Saturday, January 29, 2011

Keunggulan Cut-Loss Metode Nominal Dibanding Metode Persentase

Sebelum membaca pos ini, anda sebaiknya membaca dulu pos "Mau Main Saham? Ingat Tiga Hal Maha Penting Ini" dan juga pos "Cara Cut-Loss Untuk Stop Kerugian Saham."

Cut-loss metode nominal lebih ruwet dari metode persentase karena kita mempertimbangkan volatilitas saham. Dengan mempertimbangkan volatilitas, anda memberi ruang gerak turun sesuai volatilitas saham supaya tidak terkecoh cut-loss tetapi beberapa saat kemudian saham berbalik naik lagi. Tapi metode ini ada kelebihan lain yang lebih penting.

Mari kita lihat ilustrasi berikut.

Misalkan modal anda Rp 100 juta dan anda memakai cut-loss metode persentase  10% untuk semua saham. Anda lalu membeli saham TLKM sejumlah Rp 20 juta dan saham BHIT sejumlah Rp 40 juta. Beberapa hari kemudian, TLKM naik 5% (anda untung Rp 1 juta) tapi sialnya BHIT turun 10% dan anda harus cut-loss (rugi Rp 4 juta). Anda untung 1 kali dan rugi 1 kali; totalnya anda rugi Rp 3 juta.

Misalkan setelah menjual TLKM dan BHIT, lalu anda membeli ASII sejumlah Rp 20 juta, BBRI sejumlah Rp 20 juta, dan JPRS sejumlah Rp 40 juta. Beberapa hari kemudian, ASII naik 5% (untung Rp 1 juta), BBRI naik 5% (untung Rp 1 juta), tapi JPRS turun 10% dan anda harus cut-loss (rugi Rp 4 juta). Anda untung 2 kali dan rugi 1 kali, tapi secara total masih rugi Rp 2 juta.

Melihat contoh di atas, dari 5 kali main saham dengan cut-loss metode persentase, anda untung 3 kali, rugi 2 kali tapi dalam nominal Rupiah anda malah rugi Rp 5 juta.

Kalau anda memakai metode cut-loss nominal yang sudah mempertimbangkan volatilitas, jumlah nominal saham yang boleh anda beli tergantung volatilitas masing-masing saham. Kalau misalkan anda menentukan volatilitas BHIT (yang anda klasifikasikan sebagai saham golongan B) adalah 2 kali TLKM (saham golongan A), berarti anda boleh beli BHIT hanya sebanyak setengah nominal TLKM. Jadi kalau anda beli sejumlah TLKM Rp 40 juta, berarti anda hanya boleh beli BHIT Rp 20 juta.

Misalkan beberapa hari kemudian kasusnya sama seperti di atas: TLKM naik 5% (untung Rp 2 juta) dan BHIT turun 10% (rugi Rp 2 juta). Anda untung 1 kali dan rugi 1 kali dan total kerugian anda adalah nol.

Misalkan juga setelah menjual TLKM dan BHIT, anda lalu membeli ASII (golongan A) sejumlah Rp 40 juta, BBRI (golongan A) Rp 40 juta, dan JPRS (golongan B) sejumlah Rp 20 juta. Misalkan juga beberapa hari kemudian kasusnya sama juga seperti di atas: ASII naik 5% (untung Rp 2 juta), BBRI naik 5% (untung Rp 2 juta), tapi JPRS turun 10% dan anda harus cut-loss (rugi Rp 2 juta). Anda untung 2 kali dan rugi 1 kali; kalau ditotal anda untung Rp 2 juta.

Dari 5 kali main saham dengan metode cut-loss nominal, anda untung 3 kali, rugi 2 kali, dan dalam nominal Rupiah anda untung Rp 2 juta.

Anda bisa bandingkan sendiri: tanpa mempertimbangkan volatilitas, walaupun anda untung 3 kali dan rugi hanya 2 kali, dalam nominal Rupiah anda bisa tetap rugi karena ketika anda benar untungnya kecil sedangkan ketika salah ruginya besar. Dengan mempertimbangkan volatilitas, kalau anda untung 3 kali dan rugi 2 kali, anda tetap mendapat untung karena keuntungan dari yang benar kira-kira sebanding dengan kerugian dari yang salah.

Memang kalau BHIT yang naik dan TLKM yang turun, dengan metode persentase anda untung lebih besar. Inilah yang kita namakan volatilitas. Dalam metode nominal, kerugiannya tetap nol. Dengan mempertimbangkan volatilitas, kita mengatur agar potensial kerugian dari setiap saham kira-kira sama nominalnya.

Ingat: kalau cara yang lebih rumit tidak ada kelebihannya, pakailah cara yang lebih sederhana.








Pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

Friday, January 28, 2011

Harga Penawaran IPO Garuda Rp 750, Apa Artinya?

Harga Penawaran Umum IPO adalah harga yang harus dibayar oleh semua pemesan saham IPO tersebut, baik pemesan di book-building ataupun di pooling.

Harga Penawaran Umum ini ditentukan penjamin emisi (underwriter) setelah mempertimbangkan hasil book-building saham tersebut. Kalau peminat book-building banyak, harga ditentukan di batas atas dan pemesan mendapat jatah sedikit. Kalau peminat book-building sedikit, harga ditentukan di batas bawah dan pemesan mungkin mendapat jatah banyak. Untuk mengetahui dengan jelas arti book-building, silahkan baca pos "Arti Istilah Book-Building IPO Saham di Bursa Efek Indonesia."

Pada kasus IPO Garuda Indonesia, harga penawaran ditetapkan di Rp 750 yang merupakan batas bawah kisaran harga book-building antara Rp 750 - 1100. Apa artinya?

Logika sederhana mengatakan bahwa saham Garuda sepi peminatnya, makanya harga ditentukan di batas bawah. Apalagi terbersit berita Garuda mengurangi jumlah saham yang ditawarkan. Kalau barang laku keras, biasanya persediaan/supply malah ditambah bukan dikurangi. Kalau supply dikurangi, logika mengatakan bahwa barang tidak laku.

Bukti tambahan bahwa saham Garuda sepi peminat: investor mendapat jatah pemesanan book-building sekitar 50%. Kalau peminat banyak, investor biasanya hanya kebagian jatah book-building kurang dari 1% yang dipesan. Pada saat book-building Krakatau Steel, malahan banyak investor yang tidak mendapatkan jatah book-building sama sekali.

Apa arti semua ini untuk pemain saham?

Kalau anda membeli barang yang sepi peminat, anda akan sulit menjual kembali barang tersebut kepada orang lain. Pada kasus saham, kalau kebanyakan investor sudah mendapat jatah banyak pada saat book-building dan pooling, kecil kemungkinan investor memborong saham tersebut pada saat saham diperdagangkan di bursa. Dengan memakai logika ini, kemungkinan besar saham Garuda sulit naik pesat pada hari listing, malahan jauh lebih mungkin untuk turun.

Saya tidak mengatakan bahwa saham Garuda akan turun pada saat listing. Saya jujur tidak tahu. Tapi sebagai pedagang saham, saya hanya tertarik membeli saham yang banyak peminatnya supaya saya bisa menjual saham tersebut dengan mudah di harga lebih tinggi. Kalau ada indikasi awal bahwa IPO saham sepi peminat, untuk apa saya ambil resiko membeli saham tersebut?

Karena alasan di atas, saya selalu memperingatkan pemula main saham untuk TIDAK ikut book-building saham IPO dan hanya ikut pooling IPO saham yang jatah book-buildingnya kurang dari 5%. Kalau anda TIDAK mengikuti kaidah ini, sangat mungkin anda akan rugi. Kalau anda mengikuti kaidah ini pun, masih ada resiko rugi. Silahkan baca pos "Cara Main Saham IPO Untuk Pemula," "Main Saham IPO Tidak Berarti Pasti Untung" dan "Beli Saham IPO di Book-Building Bisa Rugi Besar."

Mungkin anda mengatakan bahwa anda adalah investor jangka panjang dan tidak peduli apakah saham IPO yang anda beli akan turun pada saat listing. Menurut saya ini logika bodoh. Mengapa? Karena kalau saham turun pada saat diperdagangkan, anda bisa membeli saham tersebut di harga lebih murah dari harga IPO. Kalau bisa membayar murah untuk barang yang sama, kenapa mau membayar mahal?

Ketika bermain saham, anda harus mempertimbangkan risk-reward ratio, rasio resiko-pahala. Kalau resiko besar tetapi pahalanya kecil, buat apa coba-coba?






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Saturday, January 22, 2011

Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku “One Up on Wall Street” (Bagian I)

Pos ini adalah lanjutan dari "Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch 'One Up on Wall Street' (Bagian II)."

Hendak membaca pos ini dari awal? Silahkan klik di sini "Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch 'One Up on Wall Street' (Bagian I)."

B. Memilih Pemenang



Bagian ke dua dari buku "One Up on Wall Street" membahas tentang Picking Winners, Memilih Pemenang.

Pada bagian ini Peter Lynch mendiskusikan cara menemukan saham yang menjanjikan, bagaimana cara mengevaluasi apa yang layak anda harapkan dari enam kategori saham. Lalu ia menerangkan karakteristik perusahaan yang ia minati, karakteristik perusahaan yang ia hindari, pentingnya laba bagi suksesnya suatu saham, pertanyaan yang harus diajukan saat menyelidiki suatu saham, bagaimana memonitor perkembangan suatu saham, dan bagaimana mengevaluasi tolok-ukur seperti price earning ratio (rasio harga terhadap laba), profit margin (margin keuntungan), book value (nilai buku), dividend, dan lain-lain.

Mari kita mulai.


I. Mengintai Calon Sepuluhlipat (Tenbagger)

Cara terbaik, menurut Peter Lynch, untuk mencari saham yang dapat naik sepuluh kali lipat—atau tenbagger, istilah favorit Peter Lynch—adalah dengan melihat sekeliling anda. Anda bisa mulai dari dalam rumah, dalam kantor, atau kala anda jalan-jalan ke mal.

Misalkan anda mulai memperhatikan rumah anda dan isinya. Di garasi, anda melihat mobil Toyota Avanza. Selama ini anda puas dengan kualitas Avanza dan juga puas dengan pelayanan purna jualnya. Anda juga melihat bahwa banyak Avanza bersliweran di jalan, menandakan bahwa mobil tersebut laku di pasaran. Setelah anda menyelidiki lebih lanjut, anda tahu bahwa Toyota Avanza di Indonesia diproduksi oleh Astra International Tbk, perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Produk Astra International (ASII) laku di pasar; mungkin sahamnya juga layak dibeli?

Selagi memikirkan ASII, anda bersiap-siap untuk mandi sambil menggaruk kepala anda yang gatal penuh ketombe. "Ah, ketombe sialan," anda marah-marah dalam hati. "Untung ada shampo Clear."

Menuang Clear ke telapak tangan, anda melihat di kemasan bahwa Clear adalah produksi PT Unilever Tbk. "Tbk?" anda tersentak. "Berarti Unilever adalah juga perusahan Terbuka yang sahamnya dijual di bursa?" Anda suka produk Unilever; mungkin saham Unilever juga layak dibeli?

Sebelum saya diskusikan lebih lanjut, perlu saya ingatkan bahwa konsep yang dijabarkan Peter Lynch di sini belum tentu bisa diaplikasikan pada saham-saham di Indonesia. Bukan karena konsep itu salah, tetapi lebih karena tidak banyak saham-saham di Indonesia berhubungan langsung dengan harkat hidup orang banyak: perusahaan yang menurut anda bagus, belum tentu sudah menjadi perusahaan terbuka.

Konsep ini lebih cocok untuk berinvestasi di bursa Amerika yang mana banyak perusahaan terbuka di sana yang produk-produknya berhubungan langsung dengan harkat hidup orang banyak.

Selesai mandi, anda memanggil putri anda, Fitria. "Fitri, sini tolong pijitin papa sebentar."

"Tunggu bentar, Pa," jawab Fitri tanpa menolehkan mata dari iPad di tangannya. "Lagi tanggung nih main gamenya."

Sejak anda belikan iPad, si Fitri yang biasanya tiap sore rajin memijit anda setelah anda pulang kantor, lebih memilih menghabiskan waktu main game. Udah gitu, tiap minggu ia minta dibelikan game baru di iTunes Store, toko online Apple Inc. yang menjual piranti lunak untuk iPad. "iPad sialan," anda menggerutu. "Bikin anak gua main game melulu. Ngabisin duit lagi."


Tiba-tiba anda mendapat ide,"Siapa tahu Apple, produsen iPad, juga adalah perusahaan terbuka?"

Anda menyalakan computer iMac anda dan mencari di Google. Betul, Apple Computer adalah perusahaan terbuka dan sahamnya dijual di bursa Amerika. Sambil melihat-lihat data Apple, anda juga jadi tahu bahwa Google sudah menjual sahamnya di Amerika. Mungkin ada baiknya saya beli saham Apple dan Google? begitu pikir anda.

Setelah anda tahu tertarik kepada Astra International, Unilever, Apple Computer, Google yang ternyata adalah perusahaan terbuka, apakah anda harus langsung membeli saham-saham ini?

Jangan. Bukan begitu caranya.

Anda mencari calon-calon saham yang menjanjikan dengan melihat sekeliling anda, tapi setelah itu anda harus terlebih dulu melakukan riset sebelum membeli saham perusahaan-perusahaan tersebut. Investing without research is like playing stud poker and never looking at the cards, begitu kata Peter Lynch. Berinvestasi tanpa riset adalah seperti bermain poker dan tidak pernah melihat kartu anda. Bagaimana mungkin anda menang main kartu tanpa tahu kartu anda? Demikian juga, bagaimana mungkin anda untung main saham kalau anda tidak meriset perusahaan yang sahamnya akan anda beli?

 

II. Enam Kategori Perusahaan

Setelah anda mendapat ide perusahaan yang sahamnya menjanjikan karena anda menyukai produknya, anda harus terlebih dahulu mencari tahu: seberapa besar pengaruh produk tersebut terhadap potensi keuntungan perusahaan?

Artinya begini. Setelah anda tertarik dengan saham Unilever karena shampo Clear, anda harus menyelidiki seberapa besar pengaruh produk ini terhadap keuntungan total Unilever. Setelah meluangkan sedikit waktu untuk riset, anda tahu bahwa Unilever menjual banyak produk. Deterjen Rinso, pasta gigi Pepsodent, shampo Sunsilk, lotion Citra, kosmetik Ponds, kecap Bango, es krim Walls. Ini semua adalah produk Unilever. Jadi, walaupun anda memakai puluhan botol Clear setiap bulannya, dan walaupun anda juga yakin banyak orang lain yang memakai shampo tersebut, Clear hanyalah bagian sangat kecil dari produk Unilever dan tidak berdampak besar pada total keuntungan perusahaan.

Jauh lebih baik adalah untuk membeli saham perusahaan di mana sukses satu produknya berpengaruh besar terhadap keuntungan perusahaan. Contohnya adalah Apple Inc. Apple menjual jutaan iPad—yang harganya jutaan rupiah—setiap bulannya dan penjualan ini berkontribusi sangat besar terhadap keuntungan total Apple.

Alasan di atas adalah sebab utama Peter Lynch menganjurkan anda untuk mengkategorikan saham pilihan anda sebelum anda melakukan tindakan lebih lanjut. Keenam kategori tersebut adalah:

  • Slow Growers (Bertumbuh lamban)
  • Stalwarts (Bertumbuh menengah)
  • Fast Growers (Bertumbuh cepat)
  • Cyclicals (Bersiklus)
  • Turnarounds (Berubah arah)
  • Asset Plays (Aset Terpendam)
Mau tahu perbedaan keenam kategori ini? Silahkan lanjutkan baca di pos "Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku 'One Up on Wall Street' (Bagian II)."






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

    Wednesday, January 19, 2011

    Arti Istilah Book-Building Saham IPO di Bursa Efek Indonesia

    Book-building adalah proses penjamin emisi (underwriter) saham menentukan harga jual dengan melihat minat beli dari institusi dan investor. 

    Proses book-building saham IPO di Bursa Efek Indonesia kira-kira begini: Pertama-tama, penjamin emisi mengumumkan rentang harga book-building saham tersebut, misalnya antara Rp 750 - 1100 untuk saham Garuda Indonesia.

    Langkah berikutnya, penjamin emisi mengumpulkan pernyataan minat beli dari semua calon investor. Dalam pernyataan ini investor menyebut berapa jumlah saham yang dipesan dan di harga berapa. Harga ini harus di dalam rentang harga yang sudah ditentukan penjamin emisi. Untuk kasus Garuda Indonesia, investor hanya boleh memasukkan harga antara Rp 750 - 1100.

    Investor yang sangat berminat mendapatkan jatah saham sebanyak mungkin akan memasukkan minat beli (bid) di harga batas atas. Kalau banyak investor memasukkan harga bid tinggi, investor yang memasukkan harga rendah kemungkinan tidak akan mendapat jatah. Inilah sebabnya kebanyakan investor book-building memasukkan bid di harga atas.

    Tindakan melakukan bid di harga tinggi beresiko rugi besar kalau si investor tidak tahu besar animo pasar terhadap saham tersebut. Artinya begini: kalau investor memasukkan bid harga tinggi padahal saham tersebut sepi peminatnya, si investor akan mendapat banyak jatah saham yang tidak diminati orang lain. Alhasil, harga saham akan turun waktu diperdagangkan di bursa dan si investor rugi besar. Inilah sebabnya saya menganjurkan pemula main saham untuk TIDAK memesan saham melalui prosess book-building. Silahkan baca pos "Cara Main Saham IPO Untuk Pemula."

    Setelah mengumpulkan semua minat beli, penjamin emisi lalu menentukan harga optimum di mana saham itu akan laku. Kalau peminat banyak, harga ditentukan di batas atas dan pemesan mendapat jatah sedikit. Kalau peminat sedikit, harga ditentukan di batas bawah dan pemesan mungkin mendapat jatah banyak.

    Harga yang ditentukan ini disebut harga penawaran umum. Semua investor membayar harga penawaran umum ini untuk jatah saham yang didapat.







    Pos yang berhubungan:
    [Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

    Saturday, January 15, 2011

    Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch “One Up on Wall Street” (Bagian II)

    Pos ini adalah lanjutan dari "Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch 'One Up on Wall Street' (Bagian I)."


    3. Apakah anda punya kemampuan untuk sukses berinvestasi saham?

    Ini, menurut Peter Lynch, adalah pertanyaan terpenting. Daftar kemampuan tersebut harus termasuk kesabaran (patience), percaya diri (self-reliance), akal sehat (common sense), toleransi rasa sakit (tolerance for pain), pandangan luas (open-mindedness), ketidak-berpihakan (detachment), kegigihan (persistence), kerendahan hati (humility), fleksibilitas (flexibility), kemauan melakukan riset sendiri (a willingness to do indepent research), kemauan untuk mengakui kesalahan (a willingness to admit to mistakes), dan kemampuan mengabaikan kepanikan masyarakat umum (ability to ignore general panic).

    Mengenai IQ, investor yang sukses umumnya mempunyai IQ di atas 10% IQ terendah dan di bawah 3% IQ tertinggi. Artinya, kalau anda tidak idiot, anda bisa sukses investasi saham. Sebaiknya juga anda bukan seorang jenius karena jenius biasanya berpikir terlalu rumit dan merasa lebih pintar dari pasar yang akhirnya membuat ia menuai kerugian.

    Yang tidak kalah penting adalah kemampuan untuk membuat keputusan tanpa informasi yang lengkap. Kalau anda menunggu informasi lengkap sebelum beraksi, kemungkinan besar anda sudah terlambat: begitu anda beli, harga saham malah bergerak turun.

    Nah, cobalah anda mengevaluasi diri sendiri apakah anda punya kemampuan dasar untuk berinvestasi saham. Ingat, tidak semua orang layak main saham, sama seperti tidak semua orang layak jadi penyanyi. Banyak orang yang suaranya parau sember seperti kaset rusak tapi bersikeras mau jadi penyanyi hanya karena melihat penyanyi banyak duitnya atau banyak pacarnya.

    Kalau anda memang tidak mampu, jangan memaksa diri. Kemauan tanpa kemampuan menuai kekecewaan. Kalau anda tidak cocok main saham, jangan berkecil hati. Masih banyak pekerjaan atau sumber penghasilan lain yang bisa anda coba.


    Apakah Sekarang Saat Tepat Untuk Membeli Saham? Jangan Tanya

    Apapun kondisi pasar saat ini, pemain saham selalu mempersiapkan diri untuk kejadian terakhir, bukan apa yang akan terjadi kemudian. Kalau bursa sudah turun drastis, investor mengantisipasi bursa turun lebih dalam lagi. Kalau saham naik fantastis, investor berharap saham tersebut akan terus-menerus naik lagi. Masalahnya, apa yang terjadi berikut biasanya tidak sama dengan kejadian terakhir.

    "I don't believe in predicting markets," kata Peter Lynch. "I believe in buying great companies—especially companies that are undervalued, and/or underappreciated." Saya tidak berusaha memprediksi arah pasar. Saya berusaha membeli perusahaan yang bagus—terutama perusahaan yang bervaluasi rendah dan/atau kurang diperhatikan, begitu kira-kira terjemahannya.

    Peter Lynch berpendapat bahwa walaupun ia tidak dapat memprediksi arah harga saham dalam jangka pendek (di bawah satu tahun), ia yakin bahwa dalam jangka panjang (dengan bingkai waktu tahunan), harga saham perusahaan yang bagus akan naik.

    Saya tidak sepenuhnya setuju dengan pandangan ini. Memang saya akui, berusaha memprediksi arah pasar atau harga saham satu tahun dari sekarang adalah usaha yang sia-sia. Tapi saya percaya ada cara untuk mengira-ngira kecenderungan arah pasar, apakah akan naik atau turun dalam waktu dekat (harian atau mingguan). Ini adalah salah satu contoh lagi bahwa anda jangan menelan bulat-bulat semua saran dari pakar karena saran itu belum tentu cocok untuk anda. Untuk jelasnya, silahkan baca pos "Investasi Saham atau Trading Saham, Mana Lebih Baik?" 



    Berikut ini adalah poin-poin terpenting dari bagian A. Preparing to Invest/Persiapan Untuk Berinvestasi:

    • Don't overestimate the skill and wisdom of professionals. Jangan  terlalu percaya pada kemampuan dan kebijaksanan para profesional.
    • Take advantage of what you already know. Manfaatkan apa yang sudah anda ketahui.
    • Look for opportunities that haven't yet been discovered and certified by Wall Street—companies that are "off the radar scope." Cari kesempatan yang belum dilirik pemain saham—perusahaan yang "belum terdeteksi radar."
    • Invest in a house before you invest in a stock. Belilah rumah sebelum anda berinvestasi saham.
    • Invest in companies, not in the stock market. Lakukan investasi pada perusahaan, bukan pada bursa saham.
    • Ignore short-term fluctuations. Abaikan fluktuasi jangka-pendek.
    • Large profits can be made in common stocks. Keuntungan besar bisa didapat dari saham.
    • Large losses can be made in common stocks. Kerugian besar bisa didapat dari saham.
    • Predicting the economy is futile. Memprediksi ekonomi adalah usaha sia-sia.
    • Predicting the short-term direction of the stock market is futile. Memprediksi arah jangka pendek dari bursa saham adalah usaha sia-sia.
    • The long-term returns from stocks are both relatively predictable and also far superior to the long-term returns from bonds. Imbal hasi jangka-panjang dari saham relatif bisa diprediksi dan lebih tinggi dari imbal hasil jangka-panjang dari obligasi, atau kalau untuk masyarakat Indonesia, lebih tinggi dari imbal hasil deposito di bank.
    • Keeping up with a company in which you own stock is like playing an endless stud-poker hand. Mengikuti perkembangan perusahaan yang sahamnya anda beli adalah seperti main poker berkesinambungan.
    • Common stocks aren't for everyone, nor even for all phases of a person's life. Main saham belum tentu cocok untuk semua orang, dan juga belum tentu cocok untuk semua tahap kehidupan seseorang.
    • The average person is exposed to interesting local companies and products years before the professionals. Orang biasa sudah tahu tentang perusahaan atau produk menarik bertahun-tahun sebelum hal tersebut diketahui oleh professional.
    • Having an edge will help you make money in stocks. Mempunyai kelebihan akan membantu anda mendapat untung dari saham.
    • In the stock market, one in the hand is worth ten in the bush. Di bursa saham, satu yang tergenggam di tangan jauh lebih berharga dari sepuluh yang masih berkeliaran.

    Mau tahu cara Peter Lynch menyeleksi saham-saham yang layak dibeli? Silahkan lanjutkan baca ke pos "Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku 'One Up on Wall Street' (Bagian I)."







    Pos-pos yang berhubungan:
    [Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

    Thursday, January 13, 2011

    Satu Lagi Contoh Beli/Main Saham IPO Bisa Rugi

    Pada pos "Cara Main Saham IPO untuk Pemula" saya menganjurkan anda untuk tidak ikut book-building dan hanya ikut pooling IPO yang jatah book-buildingnya kurang dari 5%. Walaupun anda mengikuti kaidah ini, tidak berarti saham IPO tersebut tidak berpotensi rugi. Oleh karena itulah saya selalu mewanti-wanti agar anda menentukan titik/harga cut-loss untuk menjual saham kalau saham tersebut turun terus.

    Contoh terkini adalah saham Martina Berto (MBTO). Mari kita pelajari bersama.

    Data IPO MBTO adalah sebagai berikut:

    Rentang Harga Book-Building: Rp 650 - 850
    Harga Penawaran: Rp 740
    Jatah book-building: kurang dari 5%
    Jatah pooling: sekitar 1%
    Tanggal listing: 13 Januari 201
    Harga pada hari pertama: Tertinggi (Hi) 800, terendah (Lo) 650

    Mari kita menghitung potensi kerugian saham MBTO.

    Pada hari pertama transaksi, kejadian di harga 750 – 800 relatif sedikit dan hanya terjadi dalam dua menit pertama transaksi, jadi kalaupun anda langsung menjual kemungkinan terjual di harga 740.

    Jadi kalau anda langsung menjual saat saham diperdagangkan, kemungkinan anda hanya impas dan masih rugi biaya transaksi. (Saya sendiri cut-loss saham MBTO di 720.)

    Itu kalau anda cepat menjual di pagi hari. Kalau anda menjual di sore hari, sebelum pasar tutup, di harga 650, anda akan merugi.

    Rugi dari penurunan harga:    (740-650) /740 = 12%

    Total rugi = 1% (jatah pooling) x % 12%(penurunan harga) = 0.12%

    Jadi kalau anda ikut pooling Rp 100 juta, anda mendapat jatah pooling Rp 1 juta dan rugi Rp 120.000.

    Walau anda sudah mengikuti kaidah membeli IPO yang saya sarankan pun, kemungkinan rugi selalu ada. Tidak ada spekulasi yang sama sekali tidak beresiko rugi. Maka dari itu, selalu tentukan titik cut-loss sebelum saham mulai diperdagangkan. Bila saham turun, anda harus menjual di harga cut-loss/stop-loss yang sudah anda tentukan untuk menghentikan kerugian lebih lanjut.

    Ingat: main saham IPO tidak berarti pasti untung; ada kalanya juga anda akan rugi.







    Pos yang berhubungan:
    [Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

    Wednesday, January 12, 2011

    Beli Saham IPO di Book-Building Bisa Rugi Besar

    Pada pos "Cara Main Saham IPO untuk Pemula" saya menganjurkan anda untuk tidak ikut book-building dan hanya ikut pooling IPO yang jatah book-buildingnya kurang dari 5%. Apa resikonya kalau anda tidak mematuhi kaidah ini?

    Kalau anda ikut book-building tanpa mengetahui prospek emiten, anda bisa rugi relatif besar, seperti yang terjadi kalau anda membeli saham IPO Megapolitan Developments (EMDE). Mari kita telusuri bersama.

    Data IPO EMDE adalah sebagai berikut:

    Rentang Harga Book-Building: Rp 150 - 250
    Harga Penawaran: Rp 250
    Jatah book-building: di atas 50%
    Jatah pooling: sekitar 7%
    Tanggal listing: 12 Januari 201
    Harga pada hari pertama: Tertinggi (Hi) 265, terendah (Lo) 195

    Mari kita menghitung potensi kerugian saham EMDE.

    Pada hari pertama transaksi, kejadian di harga 255 – 265 relatif sedikit dan hanya terjadi dalam waktu singkat, jadi kalaupun anda langsung menjual kemungkinan terjual di harga 250.

    Jadi kalau anda langsung menjual saat saham diperdagangkan, kemungkinana besar anda impas dan masih rugi biaya transaksi.

    Itu kalau anda cepat menjual di pagi hari. Kalau anda menjual di sore hari di harga 210, anda akan merugi.

    Rugi dari penurunan harga:    (250-210) /250 = 16%

    Kalau anda ikut book-building:

    Total rugi = 50% (jatah book-building) x 16% (penurunan harga) = 8%

    Kalau anda ikut pooling:

    Total rugi = 7% (jatah pooling) x 16% (penurunan harga) = 1.12%

    Jadi kalau anda ikut book-building Rp 100 juta, anda rugi Rp 8 juta; kalau anda ikut pooling Rp 100juta, anda rugi Rp 1.120.000.

    Anda bisa lihat sendiri bahwa ikut book-building beresiko besar. Ketika anda mendapat jatah banyak, harga saham kemungkinan besar akan turun pada hari listing. Itulah sebabnya saya menganjurkan pemain saham untuk TIDAK membeli saham IPO pada waktu book-building. Ikutilah cara yang aman: ikut pooling IPO kalau jatah book-building kurang dari 5%. Memang, potensi keuntungan kecil, tapi potensi rugi juga kecil.

    Walau anda sudah mengikuti kaidah membeli IPO yang benar pun, kemungkinan rugi selalu ada. Maka dari itu, selalu tentukan titik cut-loss sebelum perdagangan saham dimulai.







    Pos yang berhubungan:
    [Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

    Saturday, January 8, 2011

    Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch “One Up on Wall Street” (Bagian I)

    Bila anda bertanya buku apa yang perlu dibaca investor saham, kemungkinan anda disarankan membaca The Intelligent Investor karya Benjamin Graham, buku yang dipuji Warren Buffet sebagai "buku terbaik tentang investasi yang pernah ditulis." Tapi menurut saya buku ini, eh…, membosankan, susah dimengerti, dan tidak enak dibaca. Saya saja yang seorang kutu buku, perlu berjuang keras untuk menyelesaikan buku ini.

    Walau saya akui buku itu bagus isinya, saya yakin tidak banyak orang sanggup membacanya sampai selesai. Karena alasan ini, saya menyarankan peminat investasi saham untuk membaca buku One Up on Wall Street karya Peter Lynch. Buku ini
    buku pertama investasi saham yang saya bacamudah dimengerti, enak dibaca, dan penuh dengan tips-tips yang sangat bermanfaat.

    Figure 1. Cover buku Peter Lynch One Up On Wall Street

    Mungkin anda bertanya, siapa itu Peter Lynch?

    Peter Lynch adalah manajer investasi (fund manager) Fidelity Magellan, reksa dana dengan asset terbesar di tahun 1990an. (Fidelity sampai sekarang masih merupakan salah satu raksasa reksa dana di Amerika.) Pada waktu itu, Peter Lynch mungkin lebih terkenal dari Warren Buffet karena ada ratusan ribu orang menanamkan modal di Fidelity Magellan dan menikmati imbal-hasil (return) yang spektakuler. Investor yang memasukkan dana US$10,000 pada tahun 1977, tahun pertama Peter Lynch mengelola Magellan, akan melihat dana tersebut berkembang menjadi US$190,000 sepuluh tahun kemudian. Sembilan belas kali lipat dalam sepuluh tahun. Ini prestasi yang sangat luar biasa!

    Saya kagum dengan Peter Lynch bukan hanya karena imbal-hasil yang luar biasa ini. Saya kagum karena ia—sebagai manajer investasi yang mengelola dana milyaran dolar—dapat menulis buku yang sarat dengan kiat-kiat investasi saham yang dapat dilakukan orang awam yang bermodal pas-pasan. Ia tidak memberi tips yang hanya dapat dilakukan manajer investasi bermodal besar dan didukung analis-analis bergaji tinggi. Ia memberi saran dari kaca mata investor, bukan dari kaca mata manajer investasi. How to use what you already know to make money in the market, tertera di bawah judul buku tersebut. Bagaimana menggunakan apa yang sudah anda tahu untuk mendapat untung dari bursa.

    Walaupun saran Peter Lynch tidak semuanya cocok untuk saya, saya merasa setiap pemain saham, investor ataupun trader, di Indonesia, China, Amerika, Eropa, Jepang, di manapun! perlu membaca buku ini. Sayangnya, setahu saya tidak ada edisi bahasa Indonesia buku ini.

    Kalau anda kurang paham bahasa Inggris atau tidak hobi membaca buku, jangan khawatir. Pada pos ini saya akan membahas intisari One Up on Wall Street yang saya bumbukan komentar supaya mudah dimengerti pembaca, khususnya pembaca Indonesia.

    Peter Lynch membagi bukunya menjadi tiga bagian:

         A. Preparing to Invest. Persiapan untuk Berinvestasi.
         B. Picking Winners. Memilih Pemenang.
         C. The Long-Term View. Pandangan Jangka Panjang.

    Sebelum menulis lebih lanjut, Peter Lynch pada Bab Pendahuluan mengatakan bahwa ada satu hal utama yang perlu anda ketahui: Jangan mengikuti mentah-mentah saran para profesional!


    Jangan langsung percaya saran pakar ekonomi, jangan langsung mengikuti saran analis saham, jangan menelan bulat-bulat saran saya di blog ini, jangan pula langsung membeli saham rekomendasi Peter Lynch. Mengapa?

    Setidaknya ada tiga alasan mengapa sebaiknya anda mengabaikan rekomendasi saham dari para pakar:
    1. Mereka mungkin salah!
    2. Kalaupun mereka benar, anda tidak pernah tahu kapan mereka berubah pikiran dan menjual saham yang direkomendasi tersebut.
    3. Anda punya sumber informasi lebih baik, dan sumber itu ada di sekeliling anda.
     Nah, kalau Peter Lynch—yang sudah terbukti sebagai pakar sahammenyarankan anda untuk mengabaikan sarannya, tidakkah sebaiknya kita juga mengabaikan saran dari "pakar-pakar" saham musiman yang tumbuh subur seperti benalu di musim hujan?

    Banyak orang, dengan bermodal membaca beberapa buku investasi dan baru tiga atau empat tahun berkecimpung di bursa saham, memproklamirkan diri sebagai pakar saham yang sudah menemukan rahasia menjadi kaya dari saham (atau options, atau forex, atau commodity). Lalu mereka menulis buku dan mengadakan seminar untuk mengajarkan anda rahasia tersebut. Masuk akalkah?

    Kalau mereka sudah tahu rahasia mendapat untung terus dari saham, tentu mereka sudah terlalu sibuk mendulang uang dari bursa. Kenapa harus menghabiskan waktu mengais uang dari seminar atau menjual buku? Demi passive-income? Mengapa mereka begitu serakahnya masih mencari passive-income sekecil kutu kalau sudah bisa mendapat active-income sebesar gajah? Coba anda pikirkan. 

    Intinya, anda bisa sukses berinvestasi saham dengan menggunakan apa yang sudah anda ketahui. Saya tidak bilang anda akan sukses atau pasti sukses, tapi bisa sukses. Dan kemungkinan anda sukses akan lebih besar kalau anda berhenti mendengarkan hingar-bingar kicauan para ahli dan pakar.

    Mari kita mulai.


    A. Persiapan untuk Berinvestasi

    Sebelum anda mulai investasi saham, anda harus lebih dulu menjawab tiga pertanyaan berikut:


    1. Apakah anda sudah punya rumah?
    2. Apakah anda memerlukan uang tersebut untuk hal lain?
    3. Apakah anda punya kemampuan untuk sukses berinvestasi saham?

    1.Apakah anda sudah punya rumah?

    Sebelum anda berinvestasi saham, lebih baik anda membeli rumah dulu. Anda perlu rumah untuk tempat tinggal dan kemungkinan besar rumah tersebut akan naik harganya. Seperti kata peribahasa: sambil menyelam minum air.

    Kalaupun harga rumah tidak naik (yang mana kemungkinannya sangat kecil karena bahan bangunan selalu naik karena inflasi), setidak-tidaknya rumah tersebut telah berfungsi sebagai tempat anda berteduh, bersantai, beristirahat, bertengkar, bercumbu, membina keluarga.

    Beda dengan saham. Saham tidak bisa anda pakai untuk berteduh, bersantai, beristirahat, apalagi bertengkar dan bercumbu. Satu-satunya alasan kita membeli saham adalah untuk mendapat untung. Masalahnya, saham bisa naik, tapi juga bisa turun. Dan kalau turun, ia bisa turun sampai 0. Ya benar, nol alias tidak ada harga sama sekali! Jadi bisa saja anda menghabiskan banyak uang di pasar saham dan yang anda dapat hanyalah stress.


    2.Apakah anda memerlukan uang tersebut untuk hal lain?

    Jangan main saham, kalau anda memerlukan uang tersebut untuk hal lain.

    Misalkan anda punya tabungan sebesar Rp 50 juta untuk biaya kuliah Tamara, putri anda. Kuliahnya kan masih tiga tahun lagi, anda berpikir. Bagaimana kalau saya investasikan dulu uang ini di saham. Deposito di bank cuma dapat 5% sih. Siapa tahu dengan main saham uang Rp 50 juta ini bisa jadi Rp 100 juta.

    Jangan, jangan. JANGAN!

    Lebih besar kemungkinan Rp 50 juta ini habis dan si Tamara tidak jadi kuliah. Bisa-bisa anda harus merelakan Tamara menikah dengan kakek kaya untuk membayar hutang anda.

    Anda sebaiknya main saham hanya kalau anda punya uang lebih. Only invest what you could afford to lose without that loss having any effect on your daily life in the foreseeable future, demikian kata Peter Lynch. Hanya investasikan uang sesuai kesanggupan anda di mana kalau anda merugi, kerugian itu tidak mempengaruhi kehidupan sehari-hari anda di kemudian hari.

    Ingat: Jangan bermimpi melipatgandakan uang dalam waktu cepat. Kalau mau lebih jelas, silahkan baca pos "Main Saham Cepat Kaya?" dan "Target Laba Main Saham." 


    Untuk melanjutkan baca, silahkan klik di sini "Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch 'One Up on Wall Street' (Bagian II)."






    Pos-pos yang berhubungan:
    [Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.] 

    Saturday, January 1, 2011

    Cara Cut-Loss Untuk Stop Kerugian Saham (Bagian IV)


    Selamat Tahun Baru 2011. 

    Masalah besar akan timbul kalau anda tergoda memakai semua modal untuk membeli hanya saham-saham golongan B (yang menurut contoh di atas harus anda jual kalau turun 10%). Dengan modal Rp 100 juta, anda dapat membeli 5 saham golongan B masing-masing sejumlah Rp 20 juta di mana anda harus cut-loss kalau masing-masing saham tersebut turun Rp 2 juta. Nah, kalau semua saham tersebut turun dan anda harus cut-loss, kerugian anda adalah Rp 10 juta (10% dari modal). 

    Lebih parah lagi kalau anda hanya membeli saham-saham yang gejolaknya lebih liar lagi, katakan saja saham golongan C yang, misalkan, harus anda cut-loss kalau turun 20%. Dengan total modal Rp 100 juta, anda dapat membeli 10 saham tipe ini di mana anda harus cut-loss kalau masing-masing saham turun Rp 2 juta. Coba anda hitung: kalau semua saham turun dan anda harus cut-loss, anda akan rugi Rp 20 juta atau 20% dari modal. 

    Ingat, tujuan utama anda mempertimbangkan volatilitas dalam bermain saham adalah untuk mengurangi potensi kerugian dari saham yang bergejolak tinggi. Kalau anda memakai metode nominal tetapi anda hanya membeli saham yang gejolaknya tinggi, potensi kerugian anda malah menjadi jauh lebih besar dibanding kalau anda memakai metode cut-loss persentase. 

    Rugi 10%, apalagi 20%, dalam waktu singkat sangat membahayakan masa depan investasi atau trading saham anda. Itulah sebabnya, Dr. Elder di buku Come into My Trading Room menyarankan anda untuk menambah satu aturan lagi: kalau anda sudah rugi 6% pada bulan berjalan, anda harus stop main saham dan baru boleh mulai lagi di bulan berikut. 

    Mari kita lihat implikasinya. Karena cut-loss per saham adalah 2% dari modal dan cut-loss maksimum per bulan adalah 6%, artinya anda pada saat bersamaan hanya boleh memegang 3 saham berbeda. Kalaupun anda hanya membeli saham golongan C (cut-loss kalau turun 20%), dengan modal Rp 100 juta pun anda hanya boleh beli 3 saham masing-masing sejumlah Rp 10 juta. Sisa modal Rp 70 juta harus tetap berupa dana tunai dan tidak boleh dipakai untuk beli saham. 

    Anda bisa lihat bahwa dengan tambahan aturan ini, kalaupun anda membeli saham bergejolak tinggi, nominal kerugian maksimum anda per bulan tetap sama. Lebih penting lagi, tambahan aturan rugi maksimum 6% per bulan mendorong anda untuk mendiversifikasi portofolio saham anda: jangan hanya beli saham golongan B dan C saja, tetapi juga beli saham golongan A. 

    Mengapa harus stop main saham kalau sudah rugi 6% dalam bulan berjalan? Dalam kondisi rugi, pikiran anda biasanya kalut. Kalau anda tetap main saham padahal tidak bisa berpikir jernih, kemungkinan besar anda akan rugi lebih banyak lagi. Semakin nafsu anda memaksa mengembalikan kerugian, semakin besar kemungkinan anda melakukan kesalahan lebih besar. Itulah sebabnya anda harus stop main saham dulu; jernihkan pikiran. 

    Pada pos "Target Laba Main Saham (Bagian III)" saya menyarankan trader/pedagang saham untuk stop main saham kalau sudah rugi 10% pada bulan berjalan. Angka rugi maksimum 6% atau 10% bukanlah suatu yang mutlak dan boleh anda tentukan sendiri. Intinya: anda, selain menentukan jumlah cut-loss per saham, harus juga menentukan jumlah cut-loss maksimum per bulan.

    Semoga pos ini memberi anda ide cara untuk cut-loss/stop-loss. Apapun cara cut-loss yang anda pakai, ingatlah dua hal penting ini:

    • Anda harus langsung menentukan titik cut-loss pada saat anda membeli saham.
    • Anda tidak boleh merubah titik cut-loss ke arah yang berpotensi merugikan lebih besar.  


    Sekarang anda sudah tahu cara menentukan harga/titik cut-loss. Langkah berikutnya adalah belajar apa yang harus anda lakukan kalau saham turun ke harga cut-loss. Silahkan baca pos "Cara Melakukan Cut-Loss Saham."








    Pos-pos yang berhubungan: