Sejak Juli 2010, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) terus-menerus naik mengukir rekor tertinggi baru. Karena kenaikan ini beberapa pengamat saham menganjurkan investor untuk ambil untung. Benarkah anjuran ini?
Ada baiknya saya ilustrasikan dengan contoh. Misal saja petinju Ali Otot baru mengukir rekor baru menang 30 kali pertandingan dengan 20 kali memukul KO lawannya, tanpa pernah kalah, tanpa pernah seri.
Pada pertandingan ke 31, Ali Otot akan bertarung melawan Bima Prima. Apabila anda diminta memilih siapa yang akan menang, apakah anda serta-merta menjagokan Bima Prima karena Ali Otot sudah berkali-kali mengukir rekor baru? "Ah, Ali Otot baru mengukir rekor baru, jadi tidak mungkin ia kembali membuat rekor baru. Jadi lebih baik saya menjagokan lawannya," begitu kira-kira logikanya.
"Hanya orang tolol saja yang memakai logika itu," maki anda. "Karena Ali Otot baru saja membuat rekor baru, seyogyanya kita menjagokan dia untuk memenangkan pertandingan berikutnya. Bukannya malah menganggap dia akan gagal."
Tepat sekali!
Demikian pula seharusnya logika dalam dunia saham. Karena IHSG mengukir rekor tertinggi baru, jauh lebih mungkin IHSG naik lagi daripada langsung terpuruk.
Tapi, tanya anda, dengan kenaikan tersebut, bukankah saham-saham tersebut sudah mahal?
Terus terang saya tidak tahu apakah saham-saham BEI sudah mahal. Yang saya tahu adalah kenyataan bahwa IHSG menembus rekor karena banyak saham-saham komponen indeks yang membuat rekor tertinggi sepanjang masa (all-time high) baru.
Mengapa saham mencapai rekor tertinggi baru?
Untuk memahami hal ini kita perlu menilik hukum ekonomi supply-and-demand, pasokan-dan-permintaan. Hukum ini menyatakan bahwa kala pasokan banyak dan permintaan sedikit, harga turun. Tapi kala pasokan sedikit dan permintaan banyak, harga naik.
Mari kita jabarkan proses kenaikan harga tersebut.
(Untuk memudahkan diskusi, mari kita anggap total pasokan saham adalah tetap. Sebenarnya pasokan saham bisa bertambah kalau perusahaan melakukan aksi korporasi right-issue, dan bisa juga berkurang kalau perusahaan melakukan buy-back).
Saham naik karena ada aksi beli. Bila aksi beli itu dilakukan pihak dengan strategi beli-dan-pegang, pasokan saham di pasar akan berkurang karena saham yang mereka beli tidak mereka jual dalam waktu dekat. Kala pasokan berkurang tapi pihak tadi tetap terus membeli, saham akan naik dan terus naik hingga mencapai rekor tertinggi terbaru.
Bisa kita simpulkan bahwa saham mencapai rekor tertinggi baru kalau ada pihak-pihak yang terus-menerus membeli dan memegang saham tersebut.
Siapakah mereka dan mengapa mereka terus membeli?
Dorongan beli besar—yang mengakibatkan saham naik tajam—biasanya datang dari fund manager (manajer investasi) bermodal besar yang sanggup memegang saham untuk jangka waktu lama. Selain bermodal besar, mereka juga didukung analis berpengalaman. Mereka membeli saham kalau analisa mereka menyatakan saham akan naik lebih tinggi di masa datang.
Mungkinkah fund manager tersebut salah?
Mungkin saja. Tapi sangatlah tidak bijaksana kalau anda bertaruh melawan mereka. Mereka bermodal lebih besar dari anda, lebih sabar dari anda, lebih berpengalaman dari anda. Langkah yang lebih tepat adalah mengikuti jejak mereka.
Saran saya: bila saham anda baru saja mencetak rekor harga tertinggi baru, jangan langsung dijual. Kemungkinan saham itu akan naik lebih tinggi lagi sebelum pada akhirnya ia turun. Jual saham itu bila ia turun mencapai titik jual yang sudah anda tentukan, bukannya ketika ia menembus rekor harga tertinggi.
N.B. (24 Mei 2013):
Saya menulis pos ini di bulan Oktober 2010. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia pada tanggal 22 Oktober 2010 ditutup di angka 3598. Bandingkan dengan IHSG pada 30 Juli 2010 yang tutup di angka 3069. Dalam tiga bulan, IHSG sudah naik 17%, masa sih masi naik terus? pikir anda.
Coba bandingkan lebih lanjut dengan IHSG di bulan Mei 2013, kira-kira tiga tahun kemudian. Apakah turun seperti ramalan para pengamat saham profesional?
TIDAK.
IHSG di bulan Mei 2013 bertengger di angka 5000-an.
Ini adalah contoh satu lagi untuk tidak serta-merta percaya pada analis saham, sekalipun yang profesional.
Pos-pos yang berhubungan:
Artikel berbubungan yang patut dibaca:
[Pos ini ©2010 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
Ada baiknya saya ilustrasikan dengan contoh. Misal saja petinju Ali Otot baru mengukir rekor baru menang 30 kali pertandingan dengan 20 kali memukul KO lawannya, tanpa pernah kalah, tanpa pernah seri.
Pada pertandingan ke 31, Ali Otot akan bertarung melawan Bima Prima. Apabila anda diminta memilih siapa yang akan menang, apakah anda serta-merta menjagokan Bima Prima karena Ali Otot sudah berkali-kali mengukir rekor baru? "Ah, Ali Otot baru mengukir rekor baru, jadi tidak mungkin ia kembali membuat rekor baru. Jadi lebih baik saya menjagokan lawannya," begitu kira-kira logikanya.
"Hanya orang tolol saja yang memakai logika itu," maki anda. "Karena Ali Otot baru saja membuat rekor baru, seyogyanya kita menjagokan dia untuk memenangkan pertandingan berikutnya. Bukannya malah menganggap dia akan gagal."
Tepat sekali!
Demikian pula seharusnya logika dalam dunia saham. Karena IHSG mengukir rekor tertinggi baru, jauh lebih mungkin IHSG naik lagi daripada langsung terpuruk.
Tapi, tanya anda, dengan kenaikan tersebut, bukankah saham-saham tersebut sudah mahal?
Terus terang saya tidak tahu apakah saham-saham BEI sudah mahal. Yang saya tahu adalah kenyataan bahwa IHSG menembus rekor karena banyak saham-saham komponen indeks yang membuat rekor tertinggi sepanjang masa (all-time high) baru.
Mengapa saham mencapai rekor tertinggi baru?
Untuk memahami hal ini kita perlu menilik hukum ekonomi supply-and-demand, pasokan-dan-permintaan. Hukum ini menyatakan bahwa kala pasokan banyak dan permintaan sedikit, harga turun. Tapi kala pasokan sedikit dan permintaan banyak, harga naik.
Mari kita jabarkan proses kenaikan harga tersebut.
(Untuk memudahkan diskusi, mari kita anggap total pasokan saham adalah tetap. Sebenarnya pasokan saham bisa bertambah kalau perusahaan melakukan aksi korporasi right-issue, dan bisa juga berkurang kalau perusahaan melakukan buy-back).
Saham naik karena ada aksi beli. Bila aksi beli itu dilakukan pihak dengan strategi beli-dan-pegang, pasokan saham di pasar akan berkurang karena saham yang mereka beli tidak mereka jual dalam waktu dekat. Kala pasokan berkurang tapi pihak tadi tetap terus membeli, saham akan naik dan terus naik hingga mencapai rekor tertinggi terbaru.
Bisa kita simpulkan bahwa saham mencapai rekor tertinggi baru kalau ada pihak-pihak yang terus-menerus membeli dan memegang saham tersebut.
Siapakah mereka dan mengapa mereka terus membeli?
Dorongan beli besar—yang mengakibatkan saham naik tajam—biasanya datang dari fund manager (manajer investasi) bermodal besar yang sanggup memegang saham untuk jangka waktu lama. Selain bermodal besar, mereka juga didukung analis berpengalaman. Mereka membeli saham kalau analisa mereka menyatakan saham akan naik lebih tinggi di masa datang.
Mungkinkah fund manager tersebut salah?
Mungkin saja. Tapi sangatlah tidak bijaksana kalau anda bertaruh melawan mereka. Mereka bermodal lebih besar dari anda, lebih sabar dari anda, lebih berpengalaman dari anda. Langkah yang lebih tepat adalah mengikuti jejak mereka.
Saran saya: bila saham anda baru saja mencetak rekor harga tertinggi baru, jangan langsung dijual. Kemungkinan saham itu akan naik lebih tinggi lagi sebelum pada akhirnya ia turun. Jual saham itu bila ia turun mencapai titik jual yang sudah anda tentukan, bukannya ketika ia menembus rekor harga tertinggi.
N.B. (24 Mei 2013):
Saya menulis pos ini di bulan Oktober 2010. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia pada tanggal 22 Oktober 2010 ditutup di angka 3598. Bandingkan dengan IHSG pada 30 Juli 2010 yang tutup di angka 3069. Dalam tiga bulan, IHSG sudah naik 17%, masa sih masi naik terus? pikir anda.
Coba bandingkan lebih lanjut dengan IHSG di bulan Mei 2013, kira-kira tiga tahun kemudian. Apakah turun seperti ramalan para pengamat saham profesional?
TIDAK.
IHSG di bulan Mei 2013 bertengger di angka 5000-an.
Ini adalah contoh satu lagi untuk tidak serta-merta percaya pada analis saham, sekalipun yang profesional.
Pos-pos yang berhubungan:
- Stress Main Saham Takkan Pupus
- Valuasi Indeks Saham Indonesia Terlalu Tinggi?
- Saham yang Layak Dibeli Menurut Analisa Teknikal
Artikel berbubungan yang patut dibaca:
[Pos ini ©2010 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
bahasanya simpel and analisanya brilian, sangat cocok untuk pemula seperti saya, nice to know this blog,
ReplyDeleteDear bung iyan....
ReplyDeleteSaya setuju dengan analogi anda tentang saham yang harganya mencetak HIGH terbarunya (apalagi jika mencapai harga closenya BIDnya ada-OFFERnya nol) dengan menyamakannya sebagai petinju yang baru mencetak rekor bertinju terbarunya dan seyogyanya kita menjagokan dia untuk memenangkan pertandingan berikutnya...
Saham yang mencetak HIGH terbaru musuhnya hanya 1 yaitu profit taker, sedangkan saham yang belum mencetak rekor HIGH terbaru musuhnya 2 yaitu profit taker dan nyangkuter yang udah lama gatel ingin melepas sahamnya...
CoolBlog,
DeleteTerima kasih untuk komentarnya.
Apakah aksi korporasi stock split juga bisa menambah jumlah saham di pasar selain aksi right issue?
ReplyDeleteSilahkan baca pos "Arti Istilah 'Stock Split' Saham."
ReplyDeletehttp://terusbelajarsaham.blogspot.co.id/2014/08/arti-istilah-stock-split-saham.html