Pos ini adalah lanjutan dari “Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku ‘One Up on Wall Street’ (Bagian V).”
Hendak membaca pos ini dari awal? Silahkan klik di sini "Mau Investasi Saham? Baca Dulu Buku Peter Lynch 'One Up on Wall Street' (Bagian I)."
VI. Angka-angka Lain Yang Perlu Diperhatikan Investor Saham
Percent of Sales (Persentase dari Penjualan)
Kalau anda tertarik pada suatu perusahaan karena produk yang dihasilkannya, langkah yang harus anda lakukan adalah meneliti seberapa besar kontribusi penjualan produk tersebut pada total penjualan.
Misalkan anda mencicip biscuit Roma Slai O’lai. “Enaaak banget,” pikir anda dan anda yakin produk itu akan laku keras. Anda menyelidiki dan tahu bahwa Slai O’Lai adalah produk dari Mayora Tbk. Langkah berikutnya adalah menyelidiki atau mengira-ngira seberapa besar kontribusi Slai O’Lai pada total penjualan Mayora.
Menginvestigasi lebih lanjut, anda tahu bahwa Mayora memproduksi puluhan produk seperti permen Kopiko dan Kis, biskuit Better dan Danisa, wafer Beng-beng dan Astor, juga Energen dan kopi Tora Bika. Karena begitu beragamnya produk Mayora, bisa anda perkirakan bahwa kalaupun Slai O’Lai laku keras, dampaknya tidak signifikan pada penjualan total Mayora dan tidak berpengaruh besar pada harga saham Mayora. Kebalikannya, kalaupun Slai O’Lai tidak laku, dampak negatifnya juga relatif kecil.
Lain kalau perusahaan hanya memproduksi satu atau dua produk. Kalau salah satu produk perusahaan tersebut laku keras, kontribusinya pada pendapatan perusahaan sangatlah besar yang pada akhirnya mendongkrak harga saham perusahaan tersebut. Kebalikannya, kalau produk tersebut tidak laku, perusahaan bisa bangkrut.
Untuk contoh yang lain, silahkan juga baca pos “InvestasiSaham Cara Peter Lynch di Buku ‘One Up on Wall Street’ (Bagian I).”
Price/Earnings Ratio (PER)
PER sudah saya bahas pada pos “Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku ‘One Up on Wall Street’ (Bagian V).” Tapi Peter Lynch menambahkan satu hal lagi yang perlu anda ketahui tentang PER: saham yang harganya wajar, PER nya seharusnya sama dengan persentase laju pertumbuhan laba perusahaan.
Artinya, perusahaan dengan PER 15, laju pertumbuhan labanya seharusnya sekitar 15% per tahun. Kalau anda menemukan saham dengan PER 15 sedangkan laju pertumbuhannya labanya 30%, saham tersebut adalah prospek yang menarik. Kebalikannya, kalau PER saham adalah 15 sedangkan laju pertumbuhan hanya 5%, saham tersebut adalah prospek yang jelek.
Cara sederhana menghitung laju pertumbuhan laba adalah dengan membandingkan laba tahun ini dengan laba tahun lalu. Bila laba tahun ini adalah Rp 120milyar sedangkan laba tahun lalu adalah Rp 100milyar, laju pertumbuhan laba = (laba tahun ini – laba tahun lalu) / laba tahun lalu x 100%
= (120milyar – 100milyar) / 100 milyar x 100% = 20%
= (120milyar – 100milyar) / 100 milyar x 100% = 20%
The Cash Position (Posisi Kas)
Cash Position yang dimaksud Peter Lynch adalah Kas & Setara Kas dikurangi Hutang Jangka Panjang. Bagilah angka ini dengan jumlah saham beredar dan anda akan mendapat Cash Position Per Share (Posisi Kas Per Saham).
Carilah saham yang Posisi Kas per Saham nya relatif tinggi dibanding harga saham. Misalkan harga saham Duitnumpuk Tbk. Rp 500 sedangkan Posisi Kas Per Saham nya Rp 400. Ini bisa anda artikan bahwa anda hanya membayar Rp 100 (500 – 400) untuk asset-aset lain perusahaan tersebut.
Carilah saham yang Posisi Kas per Saham nya relatif tinggi dibanding harga saham. Misalkan harga saham Duitnumpuk Tbk. Rp 500 sedangkan Posisi Kas Per Saham nya Rp 400. Ini bisa anda artikan bahwa anda hanya membayar Rp 100 (500 – 400) untuk asset-aset lain perusahaan tersebut.
The Debt Factor (Faktor Hutang)
Debt Factor yang biasanya dimaksud adalah Debt-to-Equity Ratio (DER). Anda dapat menghitung ini dengan melihat bagian kanan Neraca perusahaan, di mana tercantum Hutang/Kewajiban (debt) dan Modal (equity).
Debt-to-Equity Ratio = Jumlah Hutang/Jumlah Modal
Menurut Peter Lynch, perusahaan dengan neraca wajar mempunyai komposisi hutang sekitar 25% dan ekuitas 75% (DER = 25/75 = 0.33). Semakin kecil DER semakin kuat neraca perusahaan.
Debt-to-Equity Ratio = Jumlah Hutang/Jumlah Modal
Menurut Peter Lynch, perusahaan dengan neraca wajar mempunyai komposisi hutang sekitar 25% dan ekuitas 75% (DER = 25/75 = 0.33). Semakin kecil DER semakin kuat neraca perusahaan.
Dividen
Dividen adalah bagian dari laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Ulasan tentang dividen bisa anda baca di pos "Arti Istilah 'Dividen' Saham."
Cash Flow (Aliran Kas)
Cash Flow adalah uang yang diterima perusahaan karena aktivitas usahanya. Semua perusahaan menerima uang dari hasil usaha tapi ada perusahaan yang harus mengeluarkan modal lebih besar untuk mendapatkan hasil yang sama.
Contoh yang dikemukakan Peter Lynch adalah pabrik rokok dengan pabrik besi. Pabrik rokok tidak harus mengeluarkan banyak modal untuk meningkatkan produksi. Beli satu mesin baru atau cari ratusan buruh baru, alhasil produksi meningkat. Lain dengan pabrik besi yang kalau hendak menaikkan produksi harus menanamkan modal puluhan bahkan ratusan milyar rupiah. Pengeluaran untuk belanja modal yang besar akan mengurangi Aliran Kas perusahaan dan berdampak negatif terhadap posisi keuangan perusahaan.
Inventories
Penjelasan tentang inventories biasanya dapat dilihat di bagian “diskusi manajemen mengenai laba” di laporan tahunan. Peter Lynch selalu memeriksa apakah inventories menumpuk. Tanda-tanda buruk adalah bila inventories menumpuk atau bila inventories bertambah lebih cepat daripada penjualan.
Growth Rate (Laju Pertumbuhan)
Laju pertumbuhan yang dimaksud di sini adalah laju pertumbuhan laba. Di atas, anda sudah melihat bagaimana membandingkan PER dengan Growth Rate ini. Tapi ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan: perusahaan yang tumbuh 20% dengan PER 20 adalah prospek yang lebih baik daripada perusahaan yang tumbuh 10% dengan PER 10.
Kok begitu?
Coba anda perhatikan tabel pertumbuhan laba di bawah ini.
Coba anda perhatikan tabel pertumbuhan laba di bawah ini.
Company A
|
Company B
| |
(20% earning growth)
|
(10% earning growth)
| |
Base Year
|
$1.00 a share
|
$1.00 a share
|
Year 1
|
$1.20
|
$1.10
|
Year 2
|
$1.44
|
$1.21
|
Year 3
|
$1.73
|
$1.33
|
Year 4
|
$2.07
|
$1.46
|
Year 5
|
$2.49
|
$1.61
|
Year 7
|
$3.58
|
$1.95
|
Year 10
|
$6.19
|
$2.59
|
20 (PER) x $ 6.19 (laba per saham tahun ke 10) = $123.80
Demikian juga pada awalnya perusahaan B mendapat laba $1. Dengan PER 10 berarti harga sahamnya $10. Pada tahun ke 10 harga sahamnya menjadi
10 (PER) x $2.59 (laba per saham tahun ke 10) = $25.90
Anda bisa lihat sendiri bahwa PER tinggi bukanlah alasan untuk tidak membeli saham tersebut. Selama laju pertumbuhannya juga tinggi, saham dengan PER tinggi akan naik lebih cepat dibanding saham dengan PER rendah yang laju pertumbuhan labanya juga rendah.
The Bottom Line (Garis Terbawah)
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan “bottom line”? “Bottom line” ini adalah garis terbawah pada Income Statement (Laporan Laba/Rugi) yaitu Laba Setelah Pajak. Tapi angka yang dipakai Peter Lynch untuk menganalisa perusahaan adalah Laba Sebelum Pajak. Laba Sebelum Pajak yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan akan dapat bertahan lama kalau-kalau kondisi ekonomi memburuk.
Yang harus anda perhatikan adalah ketika ekonomi berangsur membaik (dari kondisi buruk), perusahaan dengan margin laba rendah adalah yang paling menonjol pertumbuhannya. Coba anda lihat perbandingan di bawah ini.
Company A
| ||
Status Quo
|
Business Improves
| |
$100 in sales
|
S110 in sales (prices up 10%)
| |
$88 in cost
|
$92.40 in cost (up 5%)
| |
$12 pretax profit
|
$17.60 pretax profit
| |
Company B
| ||
$100 in sales
|
$110 in sales (up 10%)
| |
$98 in cost
|
$102.90 in costs (up 5%)
| |
$2 pretax profit
|
$7.10 pretax profit
|
Ketika ekonomi membaik dan perusahaan dapat menaikkan harga jual, laba Perusahaan A naik hampir 50% sedangkan laba Perusahaan B naik lebih dari 300%. Ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan margin laba kecil bisa menghasilkan lonjakan laba sangat tinggi ketika ekonomi membaik.
Apa yang anda inginkan adalah saham dengan margin laba yang tinggi untuk anda pegang jangka panjang (buy-and-hold) dalam keadaan baik maupun buruk, dan saham dengan margin rendah jika saham tersebut adalah kategori Turnaround.
Mau lanjut baca? Silahkan klik di sini "Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku 'One Up on Wall Street' (Bagian VII)."
Mau lanjut baca? Silahkan klik di sini "Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku 'One Up on Wall Street' (Bagian VII)."
Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]