Dari pos "Price-to-Earnings Ratio: Trailing & Forward (Bagian 1)" anda sudah tahu perbedaan Trailing PER dan Forward PER.
Tapi kisah tentang PER masih belum selesai: masih ada satu PER lagi yang disebut Consensus PER.
Consensus PE Ratio
Untuk menjelaskan Consensus PER, ada baiknya saya sajikan dalam sebuah ilustrasi.
Misalkan pada tanggal 05 April 2014 harga saham Bank BNI (BBNI) adalah Rp 4000. Beberapa hari sebelumnya, BBNI mempublikasikan Laporan Keuangan Tahun 2013 yang sudah diaudit: Laba Per Saham BBNI di tahun 2013 adalah Rp 200. Ini berarti:
Trailing PER BBNI = Harga Saham/Laba per Saham
= 4000/200 = 20
Karena menghitung Trailing PER menggunakan data faktual, data Trailing PER BBNI pada tanggal 05 April 2014 di koran atau situs online apapun adalah (seharusnya) sama, yakni 20.
Sampai di sini masih cukup jelas, kan? Mari kita mengeruhkan suasana.
Misalkan juga, pada hari itu analis bernama Sumi dari Ramal Sekuritas mempublikasikan riset terkininya tentang BBNI. Sumi memprediksi sepanjang tahun 2014 BBNI akan berhasil meraih laba per saham sebesar Rp 400. Ini berarti:
Forward PER BBNI (versi Sumi) = 4000/400 = 10
Memprediksi laba saham di masa datang tidak hanya boleh dilakukan Sumi dan Ramal Sekuritas. Artinya? Analis lain boleh juga melakukan hal yang sama.
Katakan, pada hari yang sama Minu dari Nujum Investama tidak mau kalah dengan Sumi dan mempublikasikan riset terkininya tentang BBNI. Minu memprediksi bahwa di tahun 2014 BBNI akan meraih laba per saham Rp 800. Ini berarti, menurut Minu dari Nujum Investama:
Forward PER BBNI (versi Minu) = 4000/800 = 5
Nah lho?
Menurut Sumi Forward PER BBNI adalah 10. Menurut Minu Forward PER BBNI adalah 5. Mana yang benar?
Tunggu dulu. Ceritanya belum selesai.
Umpamakan juga, surat kabar Bisnis Saham mau mencantumkan data Forward PER BBNI. Editor koran Bisnis Saham, bung Adil, menerima data riset terkini dari Ramal Sekuritas dan Nujum Investama. Tapi bung Adil bingung harus mencantumkan data Forward PER yang mana.
Bung Adil berpikir, kalau memilih data Sumi, mungkin Minu marah. Tapi kalau memilih data Minu, mungkin Sumi yang marah. Bagaimana caranya supaya Sumi dan Minu tidak marah?
Bung Adil menelurkan ide cemerlang: pakai saja KEDUA data tersebut. Caranya? Pakai saja rata-rata dari laba per saham prediksi kedua analis.
Forward PER BBNI versi koran Bisnis Saham =
Harga saham / [(Laba versi Sumi + Laba versi Minu)/2]=
4000 / [(400 + 800)/2] = 6.7
Nah, hasil perhitungan Forward PER seperti inilah yang disebut Consensus (Forward) PER.
(N.B.: Kalau bung Adil mendapat data dari 10 analis, Consensus Forward PER adalah harga saham dibagi rata-rata dari 10 data laba per saham dari 10 analis tersebut.)
Sampai di sini, kita tahu bahwa Forward PER BBNI menurut Sumi adalah 10, menurut Minu Forward PER BBNI adalah 5, menurut surat kabar Bisnis Saham Forward PER BBNI adalah 6.7.
Jadi, yang mana yang benar?
Siapa yang tahu?
Karena semua data Forward PER adalah berdasarkan prediksi, hanya waktu yang akan membuktikan siapa yang benar, siapa yang salah.
Pesan moral pos ini:
Pertama, Analisa Fundamental sering harus memakai data PREDIKSI, bukan data faktual. Memprediksi artinya menerka, menebak. Menebak berarti bisa (sering) salah. Kalau tebakannya salah, hasil analisa fundamentalnya juga salah.
Kedua, ketika anda membandingkan PER saham, anda harus tahu persis PER apa yang anda bandingkan. Apakah Trailing PER? Atau Forward PER dari satu analis? Atau Consensus (Forward) PER dari banyak analis?
(Ilustrasi di atas adalah satu contoh lagi untuk tidak serta-merta percaya pada siapapun, bahkan analis terkemuka. Premis ini sudah saya tulis di pos "Valuasi Indeks Saham Indonesia Terlalu Tinggi?")
Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2014 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
Mengenai PER bung iyan, saya mau sharing saja. PER buat saya adalah salah satu indikator yang saya pakai (walaupun tidak melulu) untuk stock picking saya dalam menentukan apakah saham yang saya incar sudah relatif mahal atau belum (diramu dengan indikator2 lainnya tentunya) karena menurut saya sedikit banyak berpengaruh terhadap kecepatan pergerakan saham keatas selanjutnya (CMIIW). Namun kalo saya perhatikan juga ada saham yang PER-nya sudah mahal menjadi semakin mahal. Jadi sometimes indikator ini buat saya bisa menjadi kurang bisa dipakai untuk menentukan keputusan beli atau jual saya. CMIIW.. mohon pencerahan Bung Iyan.
ReplyDeletePertama-tama main saham, saya membeli saham berdasarkan PER yang murah. Hasilnya: rugi semua.
DeleteSetelah membaca lebih banyak buku, ternyata banyak penulis yang MENASEHATI untuk TIDAK membeli saham hanya berdasarkan PER.
Lah, coba saya tahu dari awal, kan gak usah rugi banyak.
Kalau menurut saya, PER sebaiknya cuma dipakai sebagai data tambahan saja, jangan dijadikan indikator utama.
Artinya, kalaupun PER-nya sudah 500 tapi harga saham masih naik, ya tetap beli. TAPI, yang penting adalah harus selalu siap cut-loss.
sip...tks alot buat pencerahannya Bung Iyan....untung saya sudah baca blog ini sebelum keburu jatuh bangkrut...^_^
Deletekeep writing bung Iyan...
Pak Iyan,
ReplyDeletemohon maaf kalau komen saya ini OOT.
Saya yang memang lagi tertarik terjun ke dunia pasar saham, tanpa sengaja menemukan blog pak Iyan ini, dan ternyata isinya bagus sekali, sangat informatif dan inspiratif.
Saya yang sedang belajar ini memutuskan untuk mulai belajar dari textbook. Saya sedang ongoing menghabiskan Stan Weinstein's Secret Of Profiting in Bull and Bear Market. Saya ingin bertanya, apakah buku ini relevan kalo dipakai sebagai referensi dewasa ini? Mengingat di dalamnya memakai banyak Mansfield Chart, dan parameter yg dipakai adalah 30-week MA dan relative-strenghth. Sedangkan yg banyak dipakai dewasa ini adalah candlestick chart. (mungkin MA masih tetap dipakai...)
Lalu, kalo saya sudah menyelesaikan buku Stan Weinstein ini, sebaiknya textbook apa yg selanjutnya saya baca? Ada sarankah, Pak Iyan?
Terima kasih atas semangat berbaginya lewat blog ini Pak.
Sukses selalu.
-Ari-
(Syncopation? Pemain musik ya?)
DeleteBuku Stan Weinstein's Secret of Profiting in Bull and Bear Market tetap relevan untuk saat ini.
Ketika anda membaca buku, yang anda harus cari adalah KONSEP yang dijabarkan. Dan konsep yang dijelaskan Stan Weinstein akan tetap relevan dengan kondisi saham kapanpun.
Detil-detil seperti Mansfield Chart yang (sepertinya) sudah tidak ada, tidak begitu penting. Lagipula charting sofware sekarang bisa memberikan data lebih lengkap daripada Mansfield Chart.
Tentang candlestick: pemula biasanya salah mengerti tentang Candlestick chart. Candlestik adalah TAMPILAN grafik dan tidak saya kategorikan sebagai indikator. Candlestick sebenarnya SAMA SAJA dengan bar chart, hanya lebih "visual". Setiap tampilan ada kelebihan dan kekurangannya. Saya akan menulis pos tersendiri tentang hal ini, tapi masih banyak hal lain yang menurut saya lebih penting.
Baca textbook? Gak perlu bacah textbook lah, nanti pusing. Baca "book" saja.
Nah, baca buku apa setelah buku Stan Weinstein tergantung apakah anda mau mendalami Analisa Fundamental atau Analisa Teknikal. Jadi, analisa apa yang mau anda dalami dulu?
Hehehe, bukan pemusik pak, saya cuma drummer amatir yg sedang nonaktif. ;)
DeleteBtw, kembali soal buku.
Saya sudah mantap untuk jadi penganut technical analysis pak. Mungkin karena background saya yg jurusan teknik. (Entah ada hubungannya apa nggak..)
Jadi bagaimana pak, ada sarankah tentang buku yg bagus soal tech.analysis? terutama karena saya masih sangat pemula.
Terima kasih, Pak Iyan.
Kalau mau serius belajar Technical Analysis, berarti anda harus baca buku John J. Murphy's Technical Analysis of the Financial Market.
DeleteBuku itu bisa dikatakan adalah "textbook" untuk semua orang yang mau belajar Technical Analysis.
Halo, Pak Iyan.
ReplyDeletePak Iyan, saya menggunakan Laporan Statistik Tahunan yang dikeluarkan BEI apabila ingin melihat PER maupun PBV dan analisa fundamental lainnya yang saya perlukan. Nah, yang ingin saya tanyakan :
1. PER yang ada dalam Laporan Statistik Tahunan oleh BEI merupakan Trailing PER ya, Pak Iyan?
2. Untuk menghitung PER dalam Laporan Statistik Tahunan tersebut, data harga saham yang digunakan harga penutupan di hari terakhir pasar di tahun sebelumnya? Contohnya, Laporan Statistik Tahun 2020, harga saham yang digunakan harga penutupan pada 31 Desember 2019. Apakah seperti itu, Pak Iyan?
Demikian, Pak Iyan. Terima kasih sebelumnya. Salam..
Badung, 23 September 2020
Halo Taufan,
DeletePertanyaan tentang Laporan Statistik Tahunan BEI, sebaiknya anda tanyakan langsung ke BEI.
Kalau saya harus nebak, PER di buku tersebut adalah Trailing PER dan dihitung berdasar data harga terakhir.
Terima kasih banyak, Pak Iyan.
Delete