Pos ini adalah lanjutan dari "Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch 'One Up on Wall Street' (Bagian II)."
Hendak membaca pos ini dari awal? Silahkan klik di sini "Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch 'One Up on Wall Street' (Bagian I)."
B. Memilih Pemenang
Bagian ke dua dari buku "One Up on Wall Street" membahas tentang Picking Winners, Memilih Pemenang.
Pada bagian ini Peter Lynch mendiskusikan cara menemukan saham yang menjanjikan, bagaimana cara mengevaluasi apa yang layak anda harapkan dari enam kategori saham. Lalu ia menerangkan karakteristik perusahaan yang ia minati, karakteristik perusahaan yang ia hindari, pentingnya laba bagi suksesnya suatu saham, pertanyaan yang harus diajukan saat menyelidiki suatu saham, bagaimana memonitor perkembangan suatu saham, dan bagaimana mengevaluasi tolok-ukur seperti price earning ratio (rasio harga terhadap laba), profit margin (margin keuntungan), book value (nilai buku), dividend, dan lain-lain.
Mari kita mulai.
I. Mengintai Calon Sepuluhlipat (Tenbagger)
Cara terbaik, menurut Peter Lynch, untuk mencari saham yang dapat naik sepuluh kali lipat—atau tenbagger, istilah favorit Peter Lynch—adalah dengan melihat sekeliling anda. Anda bisa mulai dari dalam rumah, dalam kantor, atau kala anda jalan-jalan ke mal.
Misalkan anda mulai memperhatikan rumah anda dan isinya. Di garasi, anda melihat mobil Toyota Avanza. Selama ini anda puas dengan kualitas Avanza dan juga puas dengan pelayanan purna jualnya. Anda juga melihat bahwa banyak Avanza bersliweran di jalan, menandakan bahwa mobil tersebut laku di pasaran. Setelah anda menyelidiki lebih lanjut, anda tahu bahwa Toyota Avanza di Indonesia diproduksi oleh Astra International Tbk, perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Produk Astra International (ASII) laku di pasar; mungkin sahamnya juga layak dibeli?
Selagi memikirkan ASII, anda bersiap-siap untuk mandi sambil menggaruk kepala anda yang gatal penuh ketombe. "Ah, ketombe sialan," anda marah-marah dalam hati. "Untung ada shampo Clear."
Menuang Clear ke telapak tangan, anda melihat di kemasan bahwa Clear adalah produksi PT Unilever Tbk. "Tbk?" anda tersentak. "Berarti Unilever adalah juga perusahan Terbuka yang sahamnya dijual di bursa?" Anda suka produk Unilever; mungkin saham Unilever juga layak dibeli?
Sebelum saya diskusikan lebih lanjut, perlu saya ingatkan bahwa konsep yang dijabarkan Peter Lynch di sini belum tentu bisa diaplikasikan pada saham-saham di Indonesia. Bukan karena konsep itu salah, tetapi lebih karena tidak banyak saham-saham di Indonesia berhubungan langsung dengan harkat hidup orang banyak: perusahaan yang menurut anda bagus, belum tentu sudah menjadi perusahaan terbuka.
Konsep ini lebih cocok untuk berinvestasi di bursa Amerika yang mana banyak perusahaan terbuka di sana yang produk-produknya berhubungan langsung dengan harkat hidup orang banyak.
Selesai mandi, anda memanggil putri anda, Fitria. "Fitri, sini tolong pijitin papa sebentar."
"Tunggu bentar, Pa," jawab Fitri tanpa menolehkan mata dari iPad di tangannya. "Lagi tanggung nih main gamenya."
Sejak anda belikan iPad, si Fitri yang biasanya tiap sore rajin memijit anda setelah anda pulang kantor, lebih memilih menghabiskan waktu main game. Udah gitu, tiap minggu ia minta dibelikan game baru di iTunes Store, toko online Apple Inc. yang menjual piranti lunak untuk iPad. "iPad sialan," anda menggerutu. "Bikin anak gua main game melulu. Ngabisin duit lagi."
Tiba-tiba anda mendapat ide,"Siapa tahu Apple, produsen iPad, juga adalah perusahaan terbuka?"
Anda menyalakan computer iMac anda dan mencari di Google. Betul, Apple Computer adalah perusahaan terbuka dan sahamnya dijual di bursa Amerika. Sambil melihat-lihat data Apple, anda juga jadi tahu bahwa Google sudah menjual sahamnya di Amerika. Mungkin ada baiknya saya beli saham Apple dan Google? begitu pikir anda.
Setelah anda tahu tertarik kepada Astra International, Unilever, Apple Computer, Google yang ternyata adalah perusahaan terbuka, apakah anda harus langsung membeli saham-saham ini?
Jangan. Bukan begitu caranya.
Anda mencari calon-calon saham yang menjanjikan dengan melihat sekeliling anda, tapi setelah itu anda harus terlebih dulu melakukan riset sebelum membeli saham perusahaan-perusahaan tersebut. Investing without research is like playing stud poker and never looking at the cards, begitu kata Peter Lynch. Berinvestasi tanpa riset adalah seperti bermain poker dan tidak pernah melihat kartu anda. Bagaimana mungkin anda menang main kartu tanpa tahu kartu anda? Demikian juga, bagaimana mungkin anda untung main saham kalau anda tidak meriset perusahaan yang sahamnya akan anda beli?
II. Enam Kategori Perusahaan
Setelah anda mendapat ide perusahaan yang sahamnya menjanjikan karena anda menyukai produknya, anda harus terlebih dahulu mencari tahu: seberapa besar pengaruh produk tersebut terhadap potensi keuntungan perusahaan?
Artinya begini. Setelah anda tertarik dengan saham Unilever karena shampo Clear, anda harus menyelidiki seberapa besar pengaruh produk ini terhadap keuntungan total Unilever. Setelah meluangkan sedikit waktu untuk riset, anda tahu bahwa Unilever menjual banyak produk. Deterjen Rinso, pasta gigi Pepsodent, shampo Sunsilk, lotion Citra, kosmetik Ponds, kecap Bango, es krim Walls. Ini semua adalah produk Unilever. Jadi, walaupun anda memakai puluhan botol Clear setiap bulannya, dan walaupun anda juga yakin banyak orang lain yang memakai shampo tersebut, Clear hanyalah bagian sangat kecil dari produk Unilever dan tidak berdampak besar pada total keuntungan perusahaan.
Jauh lebih baik adalah untuk membeli saham perusahaan di mana sukses satu produknya berpengaruh besar terhadap keuntungan perusahaan. Contohnya adalah Apple Inc. Apple menjual jutaan iPad—yang harganya jutaan rupiah—setiap bulannya dan penjualan ini berkontribusi sangat besar terhadap keuntungan total Apple.
Alasan di atas adalah sebab utama Peter Lynch menganjurkan anda untuk mengkategorikan saham pilihan anda sebelum anda melakukan tindakan lebih lanjut. Keenam kategori tersebut adalah:
Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
Hendak membaca pos ini dari awal? Silahkan klik di sini "Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch 'One Up on Wall Street' (Bagian I)."
B. Memilih Pemenang
Bagian ke dua dari buku "One Up on Wall Street" membahas tentang Picking Winners, Memilih Pemenang.
Pada bagian ini Peter Lynch mendiskusikan cara menemukan saham yang menjanjikan, bagaimana cara mengevaluasi apa yang layak anda harapkan dari enam kategori saham. Lalu ia menerangkan karakteristik perusahaan yang ia minati, karakteristik perusahaan yang ia hindari, pentingnya laba bagi suksesnya suatu saham, pertanyaan yang harus diajukan saat menyelidiki suatu saham, bagaimana memonitor perkembangan suatu saham, dan bagaimana mengevaluasi tolok-ukur seperti price earning ratio (rasio harga terhadap laba), profit margin (margin keuntungan), book value (nilai buku), dividend, dan lain-lain.
Mari kita mulai.
I. Mengintai Calon Sepuluhlipat (Tenbagger)
Cara terbaik, menurut Peter Lynch, untuk mencari saham yang dapat naik sepuluh kali lipat—atau tenbagger, istilah favorit Peter Lynch—adalah dengan melihat sekeliling anda. Anda bisa mulai dari dalam rumah, dalam kantor, atau kala anda jalan-jalan ke mal.
Misalkan anda mulai memperhatikan rumah anda dan isinya. Di garasi, anda melihat mobil Toyota Avanza. Selama ini anda puas dengan kualitas Avanza dan juga puas dengan pelayanan purna jualnya. Anda juga melihat bahwa banyak Avanza bersliweran di jalan, menandakan bahwa mobil tersebut laku di pasaran. Setelah anda menyelidiki lebih lanjut, anda tahu bahwa Toyota Avanza di Indonesia diproduksi oleh Astra International Tbk, perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Produk Astra International (ASII) laku di pasar; mungkin sahamnya juga layak dibeli?
Selagi memikirkan ASII, anda bersiap-siap untuk mandi sambil menggaruk kepala anda yang gatal penuh ketombe. "Ah, ketombe sialan," anda marah-marah dalam hati. "Untung ada shampo Clear."
Menuang Clear ke telapak tangan, anda melihat di kemasan bahwa Clear adalah produksi PT Unilever Tbk. "Tbk?" anda tersentak. "Berarti Unilever adalah juga perusahan Terbuka yang sahamnya dijual di bursa?" Anda suka produk Unilever; mungkin saham Unilever juga layak dibeli?
Sebelum saya diskusikan lebih lanjut, perlu saya ingatkan bahwa konsep yang dijabarkan Peter Lynch di sini belum tentu bisa diaplikasikan pada saham-saham di Indonesia. Bukan karena konsep itu salah, tetapi lebih karena tidak banyak saham-saham di Indonesia berhubungan langsung dengan harkat hidup orang banyak: perusahaan yang menurut anda bagus, belum tentu sudah menjadi perusahaan terbuka.
Konsep ini lebih cocok untuk berinvestasi di bursa Amerika yang mana banyak perusahaan terbuka di sana yang produk-produknya berhubungan langsung dengan harkat hidup orang banyak.
Selesai mandi, anda memanggil putri anda, Fitria. "Fitri, sini tolong pijitin papa sebentar."
"Tunggu bentar, Pa," jawab Fitri tanpa menolehkan mata dari iPad di tangannya. "Lagi tanggung nih main gamenya."
Sejak anda belikan iPad, si Fitri yang biasanya tiap sore rajin memijit anda setelah anda pulang kantor, lebih memilih menghabiskan waktu main game. Udah gitu, tiap minggu ia minta dibelikan game baru di iTunes Store, toko online Apple Inc. yang menjual piranti lunak untuk iPad. "iPad sialan," anda menggerutu. "Bikin anak gua main game melulu. Ngabisin duit lagi."
Tiba-tiba anda mendapat ide,"Siapa tahu Apple, produsen iPad, juga adalah perusahaan terbuka?"
Anda menyalakan computer iMac anda dan mencari di Google. Betul, Apple Computer adalah perusahaan terbuka dan sahamnya dijual di bursa Amerika. Sambil melihat-lihat data Apple, anda juga jadi tahu bahwa Google sudah menjual sahamnya di Amerika. Mungkin ada baiknya saya beli saham Apple dan Google? begitu pikir anda.
Setelah anda tahu tertarik kepada Astra International, Unilever, Apple Computer, Google yang ternyata adalah perusahaan terbuka, apakah anda harus langsung membeli saham-saham ini?
Jangan. Bukan begitu caranya.
Anda mencari calon-calon saham yang menjanjikan dengan melihat sekeliling anda, tapi setelah itu anda harus terlebih dulu melakukan riset sebelum membeli saham perusahaan-perusahaan tersebut. Investing without research is like playing stud poker and never looking at the cards, begitu kata Peter Lynch. Berinvestasi tanpa riset adalah seperti bermain poker dan tidak pernah melihat kartu anda. Bagaimana mungkin anda menang main kartu tanpa tahu kartu anda? Demikian juga, bagaimana mungkin anda untung main saham kalau anda tidak meriset perusahaan yang sahamnya akan anda beli?
II. Enam Kategori Perusahaan
Setelah anda mendapat ide perusahaan yang sahamnya menjanjikan karena anda menyukai produknya, anda harus terlebih dahulu mencari tahu: seberapa besar pengaruh produk tersebut terhadap potensi keuntungan perusahaan?
Artinya begini. Setelah anda tertarik dengan saham Unilever karena shampo Clear, anda harus menyelidiki seberapa besar pengaruh produk ini terhadap keuntungan total Unilever. Setelah meluangkan sedikit waktu untuk riset, anda tahu bahwa Unilever menjual banyak produk. Deterjen Rinso, pasta gigi Pepsodent, shampo Sunsilk, lotion Citra, kosmetik Ponds, kecap Bango, es krim Walls. Ini semua adalah produk Unilever. Jadi, walaupun anda memakai puluhan botol Clear setiap bulannya, dan walaupun anda juga yakin banyak orang lain yang memakai shampo tersebut, Clear hanyalah bagian sangat kecil dari produk Unilever dan tidak berdampak besar pada total keuntungan perusahaan.
Jauh lebih baik adalah untuk membeli saham perusahaan di mana sukses satu produknya berpengaruh besar terhadap keuntungan perusahaan. Contohnya adalah Apple Inc. Apple menjual jutaan iPad—yang harganya jutaan rupiah—setiap bulannya dan penjualan ini berkontribusi sangat besar terhadap keuntungan total Apple.
Alasan di atas adalah sebab utama Peter Lynch menganjurkan anda untuk mengkategorikan saham pilihan anda sebelum anda melakukan tindakan lebih lanjut. Keenam kategori tersebut adalah:
- Slow Growers (Bertumbuh lamban)
- Stalwarts (Bertumbuh menengah)
- Fast Growers (Bertumbuh cepat)
- Cyclicals (Bersiklus)
- Turnarounds (Berubah arah)
- Asset Plays (Aset Terpendam)
Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
bukunya peter lynch sudah ada yg diterjemahin ga?
ReplyDeleteOne Up on Wall Street, Beating the Street
kalo bukunya benjamin graham kan sudah diterbitkan penerbit serambi
buku apa lagi sih yg bagus? warren buffet, john bogle, ya? ada lg ga yg bagus dan sudah diterjemahin
kalo bisa dibales ya ke email saya
BTW tidak meninggalkan email, jadi saya jawab di sini ya.
DeleteSetahu saya buku Peter Lynch belum ada terjemahan bahasa Indonesianya. Tapi saya juga tidak pasti.
Banyak buku investasi dan trading bagus, tapi kebanyakan berbahasa Inggris. Yang saya tahu bagus dan ada terjemahan Indo adalah "How to Make Money in Stocks" oleh William O'Neil, diterbitkan Andipublisher.
Terima Kasih Pak atas infonya, saya chris pemula di bidang ini, kalau ada masukan yang baru email saya di adutama@gmail.com
ReplyDeletesaya pingin beli buku Beating the Street - Peter Lynch apakah bagus menrutu pak iyan ? apa bedanya yah sama one up on wall street ?
ReplyDeleteinggris saya pas2 an sih tp penasaran jg hahaha
Semua buku Peter Lynch saya rekomendasikan. Termasuk Beating the Street.
DeleteSaya lupa apa beda Beating the Street vs. One Up On Wall Street. Maaf saya tidak bisa membandingkan kedua buku tersebut saat ini karena buku-buku saya sedang "berantakan."
One Up on Wall Street itu mengarah ke teorinya, sedangkan Beating the Street itu lebih mengarah ke prakteknya berdasarkan pengalaman Lynch sebagai manajer reksadana. :D
DeleteBeating the Street cukup seru, tetapi mungkin sudah kurang relevan bagi pemain saham Indonesia atau malahan agak 'ketinggalan zaman'. Kalau One Up on Wall Street itu sih menurut saya pribadi benar referensi main saham abadi sepanjang masa.