Sebelum membaca pos ini, anda sebaiknya membaca dulu pos "Mau Main Saham? Ingat Tiga Hal Maha Penting Ini" dan juga pos "Cara Cut-Loss Untuk Stop Kerugian Saham."
Cut-loss metode nominal lebih ruwet dari metode persentase karena kita mempertimbangkan volatilitas saham. Dengan mempertimbangkan volatilitas, anda memberi ruang gerak turun sesuai volatilitas saham supaya tidak terkecoh cut-loss tetapi beberapa saat kemudian saham berbalik naik lagi. Tapi metode ini ada kelebihan lain yang lebih penting.
Mari kita lihat ilustrasi berikut.
Misalkan modal anda Rp 100 juta dan anda memakai cut-loss metode persentase 10% untuk semua saham. Anda lalu membeli saham TLKM sejumlah Rp 20 juta dan saham BHIT sejumlah Rp 40 juta. Beberapa hari kemudian, TLKM naik 5% (anda untung Rp 1 juta) tapi sialnya BHIT turun 10% dan anda harus cut-loss (rugi Rp 4 juta). Anda untung 1 kali dan rugi 1 kali; totalnya anda rugi Rp 3 juta.
Misalkan setelah menjual TLKM dan BHIT, lalu anda membeli ASII sejumlah Rp 20 juta, BBRI sejumlah Rp 20 juta, dan JPRS sejumlah Rp 40 juta. Beberapa hari kemudian, ASII naik 5% (untung Rp 1 juta), BBRI naik 5% (untung Rp 1 juta), tapi JPRS turun 10% dan anda harus cut-loss (rugi Rp 4 juta). Anda untung 2 kali dan rugi 1 kali, tapi secara total masih rugi Rp 2 juta.
Melihat contoh di atas, dari 5 kali main saham dengan cut-loss metode persentase, anda untung 3 kali, rugi 2 kali tapi dalam nominal Rupiah anda malah rugi Rp 5 juta.
Kalau anda memakai metode cut-loss nominal yang sudah mempertimbangkan volatilitas, jumlah nominal saham yang boleh anda beli tergantung volatilitas masing-masing saham. Kalau misalkan anda menentukan volatilitas BHIT (yang anda klasifikasikan sebagai saham golongan B) adalah 2 kali TLKM (saham golongan A), berarti anda boleh beli BHIT hanya sebanyak setengah nominal TLKM. Jadi kalau anda beli sejumlah TLKM Rp 40 juta, berarti anda hanya boleh beli BHIT Rp 20 juta.
Misalkan beberapa hari kemudian kasusnya sama seperti di atas: TLKM naik 5% (untung Rp 2 juta) dan BHIT turun 10% (rugi Rp 2 juta). Anda untung 1 kali dan rugi 1 kali dan total kerugian anda adalah nol.
Misalkan beberapa hari kemudian kasusnya sama seperti di atas: TLKM naik 5% (untung Rp 2 juta) dan BHIT turun 10% (rugi Rp 2 juta). Anda untung 1 kali dan rugi 1 kali dan total kerugian anda adalah nol.
Misalkan juga setelah menjual TLKM dan BHIT, anda lalu membeli ASII (golongan A) sejumlah Rp 40 juta, BBRI (golongan A) Rp 40 juta, dan JPRS (golongan B) sejumlah Rp 20 juta. Misalkan juga beberapa hari kemudian kasusnya sama juga seperti di atas: ASII naik 5% (untung Rp 2 juta), BBRI naik 5% (untung Rp 2 juta), tapi JPRS turun 10% dan anda harus cut-loss (rugi Rp 2 juta). Anda untung 2 kali dan rugi 1 kali; kalau ditotal anda untung Rp 2 juta.
Dari 5 kali main saham dengan metode cut-loss nominal, anda untung 3 kali, rugi 2 kali, dan dalam nominal Rupiah anda untung Rp 2 juta.
Anda bisa bandingkan sendiri: tanpa mempertimbangkan volatilitas, walaupun anda untung 3 kali dan rugi hanya 2 kali, dalam nominal Rupiah anda bisa tetap rugi karena ketika anda benar untungnya kecil sedangkan ketika salah ruginya besar. Dengan mempertimbangkan volatilitas, kalau anda untung 3 kali dan rugi 2 kali, anda tetap mendapat untung karena keuntungan dari yang benar kira-kira sebanding dengan kerugian dari yang salah.
Memang kalau BHIT yang naik dan TLKM yang turun, dengan metode persentase anda untung lebih besar. Inilah yang kita namakan volatilitas. Dalam metode nominal, kerugiannya tetap nol. Dengan mempertimbangkan volatilitas, kita mengatur agar potensial kerugian dari setiap saham kira-kira sama nominalnya.
Ingat: kalau cara yang lebih rumit tidak ada kelebihannya, pakailah cara yang lebih sederhana.
Pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
Terus terang Pak Iyan, saya masih kurang mengerti yang dimaksud dengan 'volatilitas' ini. Bagaimanakah cara menghitungnya ? Apakah dihitung berdasarkan volume? Apakah saham yang masuk LQ45 itu termasuk yang volatilitasnya tinggi? Mohon penjelasan lebih lanjut Pak Iyan mengenai hal ini. Karena terus terang saja saya tidak memasang strategi jumlah beli seperti yang Pak Iyan bilang pada contoh diatas. Terima kasih Pak.
ReplyDeleteKalau anda kurang mengerti tentang konsep "volatilitas", hindari saham-saham kecil.
DeleteKebanyakan saham di LQ45 adalah saham berkapitalisasi besar (blue-chips); volatilitasnya RELATIF lebih rendah. Jadi, sebaiknya anda hanya beli saham-saham LQ45.
@Hendra "volatilitas" bisa dilihat dari pergerakan harganya, saham yang kapitalisasinya relatif kecil rawan dipermainkan oleh "BANDAR"
DeleteSaran bung iyan sangat pas kalo kita belum mengerti karakteristik dari masing-masing saham.
mohon kereksinya bung iyan.
Bung Rauf,
DeleteTerima kasih untuk komentar anda. Tepat sasaran.
Kalo bahasa awam, volatilitas mungkin seperti tinggi rendah ombak di laut lepas.. harga saham "gorengan" yg turunnya kencang, naiknya kencang (bisa -10% atau +14% dalam sehari) tidak cocok untuk pemula.
ReplyDeleteBung Iyan,
ReplyDeleteSaya ingin sedikit pencerahan dari Bung Iyan tentang cut loss Begini Pak, modal trading saya sekaran sudah lumayan besar (lumayan besar ini memang relatif, tapi ini menurut ukuran saya). Kalau dihitung2, modal trading saya 5x lebih besar ketimbang awal2 saya main saham.
Dulu waktu modal saya kecil banget, saya pakai cut loss persentase. Saham turun 4-5% saya cut loss. Kerugiannya masih terasa dikit.
Tapi kalau modal sudah besar spt sekarang, rasnaya cut loss 4% ruginya besar sekali. Saya berpikir untuk CL kalau turun beberapa poin saja.
Saya sudah baca posnya Pak Iyan: https://terusbelajarsaham.blogspot.co.id/2010/12/cara-cut-loss-untuk-stop-rugi-main_13.html terutama di poin no 2.
Artinya, kita boleh saja menurunkan batas cut loss jadi bberapa poin. Nah yang ingin saya tanyakan:
1. Kalau boleh tau, Pak Iyan sendiri cut loss mengg persentase, atau turun beberapa poin langsung cut loss supaya kerugian tidak membengkak? Apalagi Pak Iyan kan modalnya pasti besar, rasanya kalau cut loss mengg persentase mis 5% maka akan terasa sekali.
2. Kalau Pak Iyan cut loss berdasarkan persentase, berapa % Pak Iyan biasanya menetapkan CL?
3. Apakah cut loss turun beberapa poin justru berpotensi menipu trader? Cut loss tiba2 harganya balik naik?
Terima kasih
1. Titik cut-loss saya tentukan berdasarkan Support/Resistance. Artinya, kalau pun saham turun kurang dari 1% pun, selama harga sudah di bawah Support, saya akan cut-loss.
Delete2. Melanjutkan jawaban no.1, persentase cut-loss saya kurang lebih sekitar 2%.
3. Kalau cut-loss hanya beberapa poin--di mana beberapa poin ini adalah <1%--anda akan sering kena "whipsaw" (alias digocek, alias setelah anda cut-loss harga balik naik.)
Intinya: titik cut-loss sebaiknya TIDAK TERLALU BESAR persentase-nya (sehingga rugi ABSOLUT-nya terlalu besar), tapi juga TIDAK TERLALU KECIL persentasenya (sehingga anda digocek).
Dengan kata lain, anda harus mencari sendiri titik cut-loss yang paling nyaman untuk anda.
Setelah saya hitung2 lagi,ternyata cut loss 2% (saya ambil 2%) adalah paling masuk akal. Karena kerugiannya kecil (dengan modal besar). Kalau berdasrkan pengalaman Pak Iyan, apakah cut loss 2% itu nggak potensi digocek jga Pak ? karena 2% itu juga persentase yang kecil..
DeleteO iya, kalau Pak Iyan cut loss sktr 2%, TP nya Pak Iyan biasanya sekitar beraap persen lebih gede dibanding CL?
DeleteBerapa pun besaran persentase cut-loss yang anda pakai, SELALU ada kemungkinan digocek.
DeleteSaya tidak berusaha menentukan target price. Aliran yang saya anut: Let the profit runs; Cut the loss short.
Malam pak iyan.. pak mohon info apakah ada indikator yg bs membantu utk turut menentukan titik cut loss dgn memperhatikan volatilitas nya? Sy pernah baca salah satu fungsi atr utk mengetahui volatilitas harga, namun apakah bs digunakan jg utk menentukan titik cut loss y pak? Mohon pencerahannya..
ReplyDeleteMaaf, saya tidak tahu apakah ada indikator yang memperhatikan volatilitas untuk menentukan titik cut-loss.
Delete