Saturday, June 29, 2024

Perlu Win-Rate Berapa Agar Untung Main Saham?

Di pos "Lain Bidang Lain Ahlinya" Christian dan UnitedHooligans bertanya tentang win-rate main saham saya.

Win-rate yang dimaksud adalah porsi saham dibeli yang dijual untung dibanding porsi saham dibeli yang dijual rugi.

Terus terang, saya tidak dan belum pernah mengukur dengan pasti win-rate saya sebenarnya. Tapi menurut perkiraan, win-rate saya (hampir pasti) kurang dari 40%, atau bahkan kurang dari 30%. (Artinya dari 100 saham yang saya beli, hanya 40 saham atau kurang yang hasilnya untung; sisanya rugi).

UnitedHooligans bertanya, "... winrate metode bpk hanya berkisar 30 sd 40%, lalu bagaimana sejarahnya bpk dahulu kala hingga bs menemukan, mendisiplinkan diri serta menguatkan hati untuk terus menggunakan metode tsb padahal winrate nya tidak terlalu besar. Yg sy bayangkan normalnya utk trader2 pemula spt sy biasanya akan sibuk mencari metode yg bs memberikan winrate tinggi setidaknya >50% sebelum memutuskan setia dengan satu metode."

Menjawab pertanyaan di atas, saya memberitahukan fakta tentang Batting Average di olahraga baseball. Batting Average adalah persentase keberhasilan memukul (hit) baseball yang dilempar pitcher.

Batting Average PALING TINGGI SEPANJANG MASA dalam sejarah baseball Amerika Serikat adalah 0.366. Artinya, dari 1000 kali mencoba memukul baseball yang dilemparkan, yang berhasil dipukul adalah 366 kali.

Tentu saja main baseball tidak sama dengan main saham. Tapi saya rasa tidak ada salahnya kita bandingkan win-rate profesi lain yang terukur dengan data akurat dalam jangka waktu lama dengan ekspektasi win-rate pemain saham agar bisa sukses/untung main saham.

Nah, kalau hit-rate TERTINGGI SEPANJANG MASA di baseball adalah di bawah 37%, apakah perlu bagi pemain saham, apalagi pemula, berusaha mencari win-rate main saham di atas 50%?

Kalau anda melakukan hal ini, hampir pasti seumur hidup anda akan berganti-ganti trading plan karena win-rate trading plan anda tidak mencapai di atas 50%.

Saya tidak menyatakan bahwa anda tidak perlu mencari win-rate trading plan yang lebih baik dari trading plan anda sekarang. Yang saya tekankan adalah jangan menghabiskan waktu mencari win-rate trading plan yang (hampir) tidak masuk akal.

Dan yang lebih penting anda pahami adalah anda TIDAK PERLU win-rate di atas 50% agar bisa untung main saham.

Kok bisa?

Untung main saham tidak ditentukan hanya oleh win-rate ratio.

Win-rate ratio 30% atau kurang bisa menghasilkan untung kalau dari 30% saham yang untung tersebut, keuntungannya lebih besar dari kerugian 70% saham yang rugi.

Dengan kata lain, ketika anda untung, untungnya haruslah cukup besar untuk menutupi kerugian-kerugian yang frekuensinya lebih sering.

Bagaimana caranya?

 

Nomor 1: Cut-loss saham rugi secepat mungkin.

Nomor 2: Optimalkan profit saham yang untung.


Nah, agar bisa untung main saham dengan win-rate ratio 40% atau kurang, Trading Plan anda harus memenuhi kedua kriteria di atas.

Apakah mudah membuat Trading Plan yang memenuhi kriteria tersebut?

Tidak. Terus terang tidak.

Setelah menemukan Trading Plan yang memenuhi kedua kriteria di atas, apakah mudah melaksanakannya dengan disiplin?

Tidak. Terus terang tidak.

Tapi meracik dan menjalankan dengan disiplin Trading Plan yang memenuhi kedua kriteria di atas tersebut adalah lebih mudah daripada berusaha mencari win-rate >50%.

 

Pos-pos yang berhubungan:

[Pos ini ©2024 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

14 comments:

  1. Halo Pak Ian. Apa yang bapak tuliskan sama persis dengan video-video youtube yang sering saya tonton. Kebanyakan trader-trader hebat, seperti Mark Minervini di salah satu podcast pernah bilang bahwa winning rate tertingginya dalam satu tahun adalah 46-47%.
    Btw saya mau tanya pak, apakah bapak menganalisis Market condition dan sector/industrial untuk keputusan beli/jual saham? atau hanya pure menganalisis dari saham saja?
    Saya baca Oktober nanti BEI akan mengizinkan transaksi short selling, apakah akan ada perubahan pada Trading Plan Pak Iyan?

    Salam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear Mas,

      Saya tetap memperhatikan Overall Market untuk keputusan jual-beli saham tapi TIDAK memperhatikan Sector sama-sekali.

      Tentang Market secara keselurahan: Saya cenderung lebih suka Overall Market Bearish atau Sideways daripada Overall Market Bullish.

      Tentang Sector: tidak saya perhatikan karena kalau say beli saham, kemungkinan besar adalah LEADER di Sector tersebut.

      Tentang Bursa Efek Indonesia akan mengizinkan short selling mulai October 2024, saya baru tahu dari anda. Seharusnya seh tidak berpengaruh banyak pada Trading Plan saya, tapi saya juga tidak pasti. Saya tunggu tanggal tayang nya dan pikirkan setelah itu.

      Delete
    2. Wah menarik ini.

      Mau tanya pak :

      1. Mengapa justru lebih menyukai overall market yg bearish /sideways drpd yg bullish? Terus terang selama ini sy pribadi tidak pernah melihat sector ataupun overall market, krn khawatir jadi "terganggu" penilaian teknikal sy atas suatu saham (ragu2 mengambil keputusan jual/beli)

      2. Bagaimana pak caranya bisa memisahkan antara saham leader dan saham laggard hanya berbekal analisa teknikal tanpa melihat sektor nya? Sepengetahuan sy salah satu tanda saham leader itu biasanya relatif lebih awal kenaikan nya namun ttp harus melihat kenaikan sektor tsb scr keseluruhan

      Atas jawabannya sy ucapkan terimakasih

      Delete
    3. 1. Saat overall market Bullish, (hampir) semua saham naik. Saham bagus naik, saham sedang naik, saham jelek juga naik.

      Jadi, relatif sulit membedakan mana saham yang naik karena teknikal-nya bagus dengan saham yang naik karena terbawa market.

      2. Saham leader sectoral adalah saham di sektor tersebut yang naik paling awal dan (biasanya) naik paling banyak.

      Delete
  2. Selamat datang kembali pak iyan, senang sekali rasanya kembali membaca postingan baru dr pak iyan, apalagi mengetahui bahwa pertanyaan sy adlh yg menjadi bahan tulisan bpk yg baru ini.

    Memang benar pak, yg sy rasakan sbg pemula mmg benar spt yg bpk sampaikan diatas.

    Pemahaman sy selama ini :

    Trading plan yg baik setidaknya memenuhi syarat winrate > 50% dgn risk reward ratio 1 : 1.5.

    Sehingga selama ini banyak waktu sy habis utk melakukan pencarian trading plan dan back testing trading plan tsb.

    Bahkan terkadang saat terjadi hasil real trading dgn hasil backtesting jauh bertolak belakang, dlm bayangan sy bs jadi masalah nya ada di porsi psikologi sy (dimana backtesting tdk melibatkan psikologis) ataupun kondisi pasar scr keseluruhan yg berbeda antara waktu real trading dan back testing.

    Namun pada intinya waktu sy banyak habis terbuang percuma disana.

    Sampai pada waktu sekitar bbrp bulan yll, ditambah dgn jawaban pak Iyan diatas dimana pak iyan menyarankan :

    1. Pencarian trading plan sebaiknya dilakukan scr forward testing namun dgn porsi dana yg kecil
    2. Trading plan yg baik tidak perlu harus mencapai winrate 50%, bisa kurang namun yg penting dalam jangka panjang setiap keuntungan dr winrate yg kecil tsb bs menutupi kerugian.

    Disaat itulah skr sy berusaha merubah pola belajar, yaitu memilih 1 trading plan (dari ratusan yg pernah sy coba) yg sekiranya nyaman utk sy pergunakan, lalu sy coba utk konsisten disana dlm hal cutloss tanpa memikirkan bgmn nantinya winrate sy pada akhirnya.

    Dalam catatan sy, masih banyak PR yg harus sy kerjakan terutama berkaitan dgn :

    1. Konsistensi cutloss, (terkadang masih ada keraguan, mungkin krn belum banyaknya sampel data dr trading plan yg skr sy pergunakan) dan
    2. Belum sy temukannya resep trailing stop yg pas dan nyaman utk sy pergunakan.

    Harapan sy, jangan dulu bosan utk memberikan jawaban serta arahan ya pak bila sudah sekian lama ini sy masih saja banyak mengajukan pertanyaan kpd Pak Iyan dalam rangka upaya sy utk terusbelajarsaham.

    Terimakasih Pak Iyan

    ReplyDelete
  3. Selamat malam pak iyan, pak sekiranya berkenan mohon kiranya bpk sudi memberikan referensi buku atau artikel terkait dgn materi trailing stop utamanya yg menggunakan analisa teknikal yang bisa sy pergunakan utk melanjutkan proses belajar sy.

    Karena selama ini yg sy banyak temukan dalam artikel-artikel yg sy baca adalah metode take profit dgn menggunakan fixed target. Ataupun jika menggunakan teknikal hanya menggunakan ATR yg notabene menurut sy relatif terlalu jauh jaraknya dan terlalu subjektif terutama dalam pemilihan periode nya. Demikian sy sampaikan terimakasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear United Hooligans,

      Saya tidak tahu apakah ada artikel atau buku yang membahas Trailing Stop dengan Analisa Teknikal.

      Seharusnya sih ada ya, hanya saya belum pernah menemukan atau membacanya. Maaf.

      Delete
  4. Halo om Iyan, saya masih penasaran :D dengan winrate yang bisa di bilang "rendah" seperti om Iyan biasanya risk reward rationya bisa sampai berapa ya om?Di masa pasar yang cenderung sideway belakangan ini apa om Iyan masih pakai strategi yang sama itu (winrate sekitar 30%)?

    Kalau boleh tahu boleh kah om Iyan sedikit spill edge nya dalam entry dan exit ?:D
    Terima kasih om Iyan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di pasar belakangan ini saya tetap memakai strategi yang sama, dengan win-rate sekitar hanya 30%.

      Saya tidak mengerti apa yang anda maksud dengan "spill edge dalam entry dan exit". Mohon diperjelas.

      Delete
    2. Maksudnya kapan dan apa saja syarat kondisi yang om Iyan pakai untuk entry dan exit pada saham yang uptrend. :D Terima kasih.

      Delete
    3. Saya biasanya beli saham uptrend yang volume-nya relatif banyak.

      Kalau banyak saham yang sedang uptrend, saya biasanya memilih saham yang naiknya paling banyak (secara persentase).

      Delete
    4. Untuk Exit, anda bisa membaca pos "Cara Menjual Saham Agar Profit Maksimal."

      Delete
  5. Selamat pagi pak iyan. Selamat ulang tahun kemerdekaan ke 79 ya pak.

    Pak iyan mohon ijin bertanya utk kesekian kalinya ya pak.

    Sy tahu utk pemilihan style trading adalah tergantung dgn kondisi market, metodologi dan psikologi yg dimiliki oleh masing-masing trader, namun sy ttp ingin menanyakan hal ini kpd bapak.

    Berdasarkan pengalaman bpk di bursa saham Indonesia selama berpuluh tahun ini, antara SWING TRADING (yg mengejar target harga tertentu) dan TREND FOLLOWING (yg tidak mengejar target harga tertentu) :

    1. Manakah yg dalam jangka panjang terbukti memberikan keuntungan yg lebih besar?

    2. Manakah yang lebih ringan secara psikologi dan lebih mudah dilaksanakan oleh trader pemula?

    3. Manakah yg bapak iyan pergunakan saat ini, dan mengapa bapak memilih style trading tsb?

    Atas penjelasan dan pencerahan dari bapak, sy haturkan banyak terimakasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear UnitedHooligans,

      Saya coba jawab pertanyaan anda:

      1. Tergantung market.

      Kalau market dalam jangka panjang Bullish, strategi Trend Following kemungkinan besar akan memberikan keuntungan lebih besar.

      Kalau market dalam jangka panjang Bearish atau Sideways, strategi Swing Trading kemungkinan besar akan memberikan keuntungan lebih besar.

      Contoh: Bursa Jepang sejak crashed tahun 1989, baru menembus High tahun 1989 pada tahun 2024. Dan bursa Jepang relatif Bearish dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2015.

      Kalau anda membandingkan Trend Following (buy) dan Swing Trading dari tahun 1990 sampai 2015, kemungkinan besar Swing Trading memberikan keuntungan lebih besar.

      2. Swing Trading seharusnya lebih ringan secara psikologis dibandingkan Trend Following. Mengapa?

      Karena Swing Trading biasanya berjangka waktu lebih pendek daripada Trend Following.

      3. Kalau anda baca pos yang saya tulis dari tahun 2010, anda bisa menebak bahwa saya adalah Swing Trader.

      Awalnya saya mencoba scalping. Gagal total.

      Lalu mencoba day trading. Juga gagal.

      Lalu mencoba swing trading dan long term hold. Secara psikologis, saya saat itu tidak sanggup hold long term. Jadi akhirnya tetap jadi swing trader dan perlahan-lahan mulai mendapat hasil.

      Beberapa tahun belakangan ini, saya mulai belajar lagi Trend Following. Mengapa?

      Dengan bertambahnya usia, saya kalah cepat dengan trader-trader muda yang masih, eh, muda dan gesit. Juga, dengan tambah tua, saya merasa relatif lebih sabar daripada saat masih muda.

      Dengan faktor-faktor itu saya merasa Trend Following bisa jadi alternatif lebih baik dengan bertambah usia saya.

      Tapi, saya tetap melakukan Swing Trading bila market tidak Bullish.

      Semoga membantu.

      Delete

Pertanyaan dan komentar anda akan saya jawab sesegera mungkin. Maaf, saya tidak menerima pertanyaan dan komentar anonim/unknown. Promosi, iklan, link, dll, apalagi hal-hal yang tidak berhubungan dengan main saham TIDAK AKAN ditampilkan.