Saturday, May 28, 2011

Berapa Sebaiknya Modal Awal Main Saham?

Pada pos "Bisakah 'Hidup' Hanya dari Bermain Saham" saya menulis bahwa cukup sulit mengandalkan main saham sebagai penghasilan utama bila hanya bermodal Rp 50 juta.

Pertanyaannya: Berapa sebaiknya modal awal untuk memulai main saham?

Bila anda hanya bermodal Rp 50 juta (atau kurang), jangan langsung ciut dan menyerah. Baca dan telaah dulu saran saya di bawah ini karena kalau anda punya Rp 5 milyar sekalipun saya tidak menyarankan anda langsung mulai dengan semua modal tersebut.

Saran saya: alokasikan 20% dari total modal main saham untuk setiap satu tahun anda belajar main saham. Artinya kalau anda punya total modal Rp 50 juta, mulailah dengan Rp 10 juta. Kalau anda punya Rp 5 milyar, mulailah dengan Rp 1 milyar.

Sisa dana harus dicadangkan untuk tahun kedua sampai kelima dan TIDAK boleh digunakan untuk main saham sebelum tibanya tahun berikut. Apapun alasannya! Ingat: anda tidak boleh menambah sepeserpun modal kalau setelah enam bulan dana anda habis total. Jangan sekali-kali berpikir untuk menutup kerugian anda dengan melipatgandakan modal. Itu sama saja dengan menuang garam ke laut. Anda harus menunggu dan hanya boleh menginjeksi 20% dari total modal setelah memasuki tahun kedua.

Untuk jelasnya mari kita lihat ilustrasi berikut.

Misalkan total modal anda Rp 100 juta. Ini berarti modal main saham anda untuk tahun pertama adalah Rp 20 juta. Pakailah Rp 20 juta ini untuk mencoba main saham--baik investasi jangka panjang atau trading jangka pendek--dan mencari tahu apakah main saham cocok untuk anda. Jangan berangan-angan untuk langsung mengeruk keuntungan secepat mungkin.

Katakan saja anda tidak beruntung dan setelah satu tahun dana Rp 20 juta ini hanya tersisa Rp 4 juta (alias rugi 80%). Coba anda introspeksi diri apakah saham cocok untuk anda dan apakah anda masih mau terus belajar. Kalau tidak mau, setidak-tidaknya anda sudah tahu bahwa main saham tidak semudah yang digembar-gemborkan dan anda hanya merugi Rp 16 juta (16%) dari total modal Rp 100 juta.

Coba bayangkan bila anda memulai langsung sekaligus dengan seluruh modal anda dan mengalami kerugian 80% seperti di atas. Kalau anda mulai dengan Rp 1 milyar, uang anda hanya tersisa Rp 200 juta. Kalaupun anda masih tertarik untuk terus mendalami main saham, modal anda sudah tergerus banyak dan sangat sulit untuk mengembalikan dana anda ke posisi awal.

Kalau anda memutuskan masih mau lanjut belajar main saham, tambahkan 20% dana tahun kedua ke sisa dana tahun pertama. Meneruskan contoh di atas berarti anda menambahkan Rp 20 juta ke sisa dana Rp 4 juta dan memulai tahun kedua dengan modal Rp 24 juta.

Begitu pula yang anda lakukan untuk tahun ketiga, keempat, kelima.

Mengapa harus bertahap seperti ini?

Untuk mendapat untung konsisten dari main saham anda harus melalui proses belajar dan proses belajar ini memakan waktu. Hanya dengan berjalannya waktu secara "real-time" anda dapat menggapai ilmu dan pengalaman. Anggap saja anda membayar "biaya kuliah" 20% per tahun dan masa kuliah adalah lima tahun. 

Dengan cara "injeksi modal bertahap" ini, pada tahun keempat atau kelima ketika anda mulai bisa meraih laba dengan konsisten, modal tersebut masih tersisa cukup banyak dan besar kemungkinan laba yang anda raup bisa menutup kerugian di tahun-tahun awal.







Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Saturday, May 21, 2011

Bisakah "Hidup" Hanya Dari Bermain Saham?

Banyak orang yang berangan-angan meninggalkan pekerjaannya yang membosankan dan mencari penghasilan dari bermain saham.

“Saya sudah muak dengan pekerjaan sekarang,” begitu mungkin gerutu anda dalam hati. “Alangkah asyiknya kalau saya berhenti bekerja dan bermain saham full-time dan menjadi kaya dalam waktu singkat. Kalaupun tidak kaya, setidak-tidaknya saya tidak perlu lagi mendengar ocehan Bos yang mengesalkan itu.”

Pertanyaannya: bisakah seseorang mengandalkan penghasilan utama hanya dari bermain saham purna-waktu (full time)?

Sebelum anda bisa menjawab pertanyaan tersebut anda harus terlebih dahulu menjawab dua pertanyaan berikut:

  1. Berapa modal yang anda siapkan untuk bermain saham?
  2. Berapa lama anda bisa bertahan sampai mulai mendapat untung?

Mari kita telaah kedua pertanyaan di atas dengan detil. 


Berapa modal yang anda siapkan untuk bermain saham 

Pada pos Target Laba Main Saham (Bagian I) saya menyarankan pemain saham berpengalaman menengah (2-6 tahun) untuk menetapkan target keuntungan 10% per tahun dari modal. Menggunakan saran ini anda bisa menghitung apakah bermain saham bisa mencukupi untuk anda hidup layak.

Misalkan anda punya modal awal Rp 50 juta. Penghasilan yang bisa anda harapkan dari bermain saham adalah:

10% x Rp 50 juta = Rp 5 juta per TAHUN

Jadi dengan modal Rp 50 juta, target penghasilan bulanan anda adalah Rp 417.000. Nah, hanya anda yang dapat menjawab pertanyaan apakah Rp 417.000 cukup untuk memenuhi kebutuhan anda sebulan.

Jadi seandainya anda memutuskan mulai main saham dengan modal Rp 50 juta dan berangan-angan mendapat penghasilan Rp 10 juta per bulan alias Rp 120 juta per tahun, lekas-lekaslah hapus angan-angan tersebut dari benak anda. Yang jauh lebih mungkin terjadi adalah anda rugi terus-menerus dan modal Rp 50 juta tersebut hanya tersisa Rp 10 juta atau bahkan habis total.


Berapa lama anda bisa bertahan sampai mulai mendapat untung

Target laba 10% per tahun dari modal di atas adalah untuk pemain saham berpengalaman menengah (2-6 tahun). Bila anda belum berpengalaman main saham sama sekali, saya katakan juga pada pos Target Laba Main Saham (Bagian I) bahwa target anda adalah untuk rugi tidak lebih dari 20% per tahun. Bisa tidak rugi sama sekali pada dua tahun pertama sudah merupakan prestasi luar biasa bagi pemain yang baru mulai main saham.

Mari kita lihat ilustrasi berikut.

Seandainya anda berhenti dari kerja anda dan mulai bermain saham dengan modal Rp 50 juta. Seandainya pula anda perlu biaya Rp 2 juta per bulan untuk kehidupan sehari-hari. Dan seandainya pula anda berhasil tidak rugi sama sekali selama dua tahun. Selama periode tersebut anda tidak mendapat penghasilan sama sekali tetapi harus mengeluarkan biaya:

24 bulan x Rp 2 juta/bulan = Rp 48 juta

Jadi kalau anda tidak rugi sepeserpun, modal Rp 50 juta itu hanya akan tersisa Rp 2 juta setelah anda “berlatih” bermain saham selama dua tahun.


Dari ilustrasi di atas anda mungkin sadar bahwa sangat sulit untuk bisa “hidup” dari bermain saham bila modal anda hanya Rp 50 juta. Apalagi kalau kurang dari itu!

Anda mungkin bertanya,"Kalo begitu berapa semestinya modal awal untuk mulai main saham?"

Mau tahu jawabannya? Silahkan baca pos "Berapa Sebaiknya Modal Awal Main Saham?"






Pos-pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Saturday, May 14, 2011

Arti Istilah "IPO" di Bursa Saham

"IPO" adalah singkatan dari Initial Public Offering, atau dalam bahasa Indonesia, Penawaran Umum Perdana. Dengan kata lain, "IPO" adalah kali pertama masyarakat umum bisa membeli saham perusahaan tersebut. Sebelum "IPO" ini, saham belum diperdagangkan di bursa.

Dengan melakukan IPO sebuah perusahaan mendapat dana segar dengan menjual sahamnya kepada publik dan saham tersebut seterusnya akan diperdagangkan di bursa.

Siapa yang boleh membeli saham "IPO"?

Semua warga negara Indonesia yang punya uang boleh membeli (memesan) saham IPO di Indonesia. Untuk saham yang ramai peminat, janganlah terlalu berharap akan mendapat jatah sesuai pesanan karena jumlah saham yang anda dapat bisa-bisa hanya 1% atau kurang dari jumlah yang anda pesan. 

Investor bisa memilih membeli saham tersebut pada saat IPO atau membeli setelah saham diperdagangkan di bursa. Perhatikan bahwa jika anda membeli saham yang telah diperdagangkan di bursa, anda membeli dari investor yang sudah membeli saham tersebut sebelumnya, yang artinya transaksi anda tersebut tidak masuk ke kas perusahaan.

Kalau dibandingkan dengan membeli mobil, membeli saham IPO adalah ibarat membeli mobil baru langsung dari dealer mobil baru; membeli saham di bursa adalah ibarat membeli mobil second dari penjual mobil bekas.







Pos yang berhubungan:
[Pos ini ©2011 oleh Iyan terusbelajarsaham.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Saturday, May 7, 2011

Arti Istilah "Dividen" Saham

Dividen adalah bagian dari laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Perhatikan bahwa dividen ini tidak sama dengan laba perusahaan.

Contoh: Misalkan saja Bank Rakyat Indonesia (BBRI) membukukan laba per saham Rp 500. Ini bukan dividen. Kalau pemegang saham BBRI memutuskan untuk membayar Rp 200 per saham dari laba tersebut kepada pemegang saham, Rp 200 inilah yang disebut dividen.

Ada perusahaan yang memutuskan tidak membagikan laba kepada pemegang saham karena perusahaan memerlukan dana tersebut untuk, misalnya, ekspansi bisnis. Perlu anda catat bahwa perusahaaan yang membukukan untung tidak wajib membagikan dividen. Ada atau tidaknya dividen ditentukan oleh pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dari contoh di atas anda bisa lihat bahwa dividen tidak harus sebesar laba yang dibukukan perusahaan. Ada perusahaan yang semua labanya dibagikan sebagai dividen, ada juga perusahaan yang membagikan sebagian kecil labanya sebagai dividen. Untuk membandingkan dividen saham satu dengan saham yang lain pelaku pasar modal mengenal istilah “Dividend Pay Out Ratio” yang lebih sering disebut “Pay Out Ratio” saja.

Pay Out Ratio ini adalah perbandingan dividen dengan laba perusahaan saat itu. Dengan memakai contoh di atas, Pay Out Ratio saham BBRI adalah sebagai berikut:

(Rp 200 / Rp 500) x 100% = 40%

Kalau misalkan United Tractor (UNTR) membukukan laba Rp 1000 per saham dan membagikan seluruh laba ini dalam bentuk dividen, Pay Out Ratio saham tersebut pada tahun itu adalah:

(Rp 1000 / Rp 1000) x 100% = 100% 

Peringatan: bagus tidaknya suatu saham tidak bisa diukur dari besarnya dividen. Perusahaan yang tidak membagikan dividen bisa saja berkembang sangat pesat, perusahaan yang Peter Lynch sebut Fast Grower, sehingga harga sahamnya menanjak cepat. Perusahaan yang membagikan dividen besar bisa saja harga sahamnya stagnan atau malah terus turun. Peter Lynch mengkategorikan perusahaan seperti ini sebagai Slow Grower. Untuk jelasnya, silahkan baca pos "Enam Kategori Saham Menurut Peter Lynch" dan "Investasi Saham Cara Peter Lynch di Buku “One Up on Wall Street” (Bagian II)."