 Agustus; DJIA Jumat, 5 Agustus pada STI dan IHSG Senin, 8 Agustus, dan seterusnya. 

Mari kita mulai.

Hari Pertama

Tanggal 4 Agustus DJIA -4.31%; 5 Agustus STI -3.61% dan IHSG -4.86%. IHSG lebih turun 0.55% daripada DJIA menandakan IHSG lebih bearish. Tapi volatilitas IHSG biasanya lebih tinggi dari volatilitas DJIA, jadi perbedaan 0.55% ini adalah hal yang tidak significant. 

Perhatikan bahwa IHSG anjlok lebih dalam (4.86%) dibanding STI (3.61%). Ini adalah hal yang lumrah karena volatilitas IHSG memang biasanya juga lebih tinggi dari STI.


Hari Kedua 

Tanggal 5 Agustus DJIA +0.54%; 8 Agustus STI -3.70% dan IHSG -1.82%. Kenapa DJIA naik sedikit sedangkan STI dan IHSG anjlok banyak?

Bursa-bursa Asia anjlok karena perusahaan pemeringkat Standard and Poor (S&P) meng-“downgrade” hutang Amerika Serikat pada Minggu malam. Bursa New York pada hari Jumat adem-ayem karena pengumuman "downgrade" dilakukan S&P pada hari Minggu. Tapi bursa-bursa Asia sudah mengantisipasi pengaruh downgrade terhadap bursa New York yang baru akan buka pada Senin jam 20:30 WIB. Jadi pada hari Senin pagi, STI dan IHSG mendahului DJIA  duluan anjlok. 

Perhatikan bahwa STI -3.70%, jauh lebih banyak dari IHSG yang -1.82%. Dan kalau kita menjumlahkan penurunan tanggal 5 dan 8 Agustus, akumulasinya adalah sebagai berikut:

STI     = (-3.61%) + (-3.70%) = -7.31%
IHSG = (-4.86%) + (-1.82%) = -6.68%

Dari akumulasi ini anda melihat bahwa dalam dua hari STI turun lebih banyak dari IHSG (STI lebih bearish dari IHSG). 


Hari Ketiga

Tanggal 8 Agustus DJIA -5.55% karena efek downgrade S&P; 9 Agustus STI tutup libur nasional dan IHSG -2.99%.


Hari Keempat

Tanggal 9 Agustus DJIA +3.98%; 10 Agustus STI -2.18% melanjutkan turun karena hari sebelumnya tutup dan IHSG yang sudah turun hari sebelumnya, hari ini +3.44%. 

Anda bisa melihat bahwa bursa yang buka setelah libur hari sebelumnya biasanya mengikuti tren pasar hari sebelumnya. 


Hari Kelima

Tanggal 10 Agustus DJIA -4.62%; 11 Agustus STI -0.88% dan IHSG +0.15%. IHSG naik sedikit dibandingkan STI yang turun 0.88% dan DJIA yang masih parah, turun 4.62%. Di sini jelas terlihat bahwa IHSG lebih bullish dari STI dan jauh lebih bullish dari DJIA.


Hari Keenam

Tanggal 11 Agustus DJIA +3.95%; 12 Agustus STI +1.94% dan IHSG +0.55%. IHSG tidak naik banyak mengikuti DJIA dan STI karena IHSG tidak turun pada hari sebelumnya seperti bursa-bursa lain. 

Akumulasi perubahan dalam enam hari trading di atas:

DJIA = (-4.31%) + (0.54%) + (-5.55%) + (3.98%) + (-4.62%) + (3.95%) = -6.02%
STI    = (-3.61%) + (-3.70%) + (0%) + (-2.18%) + (-0.88%) + (1.94%) = -8.43%
IHSG  = (-4.86%) + (-1.82%) + (-2.99%) + (3.44%) + (0.15%) + (0.55%) = -5.54% 

Dari akumulasi naik-turun enam hari trading, anda bisa melihat bahwa IHSG turun paling sedikit dibanding DJIA dan STI. Jadi bisa disimpulkan bahwa IHSG relatif lebih bullish dari DJIA dan STI.






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]