Saturday, February 26, 2011

Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku "One Up on Wall Street" (Bagian IV)




IV. Saham Yang Harus Dihindari

Yang paling dihindari Peter Lynch adalah saham paling panas di industri terkini. Saham jenis ini memang bisa naik tinggi dalam waktu singkat tapi juga bisa ambruk seketika. Kalau anda adalah investor jangka panjang, bukan trader, lebih baik jangan menyentuh saham seperti ini.

Saya tidak mengikuti saran Peter Lynch yang ini; saya sering main saham yang lagi hot. Mengapa saya berani tidak mengindahkan saran ini?

Karena saya selalu memonitor pergerakan harga saham tersebut dan kalau posisinya sudah rugi saya langsung cut-loss. Yang saya sarankan adalah ini: jangan main saham hot sebelum anda belajar cara untuk cut-loss atau stop-loss. Untuk detilnya, silahkan baca pos “Mau Main Saham? Ingat Tiga Hal Maha Penting Ini” dan “Cara Cut-Loss Untuk Stop Kerugian Saham.”


Selain saham terpanas di industri paling ngetrend, anda juga sebaiknya menghindari saham-saham berikut:
  • The Next Something
  • Diworseification
  • The Whisper Stock
  • The Middleman


The Next Something - Anu Yang Berikut

Setelah Aqua membuktikan bahwa banyak orang rela membayar mahal untuk air minum dalam kemasan, ratusan perusahaan terjun ke industri ini. Dalam waktu singkat para pengekor bangkrut satu persatu.

Ketika bubble drink merebak di Indonesia awal 2000an, ratusan gerai menjamuri mal-mal. Coba anda perhatikan di mal sekarang, berapa gerai bubble drink yang bertahan.

Ketika personal computer IBM muncul di tahun 1980an,  ratusan perusahaan ikut terjun ke industri ini. Saking kerasnya persaingan, IBM sendiri di tahun 2000an memutuskan untuk keluar dari industri PC. Kalau raksasa seperti IBM saja sulit bertarung di industri yang ia pelopori, coba bayangkan berapa besar kemungkinan sukses seorang pendatang baru?

Jadi kalau anda tertarik membeli saham yang digembargemborkan sebagai Si Anu Yang Berikut, ingatlah apa yang terjadi dengan pengekor Aqua, pengekor IBM, dan pengekor-pengekor lainnya. Di industri yang paling hot, perusahaan pemimpin pasar saja bisa ambruk cepat, apalagi para pengekor.


Diworseification - Diperburukfikasi

Diworseification (terjemahan saya: diperburukfikasi) ini adalah plesetan Peter Lynch untuk diversifikasi. Artinya, banyak perusahaan, daripada membagikan dividen kepada pemegang saham, memilih melakukan diversifikasi (masuk ke industri berbeda baik secara langsung ataupun dengan membeli perusahaan yang sudah ada) untuk mengembangkan usaha. Masalahnya, diversifikasi ini kebanyakan bukannya menambah banyak pemasukan tetapi malah memperburuk keuangan perusahaan. Mengapa?

Dua sebab yang utama adalah: perusahaan membayar terlalu mahal untuk akuisisi dan perusahaan masuk ke bisnis yang tidak ia kuasai. Dengan membayar terlalu mahal, sangat sulit bagi perusahaan untuk mengembalikan investasinya. Perusahaan juga biasanya tidak mengerti karakteristik bisnis barunya tersebut dan memberlakukan cara yang sama dengan bisnis intinya. Cara ini hampir tidak pernah berhasil.

Coba saja anda perhatikan contoh sederhana berikut: banyak penyanyi sukses yang mencoba akting dan banyak aktor dan aktris yang mencoba menyanyi untuk menambah penghasilan mereka yang sudah besar. Mereka berpikir bahwa karena mereka adalah artis mereka dapat melakukan semua kegiatan seni. Tapi ada berapa penyanyi yang bisa berakting bagus dan ada berapa aktris yang bisa bernyanyi merdu?

Demikian juga dengan perusahaan. Perusahaan yang sukses di bisnis pertambangan hampir tidak mungkin sukses di bisnis perfilman. Perusahaan produsen mobil hampir tidak mungkin sukses menjadi pengelola mal.

Jadi kalau anda punya saham perusahaan yang melakukan diworseification, cepat-cepatlah jual saham tersebut.


The Whisper Stock

Saham Bisik-bisik dinamakan demikian karena biasanya orang membicarkannya dengan bisik-bisik.

“Saham ini akan naik pesat,” bisik Jintan, teman anda,”karena perusahaan menang tender ratusan milyar. Tapi kamu jangan bilang siapa-siapa, ya.”

Anda tergiur dengan bisikan Jintan dan langsung membeli saham tersebut saat itu juga, tanpa melakukan cek dan ricek, karena takut ketinggalan kereta. Tapi setelah anda beli saham tersebut bukannya naik, malah turun.

Intinya: jangan membeli saham berdasarkan bisikan orang.


The Middleman

Hindari saham perusahaan yang menjual produknya hanya ke satu atau dua pelanggan. Kalau pelanggan tersebut memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak pembelian, pendapatan perusahaan akan turun drastis dengan akibat harga sahamnya melorot tajam.


Anda sudah tahu saham yang layak dibeli dan juga saham yang harus dihindari. Tapi sebenarnya, apa sih yang membuat harga saham naik? Mau tahu? Silahkan lanjut baca ke “Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku ‘One Up on Wall Street’ (Bagian V).”






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

Saturday, February 19, 2011

Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku “One Up on Wall Street” (Bagian III)



III. Saham Idaman

Anda tidak akan menemukan perusahaan sempurna (alias saham idaman), kata Peter Lynch. Tapi kalau ada, perusahaan itu akan memiliki atribut-atribut positif. Tiga belas atribut terpenting adalah:

1. It Sounds Dull—or, Even Better, Ridiculous. Nama Perusahaannya Tidak Keren, atau Bahkan Menggelikan


2. It Does Something Dull. Ia Melakukan Sesuatu Yang Membosankan

Atribut 1 dan 2 membuat perusahaan itu tidak dilirik pasar dan memberi anda kesempatan membeli sahamnya dengan murah.


3. It Does Something Disagreeable. Ia Melakukan Sesuatu Yang Jorok.

Lebih baik lagi kalau perusahaan yang bisnisnya bukan hanya (kedengarannya) membosankan tapi juga jorok atau kotor atau menjijikkan. Contoh yang dipakai Peter Lynch adalah Safety-Kleen, perusahaan jasa pembersih suku cadang mobil dan jasa pembersih saluran restoran.


4. It’s a Spinoff. Ia adalah pecahan dari perusahaan induk.

Contoh dari Peter Lynch adalah “Baby Bell” (Ameritech, Bell Atlantic, Bell South, Nynex, Pacific Telesis, Southwestern Bell, dan US West) pada 1980an yang merupakan spinoff dari ATT, penyedia jasa telepon dan komunikasi. Pemilik saham ATT pada waktu itu mendapat saham Baby Bells gratis. Lima tahun setelah spinoff, saham ATT hampir tidak bergeming sedangkan saham Baby Bells naik 170% (termasuk dividen).

Saham spinoff jarang ditemukan di Indonesia. Yang saya tahu adalah Indofood CBP (ICBP) yang di spinoff dari Indofood Sukses Makmur (INDF). Tapi, sepengetahuan saya, spinoff ini dilakukan dengan menjual ICBP di IPO, bukan dengan memberi saham bonus ICBP kepada pemegang saham INDF. Harga ICBP sekarang (Feb 2011, kisaran harga 4.500an) malah masih di bawah harga IPOnya (Rp 5395).


5. The Institution Don’t Own It, and the Analysts Don’t Follow It. Saham Belum Dibeli Institusi dan Belum Diliput Analis

Saham perusahaan yang belum dibeli institusi dan belum diliput analis cenderung murah. Kalau perusahaan tersebut terus berkembang, suatu saat analis akan mulai meliput, institusi mulai membeli, dan saham akan naik.


6. The Rumors Abound: It’s Involved with Toxic Waste and/or the Mafia. Gosip Bertebaran: Ia Berhubungan dengan Limbah Beracun dan/atau Mafia.

Lagi-lagi anda dapat membeli saham perusahaan ini dengan harga relatif murah.


7. There’s Something Depressing about It. Ada Sesuatu yang Menyedihkan Tentangnya.

Contoh favorit Peter Lynch adalah Service Corporation International (SCI), perusahaan jasa pemakaman.


8. It’s a No-Growth Industry. Ia Termasuk Industri Yang Tidak Berkembang.

Industri yang berkembang pesat mengundang banyak pendatang baru mengakibatkan persaingan ketat. Perusahaan bisa bangkrut kalau tidak waspada dan kalah berkompetisi.

Tidak begitu dengan perusahaan di industry yang tidak berkembang. Karena industrinya tidak berkembang, tidak ada pendatang baru yang tertarik untuk masuk. Perusahaan dapat berkembang dengan nyaman dan aman.


9. It’s Got a Niche. Ia Memiliki Ceruk.

Ceruk ini dapat berupa hak eksklusif, hak paten, atau monopoli karena keadaan. Perusahaan farmasi memiliki ceruk hak paten obat, perusahaan tambang memiliki ceruk izin pertambangan eksklusif.


10. People Have to Keep Buying It. Orang Harus Terus Membeli Produknya.

Lebih baik membeli saham perusahaan farmasi, minuman, makanan, rokok daripada perusahaan mainan. Coba bayangkan: anda mungkin membeli satu jenis mainan cuma sekali tapi anda membeli terus-menerus obat yang sama, minuman yang sama, makanan yang sama, rokok yang sama.


11. It’s a User of Technology. Ia adalah Pemakai Teknologi.

Daripada membeli saham produsen komputer yang harus terus menerus membuat komputer yang makin canggih tapi makin murah, lebih baik anda berinvestasi pada perusahaan yang mendapat manfaat dengan memakai teknologi.


12. The Insiders Are Buyers. Orang Dalam Membeli Saham Perusahaannya.

Pada umumnya, orang dalam lebih banyak menjual saham yang mereka miliki daripada membeli. Kalau orang dalam banyak membeli saham perusahaanya sendiri, sangat mungkin mereka melakukan itu karena tahu perusahaan berprospek cerah di masa datang. Yang pasti, setidak-tidaknya perusahaan itu tidak akan bangkrut dalam waktu dekat.


13. The Company is Buying Back Shares. Perusahaan Membeli Kembali Saham di Pasar.

Membeli saham sendiri di pasar (stock buy-back) adalah cara terbaik dan termudah memberi imbalan untuk investor. Saham yang dibeli kembali akan ditarik dari peredaran yang berarti mengurangi jumlah saham yang beredar (outstanding share). Kalau laba perusahaan tetap tetapi jumlah saham beredar berkurang, keuntungan per saham (earning per share) naik. Naiknya earning per share ini akan mengerek naik harga saham perusahaan tersebut.

Alternatif dari stock buy-back adalah: meningkatkan dividen, mengembangkan produk baru, memulai usaha baru, melakukan akuisisi. Dari keempat alternative ini, meningkatkan dividen sama positifnya dengan share buy-back. Tapi sayangnya manajemen sering kali memilih mengembangkan produk baru, memulai usaha baru, atau melakukan akuisisi yang akhirnya malah memperburuk kondisi perusahaan.

Di atas adalah daftar atribut positif yang dicari Peter Lynch. Bagaimana dengan saham yang dihindarinya? Lanjut baca ke “Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku ‘One Up on Wall Street’ (Bagian IV).”






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

Saturday, February 12, 2011

Beli IPO Garuda di Book-Building, Rugi Besar

Saya selalu menganjurkan pemain saham, terutama pemula, untuk tidak memesan saham IPO saat book-building. Yang saya anjurkan adalah untuk ikut pooling IPO saham yang jatah book-buildingnya kurang dari 5%. Untuk jelasnya, silahkan baca pos “Cara Main Saham IPO untuk Pemula.”

Kalau anda mengikuti anjuran ini, anda tidak akan memesan saham Garuda Indonesia (GIAA)—baik pada saat book-building dan saat pooling—dan tidak stress melihat GIAA turun 20% pada menit-menit pertama tranksaksi di Bursa Efek Indonesia.

Mari kita telaah data IPO GIAA berikut:

Rentang Harga Book-building: Rp 750 - 1100
Harga Penawaran Umum: Rp 750
Jatah book-building: sekitar 50%
Jatah pooling: ?
Tanggal listing: 11 Februari 2011
Harga pada hari pertama: Tertinggi (Hi) 700, terendah (Lo) 580

Harga tertinggi GIAA Rp 700 hanya terjadi dalam beberapa detik awal pembukaan. Setelah itu, GIAA terjun bebas ke 580. Misalkan anda menjual di 600, kerugian dari penurunan harga adalah:

(750 - 600)/750 = 20%

Total rugi = 50% (jatah book-building) x 20%(penurunan harga) = 10%

Dalam hitungan menit, modal anda lenyap 10%.

Penurunan harga ini sudah bisa diterka sejak awal proses IPO karena pemesan book-building GIAA mendapat jatah 50%. Kalau GIAA ramai peminat, pemesan tidak akan mendapat jatah sebanyak ini.

Masalah bertambah besar ketika banyak pemesan tidak membayar pesanannya. Mengapa ini terjadi?

Saya menduga banyak investor yang membandingkan GIAA dengan Krakatau Steel (KRAS). Saat book-building KRAS, investor mendapat  jatah hampir 0%; jadi saat book-building GIAA banyak investor yang memesan jumlah besar, jauh lebih besar dari kemampuan mereka membayar.

Mengapa nekat memesan padahal duitnya tidak cukup? Investor-investor ini berasumsi mereka akan mendapat jatah kecil seperti saat book-building KRAS. Sayangnya perkiraan mereka meleset total dan GIAA memberi jatah 50%an. Karena jatah lebih besar dari kesanggupan bayar, banyak investor yang tidak membayar.

Kalau anda termasuk pemesan book-building yang tidak membayar, anda mungkin lega karena tidak menderita rugi. Tapi yang anda lakukan itu salah: anda seharusnya membayar apa yang mereka pesan. Bayangkan kalau anda adalah penjual nasi goreng tek-tek dan saya memesan sepiring. Ketika anda sedang menggoreng nasi, saya membatalkan pesanan. Apakah anda akan:

     A. Menerima pembatalan dengan legowo
     B. Marah dan memaksa saya untuk membayar
     C. Marah, tidak memaksa membayar tapi tidak akan melayani saya lagi di kemudian hari kalau tidak membayar di muka.


Ingat: kalau anda tidak memesan saham IPO saat book-building, anda tidak akan terseret melanggar etika memesan tapi tidak mau bayar.

Karena banyak pemesan book-building GIAA yang tidak mau bayar, penjamin emisi dan perusahaan sekuritas di masa mendatang sangat mungkin hanya akan menerima pesanan yang disertai pembayaran penuh.

Siapa yang menelan kerugian karena investor yang tidak bayar ini?

Jawaban: perusahaan sekuritas tempat mereka memesan. Kalau mereka memesan langsung ke penjamin emisi (underwriter), underwriter yang menanggung rugi. Kalau mereka memesan lewat perusahaan sekuritas, sekuritas tersebut yang kena getahnya karena underwriter akan memaksanya membayar sesuai pesanan.

Saturday, February 5, 2011

Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku “One Up on Wall Street” (Bagian II)

 

Slow Growers (Bertumbuh Lamban)

Perusahaan yang bertumbuh lamban biasanya adalah perusahaan besar yang mulai uzur. Mereka ini tidak berawal sebagai Slow Growers; mereka adalah perusahaan bertumbuh cepat (Fast Growers) yang pertumbuhannya melambat. Melambatnya pertumbuhan ini bisa disebabkan karena pasar produk mereka sudah jenuh, karena mereka berhenti berinovasi, atau juga karena sebab-sebab lain.

Pada akhir tahun 1990an awal tahun 2000an—saat Telkom menjadi pelopor penyedia jasa komunikasi selular melalui Telkomsel—Telkom bisa dikategorikan perusahaan yang bertumbuh menengah atau cepat. Mungkin anda masih ingat saat itu banyak orang berebut membeli kartu hand-phone karena persediaan terbatas. Saking terbatasnya, orang rela membayar jutaan rupiah hanya untuk kartu hp. Biaya sms dan percakapan hp saat itu juga sangat mahal: Rp 250 per sms dan bisa mencapai Rp 2000/menit percakapan.

Telkomsel bisa mendikte harga karena produknya sangat diminati pasar. Alhasil, perusahaan membukukan laba yang terus-menerus meningkat. Laba yang terus meningkat ini berdampak pada naiknya harga saham Telkom.

Dengan berjalannya waktu, banyak pesaing baru menggeluti bisnis komunikasi selular. Kartu hand-phone membanjiri pasar, biaya percakapan dan sms juga menjadi murah. Sekarang ini anda bisa membeli kartu hp Rp 15.000, sudah termasuk pulsa. Anda bisa ngobrol di hp sampai bibir dower dan kuping panas dengan cukup membayar Rp 2.000. Dengan ribuan perak saja anda bisa mengirim ratusan sms. Akibatnya?

Telkom berubah dari perusahaan yang bertumbuh cepat menjadi bertumbuh lamban. Anda bisa lihat sendiri bahwa harga saham Telkom dari tahun 2008 sampai 2010 naik relatif tidak banyak.

Apa yang bisa anda harapkan dari saham golongan ini?

Jangan berharap saham Slow Growers untuk naik pesat. Harga saham mereka biasanya hanya naik turun dalam kisaran tertentu. Yang bisa anda harapkan dari Slow Growers adalah dividen yang lumayan besar. (Dividen adalah bagian dari keuntungan perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham.) Karena perusahaan tidak memerlukan modal besar untuk mengekspansi bisnis, mereka memilih untuk mendistribusikan keuntungan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.

(Mengenai dividen, silahkan juga baca pos "Arti Istilah 'Dividen' Saham.")


Stalwarts (Bertumbuh menengah)

Stalwarts umumnya adalah perusahaan raksasa produsen barang konsumsi yang diperlukan banyak orang saat ekonomi baik ataupun buruk. Stalwarts ini bertumbuh mengikuti pertumbuhan ekonomi.

Saham perusahaan jenis ini bergerak dalam kisaran lebih besar dari Slow Growers. Peter Lynch menganjurkan kita untuk menjual saham Stalwarts kalau saham tersebut sudah naik 30-50%. Ia juga mengingatkan bahwa kapan anda membeli saham Stalwarts sangat menentukan besar keuntungan yang anda dapat. Kalau membeli pada saat harga rendah, anda mungkin mendapat keuntungan setelah beberapa tahun. Tapi kalau anda membeli pada waktu yang salah, sangat mungkin anda rugi beberapa tahun ke depan.

Contoh Stalwarts di Bursa Efek Indonesia saat ini adalah Unilever. Unilever memproduksi produk konsumen yang dipakai orang banyak baik pada saat kondisi ekonomi naik ataupun turun.

Awal tahun 2000an Unilever berkembang pesat dan harga sahamnya naik pesat. Sekarang penetrasi pasar produk-produk Unilever di Indonesia sudah tinggi. Perusahaan bisa berkembang dengan inovasi produk baru tetapi kontribusi setiap produk baru relatif kecil terhadap total keuntungan perusahaan. Unilever kemungkinan akan berkembang dan tumbuh seiring pertumbuhan ekonomi nasional.


Fast Growers (Bertumbuh cepat)

Ini adalah tipe favorit Peter Lynch. Fast Growers adalah perusahaan kecil, agresif, yang tumbuh  20-25% setiap tahunnya. Fast Growers ini adalah perusahaan yang sahamnya bisa naik 10-lipat, 50-lipat, atau bahkan 200-lipat.

Perusahaan yang bertumbuh cepat tidaklah harus berada di sektor industri yang tumbuh pesat. Peter Lynch lebih memilih Fast Growers di industri yang tumbuhya lambat. Mengapa? Sektor yang tumbuh pesat akan mengundang banyak pesaing. Dengan banyaknya pesaing, perusahaan beresiko bangkrut kalau kalah bersaing. Fast Growers yang terlalu agresif tanpa didukung pendanaan yang baik bisa berakhir bangkrut.

Harus anda ingat bahwa Fast Growers tidak mungkin tumbuh cepat terus-menerus; suatu saat pertumbuhannya akan melambat. Yang harus anda perhatikan adalah harga saham wajar yang anda bayar untuk perkembangannya dan mengira-ngira kapan pertumbuhan mereka akan melambat.

Saya tidak menemukan contoh Fast Growers di Bursa Efek Indonesia jadi saya akan memakai contoh perusahaan Amerika. Apple Computer di awal tahun 2000an berkembang pesat, berawal dengan produk iPod yang merevolusi industri musik. Setelah sukses dengan iPod, Apple memproduksi iPhone, telepon selular yang laris manis di seluruh dunia. Kemudian iPad—komputer touch-screen produksi Apple—melanda  dunia. Dari suksesnya produk-produk ini, saham Apple Computer naik dari US$7 pada Januari 2003 menjadi US$300 pada Desember 2010.


Cyclicals (Bersiklus)

Cyclicals adalah perusahaan yang keuntungannya naik-turun mengikuti kondisi ekonomi. Contoh Cyclicals adalah sektor industri penerbangan, industry pariwisata, industri kimia.

Mari kita lihat contoh industry penerbangan. Pada saat ekonomi baik, jumlah penumpang pesawat meningkat karena masyarakat mampu dan rela membayar mahal untuk mencapai tujuan secepat mungkin. Pesawat selalu penuh penumpang dan perusahaan menikmati keuntungan tinggi.

Ketika ekonomi terpuruk, masyarakat mengurangi perjalanan tapi perusahaan penerbangan tidak bisa langsung mengurangi biaya. Pesawat yang biasa mengangkut 160 penumpang hanya ditumpangi 40 penumpang. Perusahaan rugi besar setiap kali terbang. Tapi perusahaan juga tidak bisa serta-merta membatalkan penerbangan. Pegawai tetap harus digaji, sewa terminal dan sewa pesawat tetap harus dibayar walaupun semua penerbangan dibatalkan. Terbang rugi, tidak terbang lebih rugi lagi.

Timing is everything in cyclicals, begitu tulis Peter Lynch. Saham perusahaan bersiklus bukanlah tipe untuk dibeli-dan-pegang (buy-and-hold). Belilah kala harga saham sudah rendah serendah-rendahnya karena keterpurukan ekonomi dan juallah ketika saham naik karena ekonomi membaik.


Turnarounds (Berubah arah)

Kandidat Turnaround adalah perusahaan yang nyaris bangkrut, hampir mati tapi hidup kembali.

Saat krisis moneter Indonesia tahun 1997-1998, banyak perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta nyaris bangkrut dilit hutang dolar yang membengkak. Setelah krisis lewat, saham perusahaan-perusahaan ini naik sangat tinggi.

Contohnya, saham Astra Internasional (ASII) pernah dijual di harga Rp 200 (disesuaikan karena stock split) pada tahun 1998.  Setelah selamat dari krismon, ASII perlahan-lahan naik ke Rp 2000   pada tahun 2001, Rp 10.000an tahun 2005. Jadi, kalau anda nekat membeli ASII ketika kondisi ekonomi Indonesia hampir kiamat dan memegang ASII sampai 2005, anda menikmati kenaikan harga saham 50-lipat.

Contoh kandidat Turnarounds di Amerika sekarang adalah Citibank. Pada saat dihajar krisis Subprime Mortgage, saham Citibank turun dari US$ 40an ke US$ 1. Pemerintah Amerika menganggap Citibank terlalu besar untuk dibiarkan bangkrut. Karena itu, pemerintah Amerika menyuntikkan dana milyaran dolar untuk menstabilkan kondisi perusahaan. Sekarang saham Citibank sekitar US$ 5. Kalau kondisi makin membaik, saham Citibank mungkin bisa naik lebih tinggi lagi.


Asset Plays (Aset Terpendam)

Asset Plays adalah perusahaan yang memiliki aset terpendam yang belum diperhitungkan oleh analis pasar saham. Aset terpendam tersebut bisa berupa tanah, property, anak perusahaan yang bisa dijual mahal, dan lain-lain. Saya belum menemukan contoh Aset Terpendam di Bursa Efek Indonesia.


Hal Penting Tentang Kategori

Anda harus ingat bahwa perusahaan tidak berdiam pada satu kategori untuk selamanya. Fast Growers suatu saat akan melambat pertumbuhannya dan berubah menjadi Stalwarts (bertumbuh menengah). Ada juga Fast Growers yang berubah menjadi Cyclicals. Slow Growers mungkin gagal bersaing, nyaris bangkrut, lalu muncul kembali sebagai Turnarounds.

Misalkan saja, lagi-lagi contoh favorit saya, Apple Computer. Apple Computer adalah Fast Grower pada tahun 1980an. Karena kalah bersaing dengan komputer IBM-compatible dan tidak ada inovasi produk, Apple berubah menjadi Slow Grower di tahun 1990an; harga sahamnya hampir tidak bergeming.

Mendekati tahun 2000, Apple malah nyaris bangkrut dan memerlukan suntikan dana dari Pangeran Al-Waleed bin Talal—investor handal asal Arab Saudi. Awal 2000an setelah Steve Jobs—pendiri Apple computer—kembali memegang kembali pucuk pimpinan, Apple berubah kategori lagi dari Turnaround menjadi Fast Grower sampai sekarang ini. Pada tahun 2010, Apple Computer berhasil menjadi perusahaan teknologi berkapitalisasi terbesar di dunia. 


Mengerti tetang kategori suatu saham adalah langkah awal memilih saham. Langkah berikut adalah meneliti perusahaan dengan lebih detil untuk menerka prospek perusahaan. Bagaimana caranya? Lanjut baca ke “Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku ‘One Up on Wall Street’ (Bagian III).”






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]