Di bulan Februari 2016 saya men-survey pembaca blog Terus Belajar: Main Saham ini dengan pilihan berikut:
Misalkan anda main saham selama 3 bulan. Pilih mana:
1. Bulan I untung Rp 20 juta, bulan II rugi Rp 10 juta, bulan III rugi Rp 10 juta. Total: impas.
2. Bulan I rugi Rp 20 juta, bulan II untung Rp 10 juta, bulan III untung Rp 10 juta. Total: impas.
3. Tidak bertransaksi selama 3 bulan. Total: impas.
Total 298 suara masuk (terima kasih untuk anda semua yang meluangkan waktu memilih) dengan hasil sebagai berikut:
56 suara (19%) memilih nomor 1
210 suara (70%) memilih nomor 2
32 suara (11%) memilih nomor 3
Manakah pilihan yang terbaik?
---###$$$###---
Sebenarnya, ketiga pilihan di atas tidak ada yang lebih baik atau lebih jelek. Toh, hasil akhirnya adalah sama: tidak untung, tidak rugi. Impas doang.
Hasil akhirnya sih sama tapi ...
Pilihan anda bisa menggambarkan karakter dan kemauan anda. Yang tidak kalah penting adalah bahwa anda harus menyadari dan siap menerima resiko/konsekuensi dari pilihan tersebut.
Menggambarkan karakter dan kemauan?
Ada konsekuensi dan resiko?
Masa iya sih?
Mari kita diskusikan satu per satu.
Kalau anda memilih nomor 3 (Tidak bertansaksi selama 3 bulan. Total:impas), anda saya kategorikan sebagai penganut aliran "buat apa susah, buat apa susah, susah itu tak ada gunanya."
Secara kasat mata, pilihan ini (sepertinya) adalah pilihan yang paling rasional.
Wong hasil akhirnya kan impas, kenapa harus susah-susah trading saham, begitu pikir anda dalam hati.
Tidak salah.
Masalahnya ...
Dengan memilih tidak melakukan jual-beli saham sama sekali berarti anda tidak mau belajar, tidak mau berusaha. Anda ogah beli-jual saham kalau tidak pasti untung.
Tapi kalau anda tidak berjual-beli saham sama sekali, anda TIDAK AKAN PERNAH TAHU cara main saham. Jangankan cara main saham yang menguntungkan, cara main saham yang merugikan pun anda tidak akan pernah tahu.
Dengan memilih tidak melakukan apa-apa, sama saja anda berharap akan diterima kerja TANPA mengirim surat lamaran, TANPA wawancara kerja, TANPA menjalani tes ini tes itu.
Mungkinkah?
Tanpa usaha dari anda, anda tidak akan mendapat pekerjaan. Tanpa melakukan jual-beli saham, anda tidak akan berkesempatan untung dari main saham.
Kesimpulannya kalau anda memilih nomor 3: anda sebenarnya tidak niat belajar main saham. Anda hanya senang berkhayal "enak ya kalau bisa untung besar dari main saham."
Pesan moral: Untuk mendapatkan sesuatu—skill, ilmu, pekerjaan, uang, pacar/suami/istri—anda harus bersusah-susah dahulu dengan berusaha, melakukan, berulang-ulang.
Lanjut ke pilihan berikutnya.
Kalau anda memilih nomor 1 (Bulan I untung Rp 20 juta, bulan II rugi Rp 10 juta, bulan III rugi Rp 10 juta. Total: impas), anda saya kategorikan sebagai penganut aliran "bersenang-senang dahulu, tambah senang kemudian."
Apakah ada yang salah dengan pilihan ini?
Lagi-lagi tidak ada yang salah.
Hanya saja, kalau anda LANGSUNG UNTUNG ketika baru mulai main saham, anda akan merasa bahwa mendapat untung dari main saham itu sangat mudah.
Wah, baru mulai saja sudah untung Rp 20juta. Bulan-bulan depan harus untung Rp 100 juta nih, pikir anda.
Nah, ketika bulan-bulan berikutnya anda rugi, anda tetap beranggapan bahwa main saham itu gampang (untung). Anda merasa bahwa kerugian yang anda derita hanya karena ketidakberuntungan, karena nasib jelek. Anda bersikukuh bahwa dengan mengandalkan logika dan kepintaran anda (yang sudah terbukti di bulan I) anda akan bisa mendapat untung besar dengan mudah.
Masalahnya ...
Pemain saham yang LANGSUNG untung saat mulai main saham—biasanya—(hampir) tidak mungkin impas ketika beginner's luck-nya habis. Yang besar kemungkinan terjadi adalah ia RUGI BESAR, jauh melebihi keuntungan awal yang ia dapat.
Kok bisa?
Mau tahu kok bisa begitu? Silahkan lanjut baca ke pos "Pilih Mana: Untung Lalu Rugi atau Rugi Lalu Untung? (Bagian II)."
Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2016 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
Saturday, October 22, 2016
Monday, October 17, 2016
Amnesti Saham. Ungkap. Tebus. Lega.
Saya ikut progam amnesti pajak dan membayar tebusan di akhir bulan Agustus 2016.
[Informasi tambahan untuk anda yang sedang menunggu kedatangan surat amnesti pajak anda: Surat keputusan amnesti pajak dari Kanwil Dirjen Pajak saya terima sekitar 50 hari (= 35 hari kerja) SETELAH surat pelaporan harta (SPH) diserahkan.
Nah, kalau surat keputusan amnesti pajak anda belum datang dalam waktu 10 hari kerja seperti yang dijanjikan—apalagi kalau anda ikut amnesti pajak di akhir September 2016 di mana antrian membludak—silahkan menunggu dengan sabar. Gak perlu komplain, gak perlu stress. Santai saja. Nanti juga akan sampai.]
Amnesti pajak ini sifatnya sukarela. Pertanyaannya: mengapa saya sukarela mengeluarkan uang membayar uang tebusan?
Apakah karena saya kelebihan duit?
Apakah karena saya mau bersumbangsih pada pembangunan Indonesia?
Atau karena saya cinta banget sama Bapak Presiden Jokowi yang berkomitmen menyukseskan program amnesti pajak?
Bukan, bukan, dan bukan (jangan marah ya Pak Presiden). Ketiga hal tersebut bukan alasan utama saya ikut amnesti pajak.
Lalu apa dong?
Alasan utama saya ikut amnesti pajak adalah karena lebih baik membayar tebusan 2% daripada menanggung resiko membayar lebih besar di kemudian hari.
Sebagai informasi, Undang-undang Pajak menyatakan bahwa jika anda tidak ikut amnesti pajak dan di kemudian hari ditemukan (oleh petugas pajak) ada harta tambahan yang belum dilaporkan di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), anda harus membayar pajak atas harta tersebut sesuai Undang-undang yang berlaku. Nah, berdasarkan undang-undang pajak yang berlaku sekarang, nilai yang harus dibayar bisa sampai 30%.
Mari dipilah-pilih.
Kalau bayar 2%, masalah selesai.
Kalau tidak rela bayar 2%—dan ketahuan petugas pajak—harus bayar 30%.
Pilih mana?
Rasa-rasanya sih jelas lebih baik bayar 2%.
Itulah alasan utama saya ikut amnesti pajak.
Nah, sampai di sini mungkin mungkin anda bertanya-tanya: Apa sih hubungan amnesti pajak dengan main saham?
Mari saya analogikan.
Amnesti pajak yang sifatnya sukarela mirip dengan cut-loss (jual saham yang posisinya rugi) yang sifatnya juga sukarela.
Kalau saham anda sudah turun 10% dari harga beli (berarti anda rugi 10%), apakah lebih baik anda jual dan dukarela menerima kerugian ini?
Atau apakah lebih baik menunggu sambil berharap-harap cemas saham naik ke harga beli (impas tidak untung tidak rugi) lalu anda jual?
Menunggu dan berharap—selain membuat stress—ada resikonya. Bagaimana kalau harga saham tidak naik ke harga beli tapi malahan terus turun. Bagaimana kalau rugi yang 10% membengkak menjadi rugi 20%? 30%? 40%? 50%? 80%?
Kalau cut-loss sekarang, rugi 10%. Kalau tidak cut-loss, bisa impas tapi bisa juga (kemungkinan besar) rugi menjadi lebih besar.
Pilih mana?
Menurut saya seharusnya anda memilih yang pasti: cut-loss selagi ruginya masih (relatif) kecil. Jangan (terlalu) berharap saham akan naik lagi ke harga impas. Bayarlah kerugian yang masih relatif kecil ini dengan dukarela.
---###$$$###---
Amnesti pajak dan cut-loss sama-sama sifatnya sukarela.
Bedanya, fasilitas amnesti pajak mungkin hanya diberi kesempatan sekali ini saja tapi cut-loss saham bisa anda lakukan kapanpun. Asalkan anda RELA.
Proses Amnesti Saham mudah kok:
Ungkap bahwa posisi saham anda rugi.
Tebus dengan melakukan cut-loss.
Lega.
Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2016 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
[Informasi tambahan untuk anda yang sedang menunggu kedatangan surat amnesti pajak anda: Surat keputusan amnesti pajak dari Kanwil Dirjen Pajak saya terima sekitar 50 hari (= 35 hari kerja) SETELAH surat pelaporan harta (SPH) diserahkan.
Nah, kalau surat keputusan amnesti pajak anda belum datang dalam waktu 10 hari kerja seperti yang dijanjikan—apalagi kalau anda ikut amnesti pajak di akhir September 2016 di mana antrian membludak—silahkan menunggu dengan sabar. Gak perlu komplain, gak perlu stress. Santai saja. Nanti juga akan sampai.]
Figure 1. Kartu Terima Kasih Telah Memanfaatkan Amnesti Pajak |
Amnesti pajak ini sifatnya sukarela. Pertanyaannya: mengapa saya sukarela mengeluarkan uang membayar uang tebusan?
Apakah karena saya kelebihan duit?
Apakah karena saya mau bersumbangsih pada pembangunan Indonesia?
Atau karena saya cinta banget sama Bapak Presiden Jokowi yang berkomitmen menyukseskan program amnesti pajak?
Bukan, bukan, dan bukan (jangan marah ya Pak Presiden). Ketiga hal tersebut bukan alasan utama saya ikut amnesti pajak.
Lalu apa dong?
Alasan utama saya ikut amnesti pajak adalah karena lebih baik membayar tebusan 2% daripada menanggung resiko membayar lebih besar di kemudian hari.
Sebagai informasi, Undang-undang Pajak menyatakan bahwa jika anda tidak ikut amnesti pajak dan di kemudian hari ditemukan (oleh petugas pajak) ada harta tambahan yang belum dilaporkan di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), anda harus membayar pajak atas harta tersebut sesuai Undang-undang yang berlaku. Nah, berdasarkan undang-undang pajak yang berlaku sekarang, nilai yang harus dibayar bisa sampai 30%.
Mari dipilah-pilih.
Kalau bayar 2%, masalah selesai.
Kalau tidak rela bayar 2%—dan ketahuan petugas pajak—harus bayar 30%.
Pilih mana?
Rasa-rasanya sih jelas lebih baik bayar 2%.
Itulah alasan utama saya ikut amnesti pajak.
Nah, sampai di sini mungkin mungkin anda bertanya-tanya: Apa sih hubungan amnesti pajak dengan main saham?
Mari saya analogikan.
Amnesti pajak yang sifatnya sukarela mirip dengan cut-loss (jual saham yang posisinya rugi) yang sifatnya juga sukarela.
Kalau saham anda sudah turun 10% dari harga beli (berarti anda rugi 10%), apakah lebih baik anda jual dan dukarela menerima kerugian ini?
Atau apakah lebih baik menunggu sambil berharap-harap cemas saham naik ke harga beli (impas tidak untung tidak rugi) lalu anda jual?
Menunggu dan berharap—selain membuat stress—ada resikonya. Bagaimana kalau harga saham tidak naik ke harga beli tapi malahan terus turun. Bagaimana kalau rugi yang 10% membengkak menjadi rugi 20%? 30%? 40%? 50%? 80%?
Kalau cut-loss sekarang, rugi 10%. Kalau tidak cut-loss, bisa impas tapi bisa juga (kemungkinan besar) rugi menjadi lebih besar.
Pilih mana?
Menurut saya seharusnya anda memilih yang pasti: cut-loss selagi ruginya masih (relatif) kecil. Jangan (terlalu) berharap saham akan naik lagi ke harga impas. Bayarlah kerugian yang masih relatif kecil ini dengan dukarela.
---###$$$###---
Amnesti pajak dan cut-loss sama-sama sifatnya sukarela.
Bedanya, fasilitas amnesti pajak mungkin hanya diberi kesempatan sekali ini saja tapi cut-loss saham bisa anda lakukan kapanpun. Asalkan anda RELA.
Proses Amnesti Saham mudah kok:
Ungkap bahwa posisi saham anda rugi.
Tebus dengan melakukan cut-loss.
Lega.
Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2016 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
Saturday, October 8, 2016
Mengapa Tidak Mudah Melakukan Cut-Loss?
It doesn't take a lot of strength to hang on; it takes a lot of strength to let go. -J.C. Watts
[Tidak perlu banyak tenaga untuk membiarkan; perlu banyak tenaga untuk melepaskan.]
Ketika mengucapkan kalimat di atas, saya tidak tahu J.C. Watts berbicara dalam konteks apa. Tapi saya rasa sih ia tidak sedang berbicara tentang main saham.
Tapi...kalimat tersebut penting juga diresapi pemain saham.
Mengapa?
Karena dalam konteks main saham, kalimat mutiara J.C. Watts di atas bisa berbunyi: tidak perlu banyak tenaga untuk membiarkan saja saham yang rugi tapi perlu banyak tenaga untuk melepaskan (cut-loss) saham tersebut.
Nah, kalau anda belum pernah main saham, anda mungkin berpikir bahwa cut-loss adalah sesuatu yang mudah. Saham turun sampai harga tertentu, langsung jual. Apa susahnya ya?
Tapi faktanya adalah MAYORITAS pemain saham tidak mau dan tidak rela cut-loss.
Kalau posisinya rugi, mayoritas pemain saham berharap harga saham akan naik sehingga rugi tersebut berbalik jadi untung. Kalaupun tidak untung, ia berharap setidak-tidaknya posisi rugi tersebut bisa kembali balik modal alias impas.
Tapi faktanya juga adalah kalau posisi sudah rugi di atas 10%—dan anda hanya menunggu dan tidak melakukan aksi lain—(relatif) KECIL kemungkinan posisi rugi tersebut berubah menjadi impas. Semakin besar persentase ruginya, semakin kecil kemungkinan untuk bisa impas. Semakin lama posisi rugi tersebut dibiarkan, semakin mengecil lagi kemungkinan untuk bisa impas. Apalagi untung.
Kalau faktanya seperti itu, mengapa mayoritas pemain saham TETAP tidak mau dan TETAP tidak rela cut-loss?
Silahkan baca sekali lagi kalimat mutiara J.C. Watts di atas:
It doesn't take a lot of strength to hang on; it takes a lot of strength to let go.
Tidak perlu banyak tenaga/energi untuk membiarkan saja saham yang rugi. Perlu BANYAK tenaga/energi untuk rela meng-cut-loss saham yang rugi tersebut.
Jadi, tidak heran kalau mayoritas pemain saham rugi (karena membiarkan rugi yang kecil membengkak menjadi besar).
Apakah anda punya saham yang posisinya rugi tapi anda tidak rela cut-loss? Atau mungkin anda sudah sering tidak mau cut-loss dan hasilnya kerugian anda makin besar?
Kalau jawaban anda adalah "iya" dan "iya," silahkan memilih: apakah lebih baik tidak mengeluarkan tenaga untuk cut-loss tapi modal anda habis, atau mengeluarkan tenaga untuk cut-loss agar anda bisa bertahan untuk terus belajar main saham?
Ingat: anda HARUS mengeluarkan banyak tenaga/energi untuk melakukan cut-loss. Tapi kalau anda tidak mau mengeluarkan tenaga/energi untuk cut-loss, karier anda sebagai pemain saham tidak akan bertahan lama.
Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2016 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
[Tidak perlu banyak tenaga untuk membiarkan; perlu banyak tenaga untuk melepaskan.]
Ketika mengucapkan kalimat di atas, saya tidak tahu J.C. Watts berbicara dalam konteks apa. Tapi saya rasa sih ia tidak sedang berbicara tentang main saham.
Tapi...kalimat tersebut penting juga diresapi pemain saham.
Mengapa?
Karena dalam konteks main saham, kalimat mutiara J.C. Watts di atas bisa berbunyi: tidak perlu banyak tenaga untuk membiarkan saja saham yang rugi tapi perlu banyak tenaga untuk melepaskan (cut-loss) saham tersebut.
Nah, kalau anda belum pernah main saham, anda mungkin berpikir bahwa cut-loss adalah sesuatu yang mudah. Saham turun sampai harga tertentu, langsung jual. Apa susahnya ya?
Tapi faktanya adalah MAYORITAS pemain saham tidak mau dan tidak rela cut-loss.
Kalau posisinya rugi, mayoritas pemain saham berharap harga saham akan naik sehingga rugi tersebut berbalik jadi untung. Kalaupun tidak untung, ia berharap setidak-tidaknya posisi rugi tersebut bisa kembali balik modal alias impas.
Tapi faktanya juga adalah kalau posisi sudah rugi di atas 10%—dan anda hanya menunggu dan tidak melakukan aksi lain—(relatif) KECIL kemungkinan posisi rugi tersebut berubah menjadi impas. Semakin besar persentase ruginya, semakin kecil kemungkinan untuk bisa impas. Semakin lama posisi rugi tersebut dibiarkan, semakin mengecil lagi kemungkinan untuk bisa impas. Apalagi untung.
Kalau faktanya seperti itu, mengapa mayoritas pemain saham TETAP tidak mau dan TETAP tidak rela cut-loss?
Silahkan baca sekali lagi kalimat mutiara J.C. Watts di atas:
It doesn't take a lot of strength to hang on; it takes a lot of strength to let go.
Tidak perlu banyak tenaga/energi untuk membiarkan saja saham yang rugi. Perlu BANYAK tenaga/energi untuk rela meng-cut-loss saham yang rugi tersebut.
Jadi, tidak heran kalau mayoritas pemain saham rugi (karena membiarkan rugi yang kecil membengkak menjadi besar).
Apakah anda punya saham yang posisinya rugi tapi anda tidak rela cut-loss? Atau mungkin anda sudah sering tidak mau cut-loss dan hasilnya kerugian anda makin besar?
Kalau jawaban anda adalah "iya" dan "iya," silahkan memilih: apakah lebih baik tidak mengeluarkan tenaga untuk cut-loss tapi modal anda habis, atau mengeluarkan tenaga untuk cut-loss agar anda bisa bertahan untuk terus belajar main saham?
Ingat: anda HARUS mengeluarkan banyak tenaga/energi untuk melakukan cut-loss. Tapi kalau anda tidak mau mengeluarkan tenaga/energi untuk cut-loss, karier anda sebagai pemain saham tidak akan bertahan lama.
Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2016 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
Subscribe to:
Posts (Atom)